Jakarta, Oerban.com – Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati yang merilis soal harga Pertalite yang seharusnya dijual Rp. 17.200 per liter jika tanpa subsidi, mendapat sorotan Ketua DPD RI AA La Nyalla Mahmud Mattalitti.
Menurut La Nyalla, jika menggunakan kata ‘seharusnya’, maka rakyat Indonesia juga ‘seharusnya’ tidak miskin, dengan kekayaan sumber daya alam Indonesia yang melimpah, bila dikelola sesuai Pasal 33 UUD 1945.
“Jangan lagi pakai kata ‘seharusnya’, karena kalau pakai kata ‘seharusnya’, maka semua hal juga harus pada posisi ‘seharusnya’. Termasuk pendapatan per kapita masyarakat Indonesia, seharusnya tidak berada di bawah Singapura, Brunei, Malaysia dan Thailand di Asia Tenggara,” urai La Nyalla, Selasa (12/7/2022).
La Nyalla juga menyoroti penghasilan direksi dan komisaris Pertamina yang sebulan bisa mencapai miliaran rupiah, juga ‘seharusnya’ dikurangi jika dibanding dengan data yang menyatakan bahwa 150-an juta penduduk Indonesia berpenghasilan Rp. 30 ribu per hari.
“Data yang dirilis ekonom Anthony Budiawan jelas menyebut masih ada 150 juta lebih penduduk Indonesia dengan penghasilan 30 ribu rupiah per hari. Inikan juga ‘seharusnya’ meningkat, jika kita bicara menggunakan kata ‘seharusnya’,” beber La Nyalla.
Oleh karena itu, lanjutnya, membandingkan sesuatu itu harus apple to apple. Jangan bandingkan harga BBM dengan negara yang pendapatan per kapitanya jauh berbeda. Atau membandingkan dengan negara yang public transport-nya sudah beres.
La Nyalla meminta Pertamina fokus saja mengurangi biaya ‘kemahalan’ dalam due process business-nya. Sehingga menjadi lebih efisien. Dan jangan selalu menutupi business lost dengan dalih business judgment bukanlah sebuah kesalahan.
Terhadap kebijakan B-30, La Nyalla berharap Pertamina berani menolak jika memang tidak efisien dari segi bisnis. Jangan hanya untuk menyerap CPO pengusaha Sawit kesulitan masuk pasar Eropa, maka disubsidi menjadi program B-30.
“Sebab kalau nyata-nyata menguntungkan, sudah pasti kita bisa naikkan menjadi B-50 atau B-100. Tetapi ternyata kan B-100 menjadi lebih mahal dari solar murni yang diolah dari crude oil,” pungkasnya.
Seperti diberitakan, Nicke menyebutkan, jika mengikuti harga pasar, seharusnya Pertalite dijual Rp 17.200 per liter. Sedangkan harga solar campuran minyak sawit atau biodiesel (B30) seharusnya Rp 18.150 per liter.
Sementara saat ini, Pertamina menjual bensin dengan oktan 90 ini di harga Rp 7.650 per liter. Dan menjual Bio Diesel di harga Rp 5.150 per liter. Dengan kata lain, setiap liter Pertalite disubsidi negara Rp 9.550 per liternya. Sedangkan B-30 disubsidi Rp 13.000 per liternya. (*)
Editor: Renilda Pratiwi Yolandini