Oerban.com – Pada tanggal 21 November, dua anggota Serikat Tani Kumpeh (STK) Desa Sumberjaya, Kumpeh Ulu, Muaro Jambi, Tumiran dan Sapriadi, mengalami penangkapan paksa yang diduga dilakukan oleh pihak kepolisian. Kejadian ini menjadi buntut panjang konflik agraria yang terus berlanjut di wilayah tersebut.
Proses penangkapan dimulai dengan penghentian paksa truk yang dikendarai oleh Tumiran dan Sapriadi pada pukul 22.30 WIB di Desa Niaso, Muaro Jambi. Aparat yang mengaku sebagai polisi melakukan tindakan kekerasan dan intimidasi terhadap kedua petani tersebut. Supriadi bahkan mengalami pemukulan dan tembakan senjata api, sebelum akhirnya mereka digelandang menuju Polda Jambi. Truk berisikan Tandan Buah Segar (TBS) sawit yang mereka angkut juga ditahan.
Penangkapan tersebut dianggap cacat hukum, karena tidak melibatkan proses pemanggilan patut terlebih dahulu, dan dilakukan tanpa surat tugas atau alasan yang jelas dari pihak kepolisian. Tumiran dan Sapriadi kemudian ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.
Informasi tentang penangkapan baru diketahui oleh masyarakat, terutama Serikat Tani Kumpeh, pada Rabu 22 november. Sebagai respons, ratusan warga Desa Sumber Jaya melakukan aksi blokade jalan di depan Kantor Desa Sumber Jaya pada pukul 23.00 WIB, sebagai bentuk protes terhadap penangkapan yang dianggap sewenang-wenang. Mereka menuntut pembebasan Tumiran dan Sapriadi serta memprotes tuduhan pencurian sawit yang menghambat penjualan TBS sawit hasil panen.
Setelah beberapa hari ditahan di Polda Jambi, keluarga Tumiran dan Sapriadi dilaporkan mendapat tekanan dan intimidasi untuk menandatangani surat permohonan penangguhan. Tanpa pendampingan kuasa hukum, keluarga terpaksa menandatangani surat tersebut pada Senin 27 november.
Hari Selasa (5/12/2023), Tumiran dan Sapriadi bersama Serikat Tani Kumpeh dan Gerakan Reforma Agraria mengajukan Pra Peradilan dengan Nomor 465/SK/Prapid/PN/mb. Langkah ini diambil untuk membuktikan ketiadaan alas hak atas penangkapan tersebut, menghentikan penyidikan dan tuntutan tak berdasar.
Penangkapan ini merupakan bagian dari konflik agraria panjang di Desa Sumberjaya, yang terkait dengan klaim lahan oleh PT. FPIL. Perampasan tanah ini sudah berlangsung sejak 1998-2005, dan pergantian kepemilikan perusahaan hanya memperpanjang konflik dan meningkatkan kompleksitas masalah.
Pendekatan hukum pidana dinilai tidak cukup untuk menyelesaikan konflik agraria ini. Desa Sumberjaya sendiri sudah menjadi Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA) yang membutuhkan penyelesaian konflik dan redistribusi tanah. Pihak berwenang diharapkan memiliki political will untuk menyelesaikan konflik ini sesuai dengan instruksi Presiden untuk menjaga kondusifitas wilayah LPRA selama proses penyelesaian.
Provinsi Jambi sendiri mencatatkan diri sebagai penyumbang konflik nomor 2 terbesar di Indonesia dengan 18 letusan konflik di semua sektor. Sebanyak 80 orang telah menjadi korban kriminalisasi, 20 di antaranya ditahan, beberapa di antaranya sudah berstatus sebagai terdakwa dan menjalani proses persidangan.
Terhadap semua tindakan kekerasan, intimidasi, dan kriminalisasi yang dilakukan oleh Kepolisian Daerah Jambi terhadap petani Serikat Tani Kumpeh, kami menuntut:
- PT. FPIL menghentikan operasi bisnis perkebunan yang melanggar hukum, dan merugikan juga melanggar berbagai hak dasar petani Serikat Tani Kumpeh.
- Kepolisian Daerah Jambi segera hentikan proses Penyidikan terhadap Tumiran dan Sapriadi.
- Hentikan segala bentuk kekerasan, intimidasi dan kriminalisasi serta berbagai upaya hukum pada Serikat Tani Kumpeh.
- Gubernur Jambi berperan aktif dalam menyelesaikan konflik agraria antara PT FPIL dan petani Serikat Tani Kumpeh.
- Kementerian ATR/BPN mengevaluasi dan menindak tegas PT FPIL dalam melakukan bisnis sawitnya yang sewenang-wenang dan melanggar hukum dan HAM.
- Kementerian ATR/BPN menyelesaikan konflik di wilayah Lokasi Prioritas Reforma Agraria.
- Presiden Republik Indonesia melaksanakan reforma agraria sejati.(*)
Editor: Ainun Afifah