Kota Jambi, Oerban.com. Dalam menjalankan roda kehidupan sehari-hari seseorang sering mengalami kesulita dalam finansial, dan karena sesuatu hal, menyebabkan ia harus meminjam (berhutang) kepada orang lain yang dianggap lebih mampu. Meskipun kini berbagai sumber pinjaman tersedia, seperti tempat pegadaian dan lain-lain, namun meminjam pada seseorang juga tak ditinggalkan.
Dalam hal meminjam (berhutang) kepada seseorang ternyata juga ada adabnya loh. Hal ini tak lain dikarenakan Islam secara syumul mengatur bab-bab muamalah dalam kehidupan seseorang. Dalam islam, berhutang juga dibolehkan, sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah R.a yang artinya “Sesungguhnya Rasullah SAW pernah membeli makanan dengan berhutang dari seorang Yahudi, dan Nabi menggadaikan seuah baju besi kepadanya .” (HR. Bukhari dan Muslim) . dalam berhutang, seorang muslim hendaknya memperhatikan adab seperti berikut :
Pertama, hutang dilakukan apabila pihak yang memberi pinjaman menemuka saudaranya yang membutuhkan pinjaman, maka segera membantunya. Hal ini sesuai dengan firman Allah :
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (Q.S Al-Maidah: 2).
Kedua, pemberi pinjaman tidak boleh mengambil imbalan bersyarat atas jasa pinjamannya. Mislanya dengan syarat pengembalian yang lebih dari pokok pinjaman, maka kelebihan itu adalah riba yang tidak diperbolehkan. Hal ini sesuai dengan kaidah :
“Setiap manfaat bersyarat yang diterima peminjam itu riba”. Kecuali jika atas inisiatif orang yang meminjam tanpa diperjanjikan, maka dianggap boleh.
Ketiga, peminjam boleh meminjam, tetpi dengan itikad yang bersangkutan mampu menunaikan utangnya pada masa yang disepakati. Oleh karena itu, tidak diperkenankan meminjam dalam kondisi tidak mampu menunaikan pinjaman tersebut.
Keempat, semaksimal mungkin memenuhi kebutuhan finansial dan fasilitas dalam batas standar (sederhana/tidak berlebihan) agar tidak menyebabkan deficit berhutang.
Adab-adabtersebut diatas yang hendalknya diterapkan oleh para muslim. Serta senantiasa memiliki sesuatu karena kebutuhan. Sebaliknya berbelanja tanpa kebutuhan, memiliki sesuatu yang tidak dibutuhkan bukan dari adab Islam.
Editor : Renilda Pratiwi