email : [email protected]

24.4 C
Jambi City
Saturday, November 23, 2024
- Advertisement -

HUJAN SENJA (Bagian 2)

Populer

“Oke bu. Aku tidak pergi. Tapi setidaknya ibu lepaskan pelukanmu ini”, lanjutku. Kemudian ibu menangis. Air matanya yang dingin membasahi kudukku. Aku merasa bersalah olehnya. Aku telah membuatnya cemas. Kemudian kutarik nafasku dalam-dalam. “Ibu kau tak perlu terlalu mencemaskanku, sekarang aku sudah besar. Aku bisa menjaga diriku sendiri. Jika ibu kesal karena kenakalanku, maka marah saja padaku. Pukuli saja, aku tak apa, perlakukanlah aku seperti teman-temanku yang lain. Tapi tolong jangan menangis ibu. Semuanya akan baik-baik saja”, ucapku berbisik pelan. Kemudian ku peluk ibu.

Ibu tak menjawab sepatah kata pun. Suasana hening dengan isak tangis yang mengibakan. Aku tak tau ibu akan secemas ini karena penolakan ku untuk pulang sesegera mungkin. Sementara itu air mata ibu terus-menerus jatuh mengenai kudukku, membuat diriku basah kedinginan. Aku tak bisa tidur dalam keadaan yang tak nyaman seperti ini. Sementara itu kulit ibu amat dingin, membuat diriku kedinginan pula. Aku memegang permukaan telapak tangan ibu yang melilit pinggangku, kulihat tangannya begitu pucat. Pucat sekali seperti tak dialiri darah. Ketika tangan itu kusentuh, menggigillah sekujur tubuhku dibuatnya. Aku terkejut, sekaligus cemas. Apa ibu sakit, apa ibu diam sedari tadi karena menahan sakit. Sakit apa ini? Kenapa begitu dingin sekali. Dingin yang seolah-olah menusuk kerelung hati. Sementara itu nasib teman-teman ku masih membayang di kepalaku. Kepanik membumbung memenuhi ruang otakku. Aku ingin segera melepaskan pelukan ibu dan memastikan keadaan ibu. Tapi pelukkannya terlalu kaku, hingga sulit kulepaskan. Tubuhku sudah menggigil dengan hebatnya. Aku tak lagi sanggup menyentuh kulit ibu yang begitu dingin. Aku diam sesekali meronta-rontakan tubuhku yang kaku. Tapi ibu tak bergeming sedikitpun. Aku serasa tidur disebelah mayat. Hal ini membuatku menangis. Aku tak mau sesuatu yang tak ku harapkan terjadi pada ibu. Sesuatu yang buruk telah melintas bebas di imajinasi liar yang ku benci. Aku ingin berteriak meminta tolong tapi tak ada tanda-tanda kehidupan. Aku tak sanggup melihat wajah ibu yang pucat. Dingin ini lama-lama benar-benar terasa menusuk-nusuk kulit ku. Aku sudah tak sanggup lagi. Aku pun merasa telah kaku seperti mayat. Aku mau berteriak tapi suaraku tak keluar. Aku terus meronta-ronta. Pikiranku kacau, nafasku saling memburu, aku putus asa. Akhirnya ku beranikan diri untuk membalikkan leherku agar dapat memandang wajah ibuku yang kaku. Dan sungguh terkejut aku. Diluar dugaan, diluar imajinasi dan perkiraanku. Sosok yang memelukku bukanlah ibu. Namun sosok yang tak ku kenal. Wajahnya tak berdarah maksudku tak seperti difilm-film horor itu. penuh darah, penuh luka, penuh sesuatu yang menakutkan. Tidak,tidak begitu. Namun sosok ini memiliki wajah yang cantik, seorang wanita muda yang pucat. Tapi sosok yang tak kukenal ini tetap saja membuatku berteriak hingga tenggorokanku yang kering merontang itu terbakar oleh udara yang hampa. Tak ada gema suara yang keluar dari mulutku. Tapi aku terus berteriak meminta pertolongan. Hingga akhirnya sepenggal suara terlontar. Suara yang amat menyiksa dan serak yang kering kerontang. Seketika suara itu meluncur ke udara, tiba-tiba saja penglihatanku semuanya gelap. Amat gelap gulita, sampai-sampai aku tak bisa membedakan antara buka mata dan pejamkan mata. Semuanya benar-benar gelap. Aku kebingungan, aku ingin berteriak lagi, namun gelombang suara yang ku lemparkan hanya mengeluarkan getaran yang mungkin tak dapat didengarkan semut. aku berusaha menarik lengan orang asing ini dari lingkaran pinggangku. Perasaan takut mulai memburuku. Tapi jantungku mati rasa. Nafasku tak lagi tercium. Tubuhku membungkam kaku. Satu-satunya yang masih berfungsi hanyalah otakku. Selebihnya kaku seperti mayat hidup.
***

- Advertisement -

Artikel Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru