Jakarta, Oerban.com – Hari ini, 7 Februari 2021, tepat 32 tahun peringatan peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu Talangsari, Lampung Yang dilakukan oleh Komando Korem Garuda Hitam 043 di bawah pimpinan kolonel Hendropriyono.
Peristiwa tersebut berdasarkan data dari Komnas HAM menyebabkan sebanyak 130 orang terbunuh, 77 orang dipindahkan secara paksa, 53 orang dirampas kemerdekaannya, dan 46 orang lainnya mengalami penyiksaan.
Pada peringatan yang ke-32 tahun ini, Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) bersama Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI), Panguyuban Keluarga dan Korban Talangsari Lampung (PK2TL), dan Ikatan Wartawan Online (IWO) Lampung, menyatakan jika pemerintah tidak berkomitmen dengan penuntasan kasus peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu melalui proses Judisial.
Hal itu terlihat dari beberapa agenda yang ditawarkan kepada korban, seperti upaya yang dilalukan oleh Tim Terpadu Penanganan Dugaan Pelanggaran HAM yang Berat bentukan Kemenko Polhukam, yang lebih menekankan proses penyelesaian melalui mekanisme non-judisial, tidak sesuai dengan yang berlaku di dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM.
KontraS sendiri menyebut telah lebih dari 23 tahun mendampingi korban dan keluarga korban, untuk mengupayakan beberapa hal terkait penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat Talangsari, baik dari upaya litigasi maupun non-litigasi, namun sepertinya memang tidak ada keinginan dari pemerintah untuk hal tersebut.
“Tidak pernah ada sebuah kemauan politik ataupun political will dari pemerintah untuk segera menyelesaikan kasus di Talangsari, ataupun kasus pelanggaran HAM berat lainnya yang terjadi di Indonesia,” Ujar Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti dalam diskusi daring Pada Minggu (7/1).
Padahal menurut Fatia, menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu telah dijanjikan oleh Presiden Jokowi pada saat masa kampanyenya, bahkan janji itu telah disebutkan Jokowi sejak periode pertama.
Untuk pengembangan kasus tersendiri, di tahun 2014, Jenderal Hendropriyono telah menyatakan diri siap menjalani sidang Pengadilan HAM Ad Hoc atas dugaan keterlibatannya pada peristiwa Talangsari dalam sebuah wawancara dengan Jurnalis Amerika Serikat bernama Allan Nairn.
Namun lagi-lagi menurut Fatia, alotnya proses penyidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung serta tidak adanya kemauan politik dari pemerintah, menyebabkan banyaknya penundaan pada proses penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia, seperti peristiwa Talangsari.
Sementara itu, hasil penyelidikan projustisia Komnas HAM, telah menyatakan bahwa Peristiwa Talangsari, Lampung adalah peristiwa pelanggaran HAM berat yang harus ditindaklanjuti ketahap penyidikan dan penuntutan di Pengadilan HAM, sebagimana yang diperintahkan UU 26 tahun 2000.
Untuk itu, Kontras Beserta IKOHI, PK2TL, dan IWO meminta agar pemerintah segera menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat Talangsari melalui mekanisme judisial, serta meminta keaktifan dari Komnas HAM untuk pemenuhan hak-hak korban. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) diminta juga untuk terlibat dalam program pemulihan dan menjamin proses pemulihan yang berkeadilan.
2 tahun lalu sempat ada deklarasi damai yang dilakukan oleh Tim Terpadu Penanganan Dugaan Pelanggaran HAM Berat, namun deklarasi damai tersebut dinyatakan Mala Administrasi oleh Ombudsman Republik Indonesia (ORI).
Editor: Renilda Pratiwi Yolandini