Jakarta, Oerban.com – Anggota DPR yang juga Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid, menyesalkan berbagai pihak di luar MPR yang masih bermanuver dan mewacanakan hal inkonstitusional perpanjangan masa jabatan Presiden, dengan amandemen UUD NRI 1945 via referendum atau dengan dekrit Presiden.
Padahal, kata Hidayat, ditengah pandemi Covid-19 yang semakin mengkhawatirkan, mestinya semua manuver, langkah dan kebijakan yang ditempuh adalah yang konstitusional dan membantu bangsa dan negara, sebagai kontribusi konstruktif untuk menyelamatkan Bangsa dan Negara dari covid-19 dan segala dampaknya.
Karenanya, HNW sapaan akrabnya, mengkritisi berbagai usulan dari politisi dan para aktivis yang menginginkan Presiden Joko Widodo menerbitkan dekrit untuk menambah masa jabatan presiden karena kondisi darurat Covid-19.
“Selain itu inkonstitusional, juga tak sesuai dengan fakta global terjadinya covid-19 seperti di AS, New Zealand dan Iran, tapi tak dipakai sebagai alasan untuk merubah konstitusi maupun untuk memperpanjang masa jabatan Presiden,” jelasnya seperti dilansir laman Fraksi PKS pada Sabtu (3/7).
HNW melanjutkan, manuver itu sering disebut sebagai kelanjutan dari skenario inkonstitusional yang dilontarkan sebelumnya, seperti melalui pembentukan Seknas dan usulan Referendum untuk mengubah UUD NRI 1945 demi memperpanjang masa jabatan Presiden.
HNW menyebutkan, ada yang melontarkan wacana perpanjangan tahun masa jabatan dengan ditambah 2 atau 3 tahun, dengan alasan bahwa dulu Presiden Habibie dan Soeharto dan Soekarno juga tidak per 5 tahunan dan lain sebagainya. Padahal peristiwa terkait Presiden Soekarno, Soeharto dan Habibie, semuanya terjadi pada era UUD 45 pasal 7 yang belum diamandemen, yang memungkinkan adanya celah itu.
Terkait hal tersebut, HNW menjelaskan jika kondisi konstitusionalnya sekarang sudah berubah, yang berlaku sekarang adalah UUD NRI 1945 pasal 7 hasil perubahan, yang sangat jelas dan tegas memberikan pembatasan masa jabatan Presiden hanya 2 periode saja, dan setiap periodenya adalah 5 tahun.
HNW menilai bahwa manuver dan skenario-skenario inkonstitusional semacam ini bukan hanya tidak sesuai dengan komitmen taat konstitusi, spirit demokrasi, dan cita-cita Reformasi, tetapi juga tidak sesuai dengan prinsip tata krama dan kepatutan karena tetap ngotot dilakukan hal inkonstitusional di tengah ketidakberhasilan Negara atasi pandemi covid-19, ditengah keprihatinan Bangsa berkutat atasi darurat nasional pandemi covid-19.
“Semestinya dalam suasana Covid-19 yang makin mencekam, apalagi Pemerintah akhirnya mengeluarkan PPKM Darurat, mestinya semua pihak berkontribusi atasi masalah dengan melakukan manuver politik yang menentramkan dan menghadirkan solusi, agar Rakyat tidak bingung dan tidak resah. Agar Rakyat makin kuat imunitas tubuhnya yang bisa menguatkan dan menyehatkan tubuh, sehingga tidak mudah menjadi korban covid-19. Agar Negara sukses laksanakan kewajibannya lindungi dan selamatkan seluruh Rakyat Indonesia,” jelasnya.
Dia menegaskan, berlomba membuat manuver-manuver yang tidak sesuai konstitusi seperti perpanjangan masa jabatan Presiden, selain inkonstitusional, itu juga meresahkan Rakyat, yang bisa menggerus imunitas fisik mereka, yang bisa membuat mereka mudah terpapar covid-19.
Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengajak semua pihak untuk bahu membahu berkontribusi fokus mengatasi penyebaran Covid-19, dan makin banyaknya korban berjatuhan yang semakin mengkhawatirkan, serta mengawal dan mengingatkan Pemerintah untuk serius agar sukses atasi bencana nasional covid-19 dengan penerapan PPKM darurat di berbagai daerah zona merah.
HNW mengatakan bahwa yang dibutuhkan Rakyat saat ini adalah bantuan dan solusi untuk realisasi kebijakan penanganan Covid-19 yang lebih efektif. Agar keselamatan dan kesehatan rakyat menjadi prioritas utama, dibanding perpanjangan masa jabatan Presiden dan hal-hal lainnya.
“Banyak sekali rakyat yang membutuhkan bantuan kongkret untuk atasi covid-19 dengan berbagai dampaknya, dibanding harus berdebar-debar mendengar manuver-manuver politik inkonstitusional untuk memperpanjang masa kekuasaan Presiden dengan berbagai skenario dan dalih inkonstitusional tersebut,” ujarnya.
Dia mengungkapkan hingga saat ini tidak ada usulan resmi ke MPR yang memenuhi syarat untuk amandemen UUD NRI 1945, dan MPR sendiri tidak mempunyai agenda untuk melakukan amandemen UUD NRI 1945 terkait perpanjangan masa jabatan Presiden dengan dalih apa pun, serta MPR juga tidak punya agenda mengubah UUD agar menjadikan MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara agar kembali mempunyai hak konstitusional memilih Presiden.
Wacana-wacana liar dan inkonstitusional semacam itu, kata HNW, tidak masuk ke dalam agenda MPR, apalagi di tengah pandemi Covid-19 yang semakin parah ini.
“Jadi tidak ada agenda amandemen perpanjangan masa jabatan Presiden atau perubahan cara pemilihan Presiden, sekalipun ada Covid-19. Di MPR juga tidak ada usulan legal soal memperpanjang masa jabatan Presiden dengan dalih apapun, yang memenuhi persyaratan konstitusional sebagaimana diatur dalam UUD NRI 1945 pasal 37 ayat (1) dan ayat (2),” terangnya.
Terakhir, Petinggi PKS ini menegaskan bahwa semua usulan perpanjangan masa jabatan itu baik dengan referendum maupun dekrit, maupun akal-akalan lainnya, semuanya tidak mempunyai landasan konstitusional yang sesuai dengan spirit Reformasi, yang bisa diterima dan didukung oleh sekurang-kurangnya 1/3 anggota MPR sebagaimana ketentuan Pasal 37 ayat (1) UUD NRI 1945, agar bisa diusulkan ke Rapat Paripurna MPR.
“Kami di MPR karena covid-19, justru fokus pada kerja-kerja konstitusional agar Presiden Jokowi juga tetap tegak lurus dengan ketentuan konstitusi dan tidak tergiur dengan manuver-manuver inkonstitusional yang telah berulangkali beliau tolak, dan agar Pemerintah maksimal melaksanakan amanat konstitusi yaitu melindungi seluruh Rakyat Indonesia termasuk dari bahaya pandemi Covid-19 ini,” pungkas HNW.
Editor: Renilda Pratiwi Yolandini