email : [email protected]

24.8 C
Jambi City
Saturday, November 23, 2024
- Advertisement -

Bobroknya Industrialisasi Pendidikan, Studi Kasus Mahasiswi UNY

Populer

Kata industri erat kaitannya dengan aktivitas pabrik atau rekayasa barang mentah menjadi barang jadi, dengan tujuan utama profit. Seiring dengan perkembangan zaman, industri mulai merengsek ke berbagai sektor. Hal itulah yang kemudian disebut sebagai industrialisasi. Sejalan dengan pengertian menurut Kamus Cambridge yang menjelaskan, industrialisasi adalah proses pengembangan industri dalam sebuah negara.

Ekspansi industri juga menyasar dunia pendidikan, profitnya tak main-main, mengingat hal tersebut punya bargaining yang sangat tinggi. Hingga muncul lah berbagai macam startup seperti yang kita kenal dengan Ruang Guru, IndonesiaX, HarukaEdu, Arkademy, Zenius dan Quipper. Munculnya startup-startup tersebut adalah cermin jika pendidikan punya nilai jual yang tinggi.

Kini, nilai jual dan profit yang menjanjikan tersebut mulai memasuki pendidikan konvensional di sekolah maupun perguruan tinggi. Akibatnya, banyak para pemangku kebijakan yang memanfaatkan hal ini untuk meraih keuntungan yang sebesar-besarnya.

Kongkalikong dalam Dunia Pendidikan, Dikala Bisnis Melumat Idealis

Sebagai bagian penting dari pertaruhan untuk merubah nasib, pendidikan menjadi hal yang sangat fundamental. Tak ayal jika orang akan dengan mudah memberikan semuanya demi pendidikan, mulai dari tenaga, waktu, bahkan uang sekalipun.

Dewasa ini pendidikan mulai umum dengan pragmatisme, hingga tak heran lagi jika bisnis jadi orientasi utama banyak pemangku kebijakan. Kasus yang paling anyar adalah OTT Rektor Unila, terkait dugaan suap penerimaan mahasiswa baru. Kasus ini juga melibatkan banyak pejabat penting, dari kepala dinas sampai anggota DPR RI juga ikut terseret.

Kasus Rektor Unila hanya satu contoh kecil gambaran dunia pendidikan Indonesia, di luar sana masih banyak lagi kasus-kasus lainnya yang tidak terekspos. Bahkan saat ini sendiri, gelar sarjana dan profesor bisa diperjualbelikan. Jika negara tak mampu merubah situasi semacam ini, maka ke depannya esensi pendidikan akan pudar dan hilang.

Baca juga  Kapoksi NasDem Komisi X Minta Pemerintah Tinjau Ulang Rencana Pengenaan Pajak Pendidikan

Kongkalikong dalam dunia pendidikan sendiri tidak hanya sebatas penerimaan mahasiswa baru, penerimaan beasiswa berprestasi pun dapat diatur-atur sesuai kehendak, tergantung dari seberapa jauh relasi uang dan kuasa yang dimiliki.

Lebih dari itu, kini sekolah dan perguruan tinggi ramai-ramai dan kompak mengedepankan uang sebagai syarat jika ingin mengenyam pendidikan. Sila ke-5 bagai tak ada artinya, pendidikan lebih condong pada mereka yang kelas ekonominya menengah ke atas.

Mengulas Kasus Riska, Mahasiswi UNY yang Tak Mampu Bayar Kuliah hingga Wafat

Baru-baru ini dunia maya gempar dengan sebuah kasus meniggalnya mahasiswi Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Riska Fitri Aningsih, yang berjuang membiayai kuliah hingga akhirnya tutup usia. Perjuangannya untuk mendapatkan keringanan biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) senilai RP. 3,14 juta begitu sulit didapatkan hingga menjelang wafatnya ia ditemukan kritis di rumah sakit akibat penyakit hipertensi berat.

Kisah perjuangannya viral sejak diunggah oleh temannya Ganta Semendawai di akun twitter @rgantas 11 Januari lalu. Di sana ia menceritakan bagaimana perjuangan seorang perempuan yang memiliki mimpi dan tekad menggapai sarjana namun terkendala dengan ekonomi.

Perempuan asal Purbalingga itu berjuang membiayai kuliah dengan kondisi orang tua yang hanya berjualan gerobak sayur di pinggir jalan sementara harus menghidupi Riska dan empat orang adiknya. Maka wajar saja ekonomi mereka tergolong pas-pasan dan sulit untuk membiayai perkuliahan Riska.

Pada kondisi tersebutlah Riska tidak berhenti berjuang melanjutkan perkuliahannya. Bahkan untuk membayar UKT dibantu melalui patungan dosen dan teman-temannya. Sempat pula Riska cuti kuliah serta bekerja part time demi membayar UKT nya.

Kisah Riska tersebut bukanlah satu-satunya yang terjadi di Indonesia. Banyak kejadian serupa terjadi, UKT mencekik yang tidak relevan dengan kondisi perekonomian seseorang. UNY juga bukan satu-satunya dengan kasus demikian walau berdasarkan hasil temuan @unybergerak didapatkan informasi bahwa berdasarkan angkat yang disebar kepada ribuan mahasiswa, sekitar 97% menyatakan keberatan dengan besaran UKT yang didapat.

Baca juga  ARAH PENDIDIKAN DI JAMBI : MENGEMBALIKAN KEJAYAAN UNIVERSITAS CANDI MUARO JAMBI

Problematika sistem pendidikan ini agaknya perlu ditinjau kembali secara menyeluruh. Mengingat dalam Pasal 31 Ayat 1 UUD 1945 disebutkan bahwa, “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.” Namun faktanya masih banyak masyarakat yang tidak mendapatkan hak tersebut.

Faktor permasalahan tersebut ialah ekonomi. Pendidikan yang telah menjadi “bisnis” industri tersebut telah mengubur banyak mimpi dan hak warga untuk mendapatkan pendidikan. Maka tidak heran jika berbagai persoalan negeri sulit teratasi sebab titik sentral yang urgensi, ialah pendidikan, belum selayaknya berjalan dengan baik di negeri seribu pulau ini.

Ada salah satu tawaran solusi. Meminjam dari Sabda PS, seorang praktisi pendidikan dari Zenius Education, pemerintah dan stakeholder seharusnya membuat suatu inovasi dalam mengatasi pelajar yang terkendala ekonomi untuk mendapatkan pendidikan. Ia menyebutnya sebagai digital wallet.

Digital wallet ialah sebuah dompet yang diprogram digital, diakses oleh pelajar atau guru untuk dipergunakan dalam proses pendidikannya. Platform ini dapat dijadikan salah satu solusi sebab bagi pihak yang ingin memberikan sumbangsih donasinya untuk membantu pelajar yang kesulitan ekonomi, ia dapat membantu dengan menyalurkan dana pada platform ini. Tentunya digital wallet ini luar dari pada Dana Bos atau program lainnya yang diperuntukkan bagi instansi bukan individu.

Di luar ide itu semua, semoga sistem pendidikan kembali ditelaah dan diperbaiki guna meminimalisir terjadinya kasus-kasus yang telah banyak ditemui. Hingga harapannya, Pasal 31 Ayat 1 pada UUD 1945 tidak hanya sekadar wacana, ia hadir demi mewujudkan cita-cita Indonesia yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945:

“Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia….”

Zuandanu Pramana, Pimpinan Redaksi Oerban.com

Baca juga  Kapoksi NasDem Komisi X Minta Pemerintah Tinjau Ulang Rencana Pengenaan Pajak Pendidikan
- Advertisement -

Artikel Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru