Jakarta, Oerban.com – Umum Partai Gelora Indonesia, Anis Matta, menyatakan jika saat ini Indonesia sedang berada di persimpangan sejarah, karena posisinya sebagai bangsa sedang rapuh, baik secara nasional maupun global.
Hal ini akibat terjadinya krisis kepemimpinan, dimana para pemimpin tidak bisa memanfaatkan krisis sebagai peluang, melainkan hanya dilihat sebagai ancaman belaka.
“Coba bayangkan Covid-19 ini pada mulanya muncul di China. Ketika kita mulai konsumsi vaksin juga dari China, meskipun menggunakan vaksin dari negara lain. Kita ini korban pandemi, tapi konsumen vaksin yang diproduksi oleh negara pandemi berasal,” kata Anis dalam keterangannya, Sabtu (27/3).
“Ini menjelaskan betapa rapuhnya posisi kita secara nasional dan sebagai bangsa, karena kita tidak mempunyai peta jalan yang jelas. Inilah yang saya maksud Indonesia sedang berada di persimpangan jalan,” tambahnya.
Menurut Anis, Indonesia seharusnya bisa memanfaatkan krisis akibat pandemi Covid-19 sebagai peluang, bukan ancaman. Dengan begitu diharapkan dapat menjadi bagian dari kepemimpinan dunia yang sejajar dengan Amerika Serikat (AS), Uni Eropa, Rusia dan China.
Pada 2013 lalu, Anis menuliskan sebuah buku yang berjudul Gelombang Ketiga. Dalam buku tersebut, dibahas mengenai jalan apa saja yang telah dilalui Indonesia dan akan kemana di masa mendatang
“Itulah peta jalan yang harus kita rumuskan bersama,” jelas Anis merujuk isi buku Gelombang Ketiga.
Dengan peta jalan tersebut, lanjutnya, peluang Indonesia untuk muncul sebagai kekuatan kelima dunia terbuka. Apalagi pandemi Covid-19 ini telah mendisrupsi tatanan kehidupan secara global, yang membuat tidak efektifnya kepemimpinan global saat ini.
Akibatnya China muncul sebagai kekuatan baru, dimana yang tadinya ekonomi dunia dikuasai AS-Uni Eropa mencapai 80 persen, sekarang tinggal 40-60 persen.
“Asia muncul sebagai kekuatan ekonomi baru, dan china menjadi penatang Amerika sehinga terjadi perang supremasi diantara mereka saat ini,” ujarnya.
Kondisi ini, kata Anis, harus dimanfaatkan dan dilihat sebagai peluang untuk menjadi kekuatan lima besar dunia. Faktanya Indonesia juga sebagai negara G-20 dan GDP diatas 1 triliun dollar.
“Pencapaian Indonesia sebagai negara modern sudah bagus, tapi pencapaian itu tidak berimbang dengan potensi yang dimiliki. Potensi kita terlalu besar, tetapi pencapaian kita terlalu kecil. Ini yang sering saya sebut, langit kita terlalu tinggi, tapi kita terbang terlalu rendah,” katanya.
Anis berpandangan tren sejarah Indonesia dari waktu ke waktu harusnya naik. Jika sekarang Indonesia menjadi negara modern yang secara ekonomi sudah cukup kuat, maka sekarang saatnya menjadi bagian dari kepemimpinan dunia.
Agar Indonesia efektif masuk dalam kekuatan lima besar dunia, yang harus diubah terlebih dahulu adalah mentalitas rakyatnya. Menjadi mentalitas pemenang dan pelaku sejarah peradaban baru Indonesia secara global.
Saat ini krisis narasi dan kepemimpinan yang terjadi di Indonesia harus segera diatasi, dan momentumnya sekarang. Setidaknya Indonesia memiliki tiga alasan untuk menjadi kekuatan lima besar dunua, yakni sejarah, landscap politik global, dan kondisi nasional saat ini.
“Hal ini akan menjadi energi perubahan yang positif bagi pelaku dan perawi sejarah masa depan Indonesia. Yakni satu cita-cita sosial, politik dan peradaban baru yang sama. Inilah waktunya kita masuk gelombang ketiga dalam sejarah kita,” pungkas Anis.
Editor: Renilda Pratiwi Yolandini