Oleh : Muhammad Agus Saputra, S.Pd*
Oerban.com – Hari ini, Jumat 3 Rabiul Akhir 1447 H bertepatan dengan 26 September 2025, kita telah melewati bulan Rabiul Awal. Bulan yang penuh gema peringatan kelahiran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Biasanya, semangat cinta Nabi terasa kuat di bulan itu, shalawat menggema, masjid penuh, tausiah tak henti. Namun kini, ketika memasuki Rabiul Akhir, muncul pertanyaan penting: apakah cinta itu masih terjaga, ataukah ia ikut berlalu bersama berakhirnya Maulid?
Padahal, Nabi Muhammad ﷺ bukan hanya sosok sejarah. Beliau adalah manusia paling mulia yang cintanya kepada umat tidak pernah pudar, bahkan setelah wafat. Riwayat-riwayat menggambarkan, kelak ketika kiamat tiba, beliau akan dibangkitkan lebih dahulu dari umatnya.
Alih-alih tenang menikmati surga, Nabi justru gelisah. Wajahnya murung, bukan karena kurang nikmat, melainkan karena ingat pada umatnya. Beliau berkata, “Ya Allah, izinkan aku keluar untuk menjemput umatku.” Bayangkan, di saat manusia sibuk menyelamatkan diri, Nabi justru sibuk mencari kita.
Bukti Cinta Nabi
Inilah cinta sejati. Nabi tidak hanya menyayangi keluarganya, tidak sekadar mengingat para sahabatnya, tetapi terlebih dahulu memikirkan kita umat yang hidup berabad-abad setelah beliau. Bahkan di hari kiamat, seruan Nabi bukanlah “di mana hartaku” atau “di mana sahabatku”, melainkan “di mana umatku?”.
Kalau Nabi begitu cinta kepada kita, wajar jika kita bertanya pada diri sendiri: apakah kita sudah mencintai beliau sebagaimana mestinya? Apakah cinta kita hanya sebatas hadir di acara Maulid, ataukah benar-benar tercermin dalam kehidupan sehari-hari?
Ukuran Cinta Sejati
Suksesnya peringatan Maulid Nabi bukan diukur dari megahnya acara, ramainya jamaah, atau panjangnya rangkaian kegiatan. Ukurannya justru ada pada perubahan kita setelahnya. Nabi sendiri tidak butuh pesta besar; beliau butuh umat yang hidup dengan ajarannya.
Ada beberapa cara membuktikan cinta itu:
- Meneladani akhlak Nabi : jujur, amanah, kasih sayang, peduli pada yang lemah itulah karakter beliau.
- Mempelajari sirah Nabi : tanpa mengenal perjalanan hidup beliau, sulit meneladani secara utuh.
- Menghidupkan sunnah : dari ibadah hingga adab sederhana: salam, senyum, menjaga kebersihan.
- Menjadi rahmat bagi sekitar : Nabi diutus sebagai rahmat bagi semesta alam. Maka cinta kita harus tercermin dalam kepedulian sosial.
Jangan Musiman
Banyak perayaan Maulid berakhir sebagai seremoni: meriah sejenak, lalu umat kembali seperti biasa. Korupsi tetap terjadi, kezaliman tetap berjalan, dan umat tetap jauh dari teladan Nabi. Padahal, Nabi telah menunjukkan cinta yang tak terukur nilainya, sampai rela meninggalkan surga untuk menjemput kita di hari kebangkitan.
Karena itu, jangan biarkan cinta kita musiman. Justru setelah Maulid berlalu, kita diuji: apakah cinta itu masih menyala di bulan Rabiul Akhir, Jumadil Ula, hingga seterusnya?
Cinta Nabi tidak pernah berakhir. Beliau mencari kita di dunia, mendoakan kita sebelum wafat, dan kelak menjemput kita di hari kiamat. Pertanyaannya: apakah kita siap membalas cinta itu?
Maka, setelah Maulid ini, mari buktikan cinta kita pada Nabi Muhammad ﷺ dengan cara paling nyata: meneladani akhlaknya, mempelajari hidupnya, dan menjadikan sunnahnya sebagai panduan. Sebab Nabi sudah rela meninggalkan surga demi kita, lalu apakah kita rela meninggalkan dosa demi beliau?

