email : [email protected]

29.1 C
Jambi City
Friday, November 22, 2024
- Advertisement -

Tuding Kampus Ugal-ugalan soal Kebijakan Wajib Ma’had, Ratusan Mahasiswa UIN WS Kepung Gedung Rektorat

Populer

Semarang, Oerban.com – Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) UIN Wali Songo menggelar aksi menolak adanya aturan wajib Ma’had bagi mahasiswa baru angkatan 2023/2024, di depan Gedung Rektorat UIN Wali Songo (WS), pada Rabu (9/8/2023).

Aksi ini dihadiri oleh ratusan mahasiswa yang diwarnai dengan pembentangan spanduk protes serta penyampaian orasi secara bergantian.

Presiden Mahasiswa UIN WS, M. Faris Balya mengatakan, pihaknya mendapat beberapa laporan terkait permasalahan dalam kebijakan ma’had tahun ini.

Salah satunya, ungkap Faris, adalah mengenai mutu pelaksanaan yang tidak sesuai SOP dan buku panduan ma’had. Ia juga menegaskan jika terdapat banyak kecacatan dalam mutu pelaksanaan penyelenggaraan Ma’had Al-Jami’ah.

“Temuan dan laporan yang kami dapat tentunya berbasis ilmiah dan dapat dipastikan keabsahannya (valid),” tegas Faris seperti dikutip dalam keterangan tertulis yang diterima Oerban.

Pertama, jelas Faris, terdapat beberapa penerapan aturan yang tidak masuk akal dalam penyelenggaraan ma’had. Di antaranya, santri diwajibkan untuk laundry dan tidak diperbolehkan mencuci pakaian sendiri.

Selain itu, santri juga hanya boleh memesan makan online sampai batas jam 5 sore, pada waktu yang bersamaan HP juga wajib dikumpulkan.

Menurut Faris, hal ini tentu akan menyulitkan santri yang juga mahasiswa untuk mendapat informasi seputar kuliah besok.

Tidak hanya bermasalah pada penerapan aturan, sarana dan prasarana yang disediakan di Ma’had juga masuk ke dalam kategori buruk.

“Kamar kurang layak, air dan tempat menggantung pakaian tidak memadai. Kipas, gagang pintu, dan loker rusak yang tidak ditindaklanjuti, serta WC tidak layak pakai juga menjadi persoalan,” tutur Faris.

Lebih lanjut, Faris menyebut, persoalan transparansi keuangan juga menjadi catatan penting pada aksi protes mahasiswa kali ini.

Baca juga  TOLAK UU CIPTAKER, MAHASISWA KEMBALI TURUN KE JALAN

Ia menegaskan pihaknya sampai hari ini belum mendapatkan transparansi dalam hal rincian Rencana Biaya Anggaran (RBA) dalam pengelolaan ma’had, lalu skema B2B (business to business) yang dilakukan oleh Ma’had Al-Jami’ah dalam mendapatkan sumber pendanaan.

“Beberapa laporan yang kami dapat menunjukkan bahwa antara Ma’had Al-Jami’ah dengan pondok mitra ternyata menetapkan tarif masuk yang sama yakni sebesar Rp. 3.000.000,-per semester. Namun, fasilitas dan penyelenggaraan yang dilakukan saling memiliki ketimpangan satu sama lain. Oleh karena itu, hal ini merupakan sebuah cacat administrasi dan prosedur karena tidak adanya transparansi dalam indikator rincian RAB dan mekanisme skema kerja sama antara Ma’had Al-Jami’ah dengan pondok mitra,” jelas Faris.

Terakhir, berdasarkan temuan-temuan yang telah dipaparkan, Faris menyebut, pihaknya bersama Senat Mahasiswa (Sema) melayangkan tiga rekomendasi atau tuntutan kepada birokrasi UIN WS.

Pertama, pembatalan kewajiban ma’had dan pondok mitra karena tidak ada instruksi yang mewajibkan ma’had dari Kemenag RI. Di samping itu pihak UIN WS juga belum siap dari segi fasilitas sarana dan prasarana.

Kedua, meminta adanya pungutan terhadap mahasiswa baru yang tidak jelas peruntukannya dikembalikan.

“Terakhir adalah meminta adanya transparansi anggaran ma’had, karena tidak ada indikator dan rincian yang jelas terkait tarif masuk sebesar Rp. 3.000.000,-per semester dan biaya Rp. 450.000,-per bulan yang dibayarkan oleh santri,” tutup Faris.

Editor: Ainun Afifah

- Advertisement -

Artikel Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru