email : [email protected]

23.5 C
Jambi City
Sunday, November 24, 2024
- Advertisement -

Hanyut Terombang Kepasrahan

Populer

Oerban.com – Aku Abd Manap merupakan anak sulung dari tiga bersaudara, berasal dari keluarga yang berkecukupan. Hari itu pengumuman kelulusan untuk siswa SMPN 31 Batanghari sudah terpampang jelas dan rapi di papan mungil milik sekolah yang berada tidak jauh dari ruang guru.

Aku bertatih-tatih melewati ruang kelas yang hanya dihuni satu orangorang. Dengan hati penuh kebimbangan dan dibenakku bercampur aduk kekhawatiran menuju ke papan pengumuman yang telah dikerumuni banyak orang dan teman, seakan mencari peti yang telah tertimbun ribuan tahun.

Saya mendekati perlahan menatap mading dengan ketakutan bagaikan hukuman terakhir dan terberatku sebelum kehidupan berakhir.

Baca juga: Membaca Pengalaman Perempuan dalam Kumpulan Cerpen Perempuan Yang Lahir Dari Kelopak Mawar

Alhamdulillah, telah ku tatap tak berkedib, pipiku mulai naik, bibirku mulai melebar, gigiku terlihat berwarna putih bagaikan berlian.

Hore…

Hore…

Horeee… Teriakku sangat kencang membuat teman-teman menatapku dengan penuh kecurigaan. “Alhamdulillah Aku luluuus, ” teriakku kembali.

Keesokan harinya ayah dan mamak berbicara kepadaku. “Nak, esok lusa Ayah dan Mamak ingin mengantarkanmu ke pesantren, dilihat pesantren cocok untukmu. Apalagi sekarang kenakalan remaja sudah meraja lela,” kata ayah kepadaku.

“Benar Nak, kata Ayahmu. Lagipula pesantren kan lingkungannya baik. Nanti Kamu bisa jadi ustaz loh,” kata mama sambil tersenyum mengusap kepalaku.

“Jangan berlebihan Mak, kan sekarang aku Manap bukan ustaz,” jawabku penuh keraguan.

“Itu doa untukmu Nak, semoga kelak bisa mendoakan Ayah dan Mamak jika telah tiada,” tegas ayah kembali.

“Baik Ayah, Mak,” ucapku dengan nada rendah dan keterpaksaan.

Fajar pun telah nyanyian ayam merdu dengan nada dan instrument yang baru. Alarm alam yang penuh pengertian. Lagu ciptaannya membuatku semangat hidup, seperti menutup buku lama dan membuka lembaran buku yang baru. Ditambah dengan suara toa di masjid yang merdu dengan lantunan Alquran, rayuannya indah memeberikan kesan mendalam di hatiku.

Baca juga  Keluh Kesah Masyarakat Aceh terhadap Pengungsi Rohingya

Hampir 10 menit telingaku bermain-main, aku belum juga membuka mata. Terdengar suara yang tak asing bagiku, yang mengajarkan ku berbicara. Mamak yang telah siap dari tadi menunggu bangunku karena hari ini merupakan isterewa yang tak bisa dilukiskan dengan pena apapun.

Pelan-pelan aku mulai membuka mata dan merangkak bangun dari tempat tidurku walau berat memangkulnya, aku memegang dinding sebagai teman yang setia dengan tangan kananku yang masih layu.

Lima menit berlalu tubuhku semakin tinggi. Aku pun lalu dikejutkan dengan sajadah dan kopiah putih yang tersusun rapi di ruang tamu. Teryata itu kerjaan mamakku yang ingin aku ikut ayah untuk shalat subuh berjamaah di masjid. Ayah pun telah siap menungguku di depan pintu dengan pakaian yang serba membuatku berada di alam lain.

Setelah pulang dari masjid, ku lihat langit masih berwarna abu-abu yang menandakan ketidakjelasan dan menyimpan banyak pertanyaan. Fajar pun pergi menghilang tanpa perpamitan.

Langit pun berubah menjadi biru yang mulai menampakkan pesonanya dihiasi awan putih yang menginjak usia remaja. Aku pun telah bersiap sedari tadi untuk pergi ke pondok pesantren tempat yang diidamkan ayah dan mamak terhadapku.

Pagi pun datang tanpa memberikan salam, langit yang cerah, bagian timur ditandai datangnya sosok yang diimpikan oleh para pekerja kantoran, petani untuk menggarap sawah. Ia memancarkan sinar yang tajam menembus fakta-fakta alam, ia matahari yang merupakan palanet terbesar di tata surya kita.

Kami pun berangkat dan sampailah aku di pondok pesantran yang rekomendasikan oleh ayah dan mamakku. Aku heran dengan apa itu pondok, yang aku temukan hanya orang yang berpakaian muslim, memakai topi dan Alquran serta kitab-kitab yang mereka pegang di setiap sudut-sudut kelas dan beberapa tempat yang aku tidak ketahui. Aku pun diterima menjadi santri baru di sana dan dibimbing oleh ustaz yang telah mengenaliku.

Baca juga  Sikap Arogansi KPK Terhadap Pejabat Pemerintah: Fakta atau Opini?

Oleh: Abd Manap

- Advertisement -

Artikel Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru