Jakarta, Oerban.com – Pembubaran ormas Front Pembela Islam (FPI) oleh pemerintahan Jokowi menuai banyak kritik dari berbagai pihak, pasalnya, pembubaran tersebut tidak dilakukan melalui mekanisme yudisial, hanya sebatas Surat Keputusan Bersama (SKB) yang ditandatangani oleh 6 Pejabat Kementrian dan Lembaga RI pada Rabu (30/12/2020).
Sebelumnya, pakar hukum tata negara Bivitri Susanti telah menyebut bahwa SKB pembubaran FPI tersebut hanya bersifat pernyataan dan tidak mempunyai nilai perundang-undangan.
“Karena memang tidak bisa, sebuah SKB tidak bisa membentuk norma baru dilarang ini dilarang itu, bahkan ketika kemudian ia mencantolkannya dalam sebuah undang-undang.” Kata Bivitri seperti dikutip dari laman Oerban pada Jum’at (1/1).
Tidak ketinggalan, politikus partai Demokrat Rachland Nashidik juga turut berkomentar mengenai pembubaran tersebut, Wakil Ketua Dewan Pertimbangan partai Demokrat ini kemudian membandingkannya dengan pembubaran ormas di era pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Lewat akun twitternya, Rachland menulis kembali pernyataan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) di era SBY Gamawan Fauzi, yang menyatakan jika sebuah ormas dapat dibekukan dan dibubarkan jika melakukan sesuatu yang melanggar undang-undang, namun mekanismenya haruslah melalui mahkamah agung.
“Itu pernyataan Pak Gamawan tahun 2011. Prinsip itu, bahwa pembubaran ormas hanya bisa dilakukan oleh kekuasaan judicial, kemudian dituangkan ke dalam UU Ormas yang mengatur pembubaran harus lewat pengadilan. Prinsip ini dianulir oleh Perppu Jokowi: Pembubaran bisa oleh eksekutif.” Kata Rachland seperti dikutip dari akun twitternya @RachlandNashidik pada Sabtu (2/1).
Melihat fenomena pembubaran ormas di era presiden Jokowi saat ini, Rachland mengaku cemas, sebab negara telah menjadi entitas yang mengatasi hak warga.
“Saya terus terang cemas. Dulu, paradigma pengelolaan negara sudah bergeser dari ‘apa-apa harus negara’ jadi ‘apa-apa harus hak warga’. Kini, paradigma kembali state-centered, bukan lagi individual well being, yang ditandai hak sipil. Negara jadi entitas yang mengatasi hak warga.” Kata Rachland.
Lebih lanjut, Rachland menyebut jika cara pemerintah menggebuk FPI telah membahayakan hak-hak konstitusional semua warga negara.
“Saya sadar, FPI tak pernah jadi pemilih Demokrat — tidak di Pilkada 2017 maupun Pileg 2019. Tapi dukungan bukan soalnya. Bagi kami, cara pemerintah menggebuk FPI membahayakan hak-hak konstitusional semua warga negara. Demi demokrasi dan hak asasi manusia, cara itu kami tolak!” Tegas Rachland.
Penulis: Zuandanu Pramana
Editor: Renilda Pratiwi Yolandini