Jakarta, Oerban.com – Partai Solidaritas Indonesia (PSI) kembali kehilangan kader potensialnya. Terbaru, ada nama Michael Victor Sianipar, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PSI DKI Jakarta. Sebelumnya, terdapat sejumlah nama yang juga hengkang dari partai berlogo mawar tersebut, seperti Surya Tjandra, Tsamara Amany, dan Sunny Tanuwidajaja.
Terkait hal tersebut, Peneliti Bidang Politik The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), Ahmad Hidayah mengatakan bahwa keluar-masuknya kader partai politik bukan hal yang baru di Indonesia.
“Keluar masuknya kader partai politik itu bukan hal baru, apa lagi menjelang pemilu. Saya ingat jelang Pemilu 2019 lalu, sejumlah politisi juga pindah partai. Misal, Arif Suditomo yang dulunya Hanura pindah ke Nasdem. Lalu, ada Saan Mustopa yang sebelumnya Demokrat, pindah juga ke Nasdem,” jelas Ahmad dalam keterangan tertulis yang diterima Oerban, Kamis (8/12/2022).
Ahmad menjelaskan, bahwa terdapat beberapa faktor yang melandasi perpindahan politisi dari satu partai ke partai lainnya. Pertama, kekosongan jabatan politik. Bisa saja, politisi berpindah partai karena ditawarkan posisi yang lebih tinggi. Kedua, akses terhadap kebijakan. Terdapat beberapa kasus di mana seorang politisi tidak memiliki peran sentral dalam pengambilan keputusan partai.
Oleh karena itu, ada kemungkinan politisi menerima tawaran untuk berpindah partai ketika diberikan kewenangan yang lebih signifikan. Ketiga, keuntungan elektoral, yaitu keuntungan yang bisa didapatkan oleh seorang politisi ketika berpindah partai yang berupa perluasan akses terhadap sumber daya, pemilih, dan suara.
Lebih jauh, Ahmad juga menambahkan fenomena keluarnya kader-kader dari beragam partai politik pun merupakan hal yang wajar dalam dinamika politik, namun juga menunjukkan urgensi reformasi internal kelembagaan partai politik.
Terkait PSI, Ahmad menegaskan bahwa yang perlu disorot sebenarnya bukan hanya kader yang keluar dari PSI, tapi juga beberapa nama yang masuk ke PSI, misalnya Faldo Maldini yang saat ini menjabat sebagai Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara.
“Mungkin memang PSI kehilangan tokoh penting yang bertempur bersama di 2019, seperti Tsamara Amany misalnya. Tapi, masuk juga tokoh penting ke PSI yang bisa jadi opinion maker dan vote getter menuju 2024, seperti Faldo Maldini misalnya,” tambah Ahmad.
Ahmad juga berpendapat bahwa jika keluarnya kader PSI dikarenakan konflik internal partai, maka hal ini yang perlu untuk segera diwaspadai mengingat Pemilu 2024 yang sudah semakin dekat. Pasalnya, konflik yang tidak dikelola dengan baik dapat memberikan dampak buruk dari segi elektoral.
“Terdapat beberapa kasus di mana konflik internal partai politik berujung pada tidak lolosnya partai tersebut ke parlemen. Tentu ini tidak diharapkan oleh PSI. Untuk itu, penting bagi PSI saat ini fokus mempersiapkan kader-kader terbaiknya untuk bersiap dalam menghadapi Pemilu 2024 mendatang,” tutupnya.
Editor: Renilda Pratiwi Yolandini