Oleh : MAHYUDI
Aktivis KA KAMMI Jambi
Kursi Wagub Jambi yang kosong jelas akan selalu menjadi diskursus yang menarik untuk dicermati. Meskipun bursa nama-nama calon pengganti Fachrori Umar (FU) sudah bersliweran di ranah publik namun harus di akui bahwa gaungnya sedikit tertutupi oleh Pilpres dan Pileg 2019 atau bahkan sengaja di segel oleh para elit parpol pengusung Zola – Fachrori sendiri. Membiarkan isu kursi wagub tetap menjadi bola liar. Guna saling mengukur kekuatan dan penjajakan kepentingan.
Mengapa Penulis berpendapat demikian? Setidaknya ada beberapa alasan yang bisa di jadikan pegangan. Pertama, Penulis mencoba mengambil referensi dari statemen Ketua DPW Nasdem Provinsi Jambi–Agus Roni–yang menyatakan bahwa perbedaan nomer kamar antara PAN dan Nasdem dalam menjadi salah satu problemnya. Sebagaimana di ketahui bahwa PAN masuk dalam koalisi Prabowo-Sandi sedangkan Nasdem, Hanura dan PKB berada dalam gerbong Jokowi-Ma’ruf (Tribun Jambi, 14 Maret 2019).
Nasdem beranggapan bahwa isu wagub Jambi sangat berpengaruh dalam hal elektabilitas Capres-Cawapres jagoan nya sehingga tidak mudah meyakinkan DPP Nasdem untuk mengambil keputusan terkait sosok pengganti FU. Sikap blak-blakan ini jelas membuktikan bahwa kursi Wagub akan tetap kosong setidaknya hingga penetapan Capres-Cawapres terpilih.
Penulis sangat bisa memahami mengapa Nasdem berani bersikap seperti itu? Terkesan jumawa. Ya karena faktor FU sebagai Gubernur merupakan kader Nasdem yang harus di timbang selera nya oleh PAN dan parpol pengusung lainnya. Atau juga karena memang elektabilitas Jokowi-Ma’ruf masih dalam level mengkhawatirkan di Jambi. Maka dari itu Nasdem tidak mau terburu-buru melakukan kalkulasi terkait kursi wagub. Yang ada hanya perang total buat elektabilitas Capres 01.
Kedua, kursi Wagub sengaja di jadikan alternatif batu lompatan bagi elit Parpol yang gagal lolos ke parlemen. Para Elit Parpol PAN-Nasdem-PKB dan Hanura sengaja mendelay kritalisasi kesepakatan sosok pengganti FU. Tujuannya agar konsentrasi dan amunisi para elit yang sedang berjuang di Pileg tidak terpecah. Seandainya mereka lolos sebagai wakil rakyat berarti kursi Wagub bisa di lupakan tapi jika tidak lolos maka kursi Wagub akan menjadi target incaran selanjutnya.
Ketiga, tiarapnya para loyalis dinasti politik. Berurusannya Zola dan aleg – aleg provinsi Jambi denga KPK tentunya memberikan efek dahsyat bagi para loyalis. Loyalis disini bukan terbatas dlm lingkaran elit parpol, namun bisa juga tokoh-tokoh berpengaruh, bisa juga ASN, bisa juga aktivis sosial, para pengusaha dan banyak lagi. Sejenak mereka melupakan dan mundur teratur dari hingar-bingar politik di gedung yang di depannya ada patung Pahlawan Nasional Sultan Thaha gagah tegak berdiri. Mungkin banyak loyalis mencari tempat bergantung yang lain dalam momen Pilpres kali ini. Menjadi bagian tim sukses dari masing-masing pasangan Capres-Cawapres dan bisa juga menjadi Caleg Parpol.
Seandainya situasi normal, peran para loyalis ini tidak bisa di anggap remeh. Mereka dipastikan akan mewarnai kontestasi kursi Wagub Jambi yang kosong. Memberikan masukan serta informasi seputar langkah lawan politik. Menggerakkan massa jika di perlukan. Menggiring opini sesuai keinginan trah dinasti guna menggolkan sosok jagoannya.
Akhir kata, Penulis berharap tentu yang terbaik dari para elit. Menjalankan fungsi politik dengan mengedepankan kepentingan rakyat. Bukan kepentingan kelompok dan golongannya. Bagaimanapun kesejahteraan masyarakat Jambi harus menjadi prioritas. Pemerataan pembangunan jangan sampai terkendala hanya karena Gubernur keteteran menjalankan roda pemerintahannya. Disinilah letak pentingnya posisi Wagub sebagai pendamping yang berjuang bersama Gubernur menuntaskan janji kampanye nya saat Pilgub yang lalu. Mudah-mudahan, perbedaan kepentingan dan pilihan politik tidak menjadi penghambat proses penunjukan sosok yang tepat sebagai pengganti FU. Semoga..