Jakarta, Oerban.com – Fraksi Partai NasDem DPR RI menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Mengurai Silang Sengkarut Data dan Penyaluran Bantuan Sosial di Masa Pandemi Covid 19” secara daring, Selasa (5/10).
Pembicara dalam FGD tersebut di antaranya Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) Komisi VIII DPR RI Fraksi Partai NasDem, Lisda Hendrajoni (Keynote Speech), Kepala Pusdatin Kemensos, Agus Zainal Arifin, dan Direktur Bisnis Mikro BRI yang mewakili Himpunan Bank Negara (Himbara), Supari.
Dalam kesempatan tersebut Lisda mengatakan, pandemi Covid 19 merupakan permasalahan yang kompleks, tidak hanya sebagai persoalan kesehatan tetapi juga menyentuh segala lini kehidupan.
“Jika ditelisik satu persatu kita akan menemukan berbagai fakta mengejutkan, mulai dari perekonomian negara yang mengalami kontraksi cukup dalam, sampai masalah penyaluran bantuan sosial (bansos),” ujar Lisda.
Legislator NasDem itu mengatakan pemerintah telah mengeluarkan banyak paket kebijakan sejak awal pandemi Covid 19. Di antaranya, Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Sosial Tunai (BST), dan bantuan sembako.
“Selama tahun 2020 pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebanyak Rp695,2 triliun untuk mengurangi dampak pandemi Covid 19, sedangkan tahun 2021 mengalokasikan program penanggulangan Covid 19 dan pemulihan ekonomi nasional (PEN) sebanyak Rp744,75 triliun,” ujarnya.
Namun, lanjut Lisda, masih banyak masalah dalam realisasi berbagi program pemerintah tersebut. Seperti, ketidakakuratan data penerima bansos, keterlambatan distribusi ke Kelompok Penerima Manfaat (KPM), serta penyalahgunaan dan penyelewengan bansos.
“Ketidakakuratan data, duplikasi data penerima bantuan, data ganda yang disebabkan belum sinkronnya data kependudukan masih banyak ditemukan. Ditemukan juga keterlambatan penyaluran bantuan melalui Bank Himbara. Contohnya sebanyak empat ribu KPM di Bandung, delapan ribu KPM di Jember yang belum menerima bansos sejak dianggarkan Maret 2020,” jelas Lisda.
Terkait temuan penyalahgunaan dan penyelewengan penyaluran bansos di daerah, Lisda meminta pemerintah segera memperbaiki sistem sehingga hal tersebut tidak terulang.
“Terdapat pemotongan bantuan KPM oleh oknum pendamping. Misalnnya kasus penyelewengan Rp800 juta di Tangerang yang ditangani kepolisian dan kejaksaan. Jadi dengan dalih macam-macam, ada yang KPM tidak mengambil langsung misalnya, dana tersebut kemudian dijadikan satu diambilkan pendampingnya,” tambahnya.
Dari berbagai permasalahan tersebut, Lisda mendorong pemerintah agar mengurai satu persatu masalah. Pertama perbaikan sistem pendataan dimulai dari tingkat desa melalui digitalisasi lalu terhubung dengan pencatatan data kependudukan, dan selanjutnya secara rutin melakukan verifikasi dan validasi data. Kedua pemetaan stakeholder atau pemangku kepentingan.
“Sekarang sudah lebih cepat lagi, sebelumnya per enam bulan update data, kalau sekarang alhamdulillah per satu bulan. Perangkat desa dan pendamping yang tergabung dalam tim yang bertanggung jawab terhadap pembaharuan dan juga penyaluran bantuan,” tuturnya.
Ditelisik secara mendalam persoalan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) menjadi rujukan dalam mengidentifikasi KPM. Kendati data senantiasa direkonstruksi, direformulasi, disempurnakan menuju data yang valid tetapi masih ditemukan berbagai permasalahan di lapangan.
“Kendala penyaluran yang ditemukan antara lain, keterlambatan pencairan dana, pemblokiran kartu, kartu yang belum terdistribusi, kesalahan data, buku tabungan belum terdistribusi, e-wallet (layanan elektronik) yang tidak aktif, dan KPM yang meninggal atau pindah. Namun, untuk KPM meninggal ini juga masih terus kita berikan masukan. Karena misalnya yang meninggal orang tuanya, sementara anaknya justru harus mendapatkan perhatian yang lebih lagi karena anaknya menjadi yatim atau yatim piatu,” papar Lisda.
Wakil rakyat dari Dapil Sumatera Barat I (Kabupaten Pesisir Selatan, Solok, Sijunjung, Tanah Datar, Kepulauan Mentawai, Dharmasraya, Solok Selatan, Kota Padang, Kota Solok, Kota Sawahlunto, dan Kota Padangpanjang) itu berharap, masukan dari seluruh komponen masyarakat bisa mendorong segera diperbaiki DTKS, agar seluruh masyarakat benar benar mendapatkan keadilan dan kesejahteraan.
Editor: Renilda Pratiwi Yolandini