Oleh : Hendri Yandri *
Dua minggu terakhir jagat sosial dihebohkan dengan rencana salah satu platform media sosial, Whatsapp yang akan menjual data konsumennya kepada facebook. Rencana itu membuat pengguna Whatsapp menjadi gusar, dan berusaha untuk bermigrasi ke platform media sosial lainnya, sebut saja Signal dan teranyar BiP. Baik Signal ataupun BiP dianggap lebih safety dibanding Whatsapp, itu kira-kira alasan para pengguna media sosial untuk bermigrasi.
Medio Februari 2020, total pengguna Whatsapp diseluruh dunia mencapai 2 Milyar jiwa, naik 500 juta pada tahun 2018 lalu. Angka ini sangat lah fantastis, karena aplikasi ini cukup mudah digunakan dan betul-betul friendly. Indonesia pengguna ketiga terbesar didunia, ungkap Sravanthi Dev selaku Asia Pacific Communications Director WhatsApp, Indonesia menjadi salah satu negara penting bagi WhatsApp karena penggunanya yang begitu banyak.
Sravanthi menjelaskan bagaimana pasar media sosial di Indonesia tidak hanya dikalangan orang dewasa, namun juga anak-anak. Penjelasan Sravanthi ini sejalan dengan perkembangan pengguna internet di Indonesia yang mencapai 64,6% atau 171 juta jiwa. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Sekretaris Jenderal Kominfo Sosarita Niken Widiastuti dan 83% nya adalah pengguna aplikasi media sosial Whatsapp.
Tingginya angka pengguna Whatsapp tersebut tentu mengundang berbagai bentuk penyalahgunaan data, karena saat melakukan registrasi kali pertama menggunakan Whatsapp akan diminta untuk menyetujui beberapa persyaratan data pribadi agar aplikasi ini bisa digunakan.
Tidak hanya Niken, Direktur Kebijakan APAC Whatsapp, Clair Deevy juga mengatakan pihaknya tengah melakukan program literasi digital agar pengguna Whatsapp di Indonesia tidak di hack atau dicuri datanya, meskipun sampai kini masyarakat melaporkan kalau nomor handphone mereka terkena kloning.
Ketakutan warganet terhadap pencurian data ini mesti diterjemahkan pada dua hal, pertama bahwa memang pencurian data sudah berlangsung lama, dan 2 Milyar pengguna Whatsapp itu tentu saja sudah terekam datanya dipusat server Whatsapp. Sehingga para pencuri dengan leluasa menggunakan data itu untuk kepentingan bisnis mereka, atau kedua ketakutan itu terlalu berlebihan karena khawatir rahasia mereka menjadi terbongkar, taroklah misalnya rahasia terorisme atau semacamnya.
Kalau ternyata tidak ada yang perlu dirahasiakan, tentu tidak perlu khawatir dengan langkah Whatsapp yang akan berbagi data kepada Facebook, toh nyatanya kedua platform itu sudah terkoneksi, termasuk Instagram. Sehingga data apa saja yang pernah dipublis akan dengan mudah mentrackingnya. Penulis pikir, mereka yang tengah bermigrasi ke aplikasi media sosial semisal Signal ataupun BiP terlalu paranoid dan takut rahasianya terbongkar.
Hidup dizaman industri 4.0 tentu membutuhkan kejelian, karena mega proyek yang dibangun perusahaan media semisal Facebook, Whatsapp, Instagram adalah “Big Data”. Big Data ini akan memudahkan perusahaan untuk melakukan monitoring terhadap pemograman dan pengembangan fitur-fitur guna menunjang kemajuan perusahaan. Sehingga kata bijak dalam bermedia sosial adalah kunci utama.
Akan tetapi yang menjadi pokok masalahnya adalah tentang bisnis data yang menggunakan platform media sosial. Pertanyaannya, apakah aplikasi semisal Signal, ataupun BiP yang katanya punya Recep Tayip Erdogan akan aman dari bisnis jual beli data?
Persoalan bisnis jual beli data baik secara terbuka ataupun dipasar gelap telah lama berlangsung, Steven Melendez dan Alex Pasternack dari Fast Company mengulas bagaimana mafia jual beli data ini memang ada brokernya.
Alex dan Steven memaparkan bahwa bukan rahasia lagi bahwa data pribadi pengguna media sosial secara rutin dibeli dan dijual oleh lusinan, mungkin ratusan, perusahaan. Yang kurang diketahui adalah siapa perusahaan tersebut, dan apa sebenarnya yang mereka lakukan. Di Amerika sendiri ada 121 perusahaan pialang data yang beroperasi setiap detik untuk mengcopy data personal yang ada dijejaring media sosial ataupun diplatfrom lain. Perusahaan itu menjual data untuk periklanan, mitigasi resiko, ataupun keperluan inteligen.
Pentingnya data menjadi kebutuhan mendesak bagi siapapun, sehingga aplikasi apapun tentu akan menjadikan kumpulan data ini untuk kepentingan perusahaannya, dan dalam bisnis tidak ada makan siang yang gratis.
Perusahaan akan menjual data kepada siapapun, termasuk para kandidat kepala daerah yang akan terjun dalam perhelatan demokrasi. Satu contoh Kota Jambi, para kandidat walikota Jambi tentu sangat membutuhkan data terkait berbagai hal yang ada di Kota Jambi.
Data yang ada, menjadikan seorang calon walikota akan dengan mudah menjual program-programnya ketengah masyarakat, sehingga visi-misinya betul-betul sesuai dengan kebutuhan masyarakat Kota Jambi. Setidaknya ada lima persoalan utama yang tengah melanda Kota Jambi, seperti banjir, lesunya UMKM, pengangguran dan kriminalitas.
Jual beli data ini akan berlangsung dengan berbagai bentuk, bisa dalam bentuk survey popularitas, elektabilitas ataupun modal kanvas dengan menyodorkan hasil riset sebelumnya. Semoga saja itu semua untuk kemajuan Kota Jambi tercinta.
Jadi tak perlu khawatir soal rencana Whatsapp tersebut, karena semua adalah soal bisnis jual beli data.
Penulis CEO Oerbanesia Cyber Media