email : [email protected]

28 C
Jambi City
Friday, November 22, 2024
- Advertisement -

Bagaimana Transaksi Murabahah Diterapkan oleh Perbankan Syariah?

Populer

Murabahah merupakan akad dalam syariah Islam yang menetapkan harga produksi dan keuntungan ditetapkan bersama oleh penjual dan pembeli. Sehingga skema akad murabahah adalah transparansi penjual kepada pembeli. Pembiayaan murabahah membuat pembeli mengetahui harga produksi suatu barang dan besaran keuntungan penjual.

Sedangkan akad murabahah dalam perbankan syariah yaitu perjanjian antara nasabah dan bank dalam transaksi jual beli dimana bank membeli produk sesuai permintaan nasabah, kemudian produk tersebut dijual kepada nasabah dengan harga lebih tinggi sebagai profit bank. Dalam hal ini, nasabah mengetahui harga beli produk dan perolehan laba bank.

Jual beli murabahah, biasanya diistilahkan oleh pihak perbankan syari’ah sebagai profit and
lost sharing, yaitu praktik berbagi keuntungan dan/kerugian atas resiko usaha antara pihak
pemodal (nasabah) dengan pihak yang dimodali (bank). Praktik murabahah ini didasarkan pada keputusan Fatwa DSN MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah.

Sebagaimana dulu pernah disampaikan, bahwa bai’ murabahah merupakan mekanisme jual beli alternatif pengganti dari sistem kredit (utang) yang biasa dipakai oleh perbankan konvensional berikut sistem riba utang (riba nasiah). Produk murabahah merupakan produk pembiayaan (funding) yang paling banyak diterapkan oleh Perbankan Syariah dalam berbagai aktivitasnya. Berdasarkan laporan Buku Standart Produk Murabahah yang diterbitkan oleh Departemen Perbankan Syariah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), diakui bahwa 60 persen produk pembiayaan perbankan syari’ah bergantung pada produk murabahah ini. Inilah makanya, untuk kasus perbankan syari’ah, selalu berkaitan dengan praktik diferensiasi murabahah ini.

Murabahah diterapkan melalui mekanisme jual beli barang secara cicilan (muajjalan) dengan penambahan margin keuntungan bagi bank. Margin ini sifatnya adalah tetap (konstan), meski terdapat keterlambatan cicilan dari pihak yang diberi modal oleh perbankan. Ini yang membedakannya dari sistem bunga pada perbankan konvensional yang akan senantiasa bertambah seiring waktu berjalan. Hanya saja, kemudian ada beban ta’zir (denda) yang nantinya akan diberlakukan oleh perbankan syariah kepada nasabah yang dimodali tersebut sebagai akibat dari keterlibatannya.

Baca juga  Adab Berhutang Menurut Islam

Dalam Fatwa DSN MUI No. 4 Tahun 2000, produk pembiayaan murabahah diperkenalkan
seiring dengan kebutuhan masyarakat terhadap bantuan penyaluran dana dari bank, dengan minat bebas riba. Untuk menampungnya, akhirnya ditawarkan praktik jual beli. Dalam praktik jual beli ini, bank syariah berperan selaku penjual, sedangkan nasabah / masyarakat yang membutuhkan berperan sebagai pembeli. Adapun kesepakatan harga dibangun dengan kesepakatan antara keduanya, sehingga harga beli barang sudah ditentukan besarannya di muka. Harga beli ini sudah ditambah dengan keuntungan bagi bank atas barang yang dijual tersebut sebagai laba jual-beli. Selanjutnya, pembeli membeli barang tersebut dengan harga cicilan.

Bisa kita pahami bersama bahwa produk bank syariah yakni murabahah tersebut tentu baik digunakan atau diterapkan di Indonesia dengan melihat skema dan system yang diberlakukan, sehingga kepercayaan masyarakat bisa kuat terhadap perbankkan syariah. Tapi perlu kita sadari juga bisa saja ada sisi yang bisa dimainkan oleh perbankkan semacam pihak penjual (bank) tidak jujur terhadap pembeli (nasabah) dengan tidak mengatakan harga pokok yang sebenarnya atau dengan memberikan harga yang lebih tinggi kepada nasabah dengan mengatakan sudah termasuk perhitungan margin keuntungan.

Penulis: Abdul Rohman Siddiq, Mahasiswa Universitas Jambi

- Advertisement -

Artikel Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru