email : [email protected]

28 C
Jambi City
Friday, November 22, 2024
- Advertisement -

Singgung Parpol yang Transaksikan Kapasitas dengan Popularitas, Fahri Hamzah: Tragis

Populer

Jakarta, Oerban.com – Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Fahri Hamzah mengatakan, para politisi sedang mengalami krisis kepercayaan diri yang sangat dalam, sehingga mereka merasa tidak pantas untuk memimpin negeri ini.

Krisis yang dialami tersebut, lanjut Fahri, adalah krisis kepemimpinan yang sangat luas, sehingga konsep-konsep dasar kepemimpinan dalam negara demokrasi tidak dikenal sama sekali oleh para politisi.

Menurut mantan Wakil Ketua DPR itu, dalam sejarah demokrasi modern, partai politik adalah dilahirkan dan melahirkan para pemikir pemikir besar di seluruh dunia demokrasi.

Namun yang terjadi saat ini, kata dia, para politisi justru sibuk mentransaksikan popularitas orang-orang dengan kapasitas yang seharusnya lahir dari rahim partai politik.

“Sungguh tragis bahwa partai politik tidak lagi memikirkan kelahiran para pemimpin besar itu, tapi justru menganggap bahwa popularitas adalah segala-galanya,” ucap Fahri melalui akun twitternya, Senin (30/5/2022).

Fahri menjelaskan, aliran-aliran besar di dunia justru dilahirkan oleh para filsuf yang akhirnya menjadi pemimpin politik yang sangat idealis.

Di Indonesia, tambah dia, Soekarno melahirkan partai nasionalis, Natsir melahirkan partai Masyumi dan Syahrir melahirkan partai sosialis. Mereka ini adalah orang-orang besar para pemikir kelas dunia.

Secara khusus, ucapnya, kita di Indonesia terpukau dengan terbentuknya negeri ini dari satu kerumitan dan keragaman yang luar biasa, namun dapat disederhanakan oleh pikiran-pikiran besar Soekarno dan para pemikir jenius di zamannya. Para pendiri bangsa.

Fahri mengungkapkan, dilema yang dihadapi oleh para pemimpin akhir zaman, yaitu matinya kepemimpinan itu sendiri. Pemimpin menjadi semakin teknis dan tidak punya pengertian tentang nilai-nilai Filosofis.

Di sisi lain, karena sistem Pemilu yang memberikan hak kepada seluruh rakyat untuk memilih, maka kemudian mereka berfikir berbondong-bondong menjadi populer atau mencari orang populer sebagai pemimpin. Isi otaknya belakangan.

Baca juga  Salah Satu Daerah di Prancis batalkan subsidi festival untuk mural wanita Muslim

“Inilah krisis terbesar yang kita miliki sekarang ketika lembaga lembaga yang harusnya melahirkan para pemimpin mengemis mencari orang orang populer untuk menjadi calon mereka. Dan mereka lunglai tidak percaya diri, merasa tidak pantas dan tak layak,” jelas Fahri.

Mantan aktivis 98 itu mengakui, popularitas memang faktor yang paling penting dalam keterpilihan seorang pemimpin demokrasi. Karena Keputusan itu ada di dalam kotak suara yang rahasia. Siapa yang dikenal tentu punya peluang paling besar untuk terpilih, tapi apakah popularitas menjamin kebaikan seorang pemimpin?

Sekali lagi, tegas Fahri, ini adalah tragedi dalam negara demokrasi kita melihat kematian pada tataran ide dan lalu kemudian kematian orang-orang.

“Tak ada lagi pemikiran mendalam yang ada hanya Bisikan Bisikan dangkal dan janggal,” pungkas Fahri Hamzah.

Editor: Renilda Pratiwi Yolandini

- Advertisement -

Artikel Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru