email : [email protected]

24.1 C
Jambi City
Sunday, November 24, 2024
- Advertisement -

Menyoal Kisruh Rangkap Jabatan Pegawai Kemenkeu

Populer

Pasca viralnya kasus kekerasan anak pegawai Ditjen Pajak, Mario Dandy yang menganiaya anak petinggi GP Ansor David Ozora hingga koma dan tak sadarkan diri, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terus-terusan menjadi pusat perhatian publik hingga saat ini. Teranyar, kementerian yang dipimpin oleh Sri Mulyani itu dipersoalkan karena adanya puluhan pegawai yang rangkap jabatan di berbagai BUMN.

Bersamaan dengan hangatnya perdebatan soal rangkap jabatan, Kemenkeu juga diterpa isu perputaran uang janggal sejumlah Rp300 triliun, yang belakangan diketahui sebagai tindak pidana pencucian uang. Isu ini dihembuskan pertama kali oleh Menko Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. Dugaan adanya tindak pidana pencucian uang tersebut masih terus diselidiki oleh KPK, kejaksaan hingga kepolisian.

Mahfud menyebut, transaksi uang sebesar Rp300 triliun yang janggal di Kemenkeu telah terendus sejak tahun 2009 silam, paling banyak berasal dari dua direktorat yang mengurusi soal pajak dan bea cukai.

“Saya sudah dapat laporan terbaru tadi pagi, malah ada pergerakan mencurigakan senilai Rp 300 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan yang sebagian besar ada di Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai,” kata Mahfud pada 8 Maret lalu, dilansir dari laman Kompas.

Rangkap Jabatan Pegawai: Tumpang Tindih Kepentingan Hingga Riskan Penyalahgunaan

Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) dalam temuannya mengatakan, ada 39 pegawai Kemenkeu yang merangkap jabatan di BUMN. Selain itu, Fitra juga mencatat bahwa negara melalui BUMN, secara akumulatif membayar para pejabat yang merangkap jabatan sebagai komisaris setidaknya Rp180 miliar per tahun.

Sekretariat Nasional (Seknas) Fitra, Gulfino Guevarrato menilai, rangkap jabatan dapat menimbulkan konflik kepentingan pada pejabat Kemenkeu yang berperan krusial mengelola anggaran negara.

“Kami justru melihatnya bahwa pendistribusian ASN (aparatur sipil negara) ke komisaris BUMN itu sebagai bagi-bagi jabatan, bagi-bagi kue. Pengawasan itu alasan yang dibuat-buat saja, gimmick saja karena kinerja BUMN tetap compang-camping,” kata Gulfino seperti dikutip dari laman BBC News Indonesia, Rabu (8/3/2023).

Membantah alibi Kemenkeu yang menyatakan rangkap jabatan sebagai salah satu bentuk pengawasan, Gulfino menegaskan jika menempatkan pejabat pemerintah sebagai komisaris sama sekali tidak ada urgensinya. Adapun, ia menjelaskan jika fungsi pengawasan bisa dilakukan dengan pendekatan lain.

Senada dengan Fitra, anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika mendesak pemerintah segera menindaklanjuti kasus-kasus rangkap jabatan yang ia sebut sebagai maladministrasi.

Terlebih, sejumlah pejabat Kementerian Keuangan kini tengah disorot publik karena memamerkan gaya hidup mewah.

Fitra dan Ombudsman RI menyatakan bahwa aparatur negara dilarang merangkap jabatan.

Menurutnya, rangkap jabatan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Pada pasal 17a disebutkan bahwa pelaksana pelayanan publik “dilarang merangkap sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha bagi pelaksana yang berasal dari lingkungan instansi pemerintah, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah”.

Zuandanu Pramana, Pimpinan Redaksi Oerban.com

- Advertisement -

Artikel Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru