Jakarta, Oerban.com – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), mengecam segala macam bentuk kekerasan dan penyiksaan yang dilakukan oleh anggota kepolisian terhadap warga sipil, terlebih jika berujung pada kematian.
KontraS menyebutkan jika setiap tahunnya angka penurunan terhadap praktik kekerasan yang dilakukan anggota kepolisian masih rendah, khususnya dalam memaksa pengakuan.
Impunitas juga masih menjadi salah satu isu faktor yang mempengaruhi awetnya angka penyiksaan, dengan ditunjukkan oleh tidak transparannya aparat kepolisian dalam melakukan proses baik secara internal melalui Kode Etik Profesi Polri (KEPP) maupun secara hukum pidana.
Kasus tewasnya Herman menjadi salah satu contoh nyata, pada mulanya menurut KontraS, herman dijemput oleh 3 orang pria tak dikenal yang diduga anggota kepolisian pada Rabu, 2 Desember 2020, tak berselang lama kemudian Herman diamankan dan dibawa masuk ke dalam sebuah mobil.
Penjemputan paksa tersebut menurut keluarga Herman, diduga atas dasar pencurian ponsel pintar dengan sejumlah barang bukti. Diketahui saat ini jika yang menjemput Herman pada saat itu adalah anggota kepolisian Polresta Balikpapan.
Satu hari setelahnya, Kamis 3 Desember 2020, pihak keluarga diberitahukan jika Herman telah meninggal dunia. Setelah melihat kondisi jenazah Herman pada tanggal 4 Desember, keluarga dikagetkan dengan kondisi jenazah Herman karena terdapat luka dan lebam yang tersebar di paha hingga jari kaki Herman, kulit tubuh bagian belakang menghitam disertai luka goresan yang terbuka, dan telinga kiri yang nyaris putus.
Mengingat komitmen Indonesia kepada dunia internasional sebagai Negara yang telah meratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan melalui UU Nomor 5 tahun 1998. Maka dari itu, KontraS mendesak Polda Kaltim agar segera melakukan penyidikan terhadap seluruh aparat kepolisian yang diduga terlibat dalam peristiwa penyiksaan terhadap Herman di Polresta Balikpapan.
Termasuk atasan komando yang memerintahkan, membiarkan, ataupun gagal mengawasi bawahannya. Tidak terkecuali melakukan pemeriksaan kepada Kasat Reskrim dan Kapolresta Balikpapan.
Selain itu KontraS juga meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia segera mendalami peristiwa dugaan penyiksaan yang terjadi, dengan cara melakukan pemeriksaan dan peninjauan di tempat kejadian.