Oleh: Ria Murdiana*
Oerban.com – Pembentukan undang-undang di Indonesia sering kali menghadapi masalah tumpang tindih aturan yang kompleks. Berbagai peraturan yang tidak selaras dan terfragmentasi sering kali menghambat perkembangan ekonomi, investasi, serta menciptakan ketidakpastian hukum. Untuk mengatasi permasalahan ini, pemerintah memperkenalkan metode Omnibus Law, yang dipopulerkan melalui Undang-Undang Cipta Kerja. Pendekatan ini memberikan solusi yang dianggap efisien untuk merampingkan dan menyederhanakan berbagai regulasi yang dianggap menghambat.
1. Pembentukan Undang-Undang dengan Metode Omnibus Law
Metode Omnibus Law adalah suatu pendekatan legislasi yang memungkinkan penggabungan beberapa undang-undang yang berbeda menjadi satu undang-undang induk atau payung hukum. Di dalam konteks Indonesia, pembentukan undang-undang dengan metode ini pertama kali dikenal melalui Undang-Undang Cipta Kerja, yang menggabungkan lebih dari 70 undang-undang sektoral ke dalam satu undang-undang yang komprehensif
Pembentukan undang-undang dengan metode ini diatur secara formil dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Dalam regulasi ini, metode Omnibus Law diperkenalkan sebagai cara untuk menyusun undang-undang dengan menggabungkan berbagai ketentuan hukum yang saling terkait, merevisi undang-undang yang ada, atau bahkan mencabut aturan yang sudah tidak relevan. Tujuan utamanya adalah untuk mengatasi hiper-regulasi yang menghambat perkembangan ekonomi, investasi, dan penegakan hukum.
2. Tahapan Pembentukan Undang-Undang dengan Metode Omnibus Law
Pembentukan undang-undang melalui metode Omnibus Law mengikuti beberapa tahapan penting yang harus dipatuhi agar proses legislasi tetap sesuai dengan ketentuan hukum. Tahapan ini mencakup:
a. Perencanaan Undang-Undang
Sejak tahap perencanaan, metode Omnibus Law harus sudah direncanakan dengan jelas dalam dokumen perencanaan regulasi. Setiap undang-undang yang akan disusun menggunakan metode ini harus disertai dengan rasionalisasi yang jelas terkait pentingnya penggabungan regulasi yang ada.
b. Penyusunan dan Pembahasan
Dalam tahap penyusunan, undang-undang yang diusulkan akan menggabungkan beberapa undang-undang sektoral yang terkait. Materi-materi yang dimuat dalam undang-undang tersebut bisa berupa aturan baru, perubahan pada aturan lama, atau pencabutan regulasi yang sudah tidak sesuai dengan kebutuhan hukum saat ini. Penyusunan ini harus memperhatikan harmonisasi antara berbagai regulasi yang digabungkan untuk menghindari adanya pertentangan antara aturan yang berbeda.
c. Pengesahan dan Pengundangan
Setelah melalui tahap pembahasan dan mendapat persetujuan dari DPR dan pemerintah, rancangan undang-undang Omnibus Law kemudian disahkan dan diundangkan. Penting untuk memastikan bahwa proses pengesahan ini dilakukan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku, agar undang-undang yang dihasilkan tidak cacat formil seperti yang pernah terjadi pada Undang-Undang Cipta Kerja
d. Partisipasi Publik
Salah satu unsur penting dalam pembentukan undang-undang dengan metode Omnibus Law adalah keterlibatan publik. Partisipasi masyarakat harus diakomodasi secara maksimal, terutama mengingat bahwa undang-undang yang dibentuk dengan metode ini mencakup banyak sektor yang berdampak luas. Pembentukan regulasi yang inklusif dan terbuka sangat diperlukan agar undang-undang yang dihasilkan dapat diterima oleh semua lapisan masyarakat.
3. Keuntungan Pembentukan Undang-Undang dengan Metode Omnibus Law
Metode Omnibus Law menawarkan beberapa keuntungan penting dalam konteks legislasi Indonesia. Pertama, metode ini dapat mengatasi masalah hiper-regulasi yang selama ini menjadi hambatan besar bagi berbagai sektor, khususnya investasi dan pengembangan ekonomi. Dengan menyatukan beberapa aturan dalam satu undang-undang, proses perizinan dan pengambilan keputusan menjadi lebih cepat dan efisien
Kedua, metode ini juga memungkinkan pemerintah untuk melakukan reformasi regulasi secara lebih terintegrasi. Dengan menggabungkan undang-undang yang terkait dalam satu paket legislasi, harmonisasi regulasi dapat dicapai dengan lebih baik, sehingga mengurangi potensi tumpang tindih aturan yang sering kali terjadi di Indonesia
Ketiga, metode Omnibus Law memberikan fleksibilitas yang lebih besar dalam penyusunan regulasi baru. Dalam dunia yang berubah dengan cepat, pemerintah membutuhkan mekanisme legislasi yang mampu merespons dinamika sosial, ekonomi, dan teknologi secara lebih cepat. Metode ini memberikan keleluasaan bagi pemerintah untuk melakukan reformasi secara menyeluruh dan komprehensif tanpa harus membuat undang-undang baru untuk setiap sektor.
4. Tantangan dalam Pembentukan Undang-Undang dengan Metode Omnibus Law
Meski demikian, penerapan Omnibus Law di Indonesia bukan tanpa tantangan. Salah satu tantangan terbesar adalah memastikan bahwa undang-undang yang dihasilkan tetap konsisten dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku. Penggabungan berbagai aturan yang berbeda dalam satu payung hukum dapat menimbulkan inkonsistensi jika tidak dilakukan dengan hati-hati
Selain itu, proses penyusunan undang-undang dengan metode ini sering kali dinilai kurang transparan dan kurang melibatkan masyarakat.
Kritik terhadap Undang-Undang Cipta Kerja, misalnya, banyak muncul karena dianggap terlalu cepat dan tidak memberi ruang yang cukup bagi masyarakat untuk menyuarakan pendapatnya. Partisipasi publik yang kurang optimal dalam proses legislasi dapat menimbulkan resistensi terhadap undang-undang yang dihasilkan.
Kesimpulan:
Pembentukan undang-undang dengan metode Omnibus Law adalah terobosan penting dalam sistem legislasi di Indonesia. Metode ini menawarkan solusi untuk menyederhanakan regulasi yang kompleks dan mengatasi masalah hiper-regulasi. Namun, untuk memastikan keberhasilannya, pemerintah perlu memperhatikan tantangan yang ada, terutama terkait dengan harmonisasi regulasi dan keterlibatan masyarakat dalam proses pembentukan undang-undang.
Jika diterapkan dengan baik, Omnibus Law dapat menciptakan regulasi yang lebih efisien, responsif, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Namun, tanpa pengawasan yang ketat dan keterlibatan publik yang memadai, metode ini bisa menimbulkan permasalahan baru yang justru memperparah ketidakpastian hukum di Indonesia.
Proses pembentukan undang-undang menggunakan metode ini dimulai dari tahap perencanaan yang jelas, di mana setiap rancangan harus disertai dengan rasionalisasi. Selanjutnya, penyusunan dan pembahasan dilakukan secara terintegrasi, menggabungkan materi-materi dari berbagai undang-undang yang memiliki keterkaitan.
Pentingnya partisipasi publik dalam setiap tahap proses legislasi juga menjadi sorotan, karena keterlibatan masyarakat dapat meningkatkan legitimasi undang-undang yang dihasilkan.
Secara keseluruhan, metode Omnibus Law memiliki potensi untuk meningkatkan efektivitas sistem hukum Indonesia. Namun, keberhasilan implementasinya akan sangat bergantung pada pengawasan yang ketat, keterlibatan publik yang maksimal, dan penegakan prinsip-prinsip hukum yang konsisten.
Dengan demikian, Omnibus Law dapat menjadi alat yang efektif dalam menciptakan regulasi yang responsif terhadap dinamika sosial dan ekonomi, sekaligus memberikan jaminan kepastian hukum bagi seluruh masyarakat.
*Mahasiswi Magister Ilmu Hukum Universitas Jambi.