email : [email protected]

29.1 C
Jambi City
Friday, November 22, 2024
- Advertisement -

Era Baru Penyuluhan Pertanian

Populer

Oleh: Hendri Yandri*

Oerban.com – Kegiatan penyuluhan merupakan sebuah proyek untuk menyiapkan perubahan. Perubahan dari buruk menjadi baik, dari sendiri menjadi berkelompok, dari biasa-biasa saja menjadi luar biasa, dari petani yang menggunakan teknologi industri sederhana menjadi 4.0. Itulah yang menjadi inti dari penyuluhan.

Berbagai literatur menyebutkan bahwa kegiatan penyuluhan adalah usaha untuk mengubah pengetahuan, sikap dan keterampilan petani menjadi lebih baik. Usaha tersebut tentu memerlukan beberapa pendekatan agar tujuan penyuluhan dapat tercapai.

Misalnya dalam satu kelompok tani para anggotanya mengalami masalah dalam peningkatan produksi padi, tentulah penyuluh tidak bisa langsung memberikan saran perbaikan, karena seorang penyuluh yang memahami tugas dan fungsinya pastilah terlebih dahulu melakukan pemetaan terhadap masalah yang dihadapi oleh kelompok tani tersebut. Bisa jadi yang menjadi masalah adalah kondisi lahan yang miskin hara, sehingga cara meningkatkan produksi padinya adalah dengan memberikan pemupukan yang berimbang.

Ketika memang itu yang menjadi jalan keluarnya, penyuluh juga belum bisa memberikan saran secara tepat, karena harus dikaji lagi, kira-kira unsur apa yang kurang di lahan kelompok tani itu, apakah kekurangan unsur N, atau P, atau K, atau unsur mikro. Untuk memastikan kandungan unsur di lahan petani, maka harus dilakukan terlebih dulu uji kandungan unsur hara tanah dengan alat berupa PUTS. Jika telah diukur, ternyata yang kurang adalah unsur K misalnya, barulah didapat satu kesimpulan bahwa untuk meningkatkan produksi padi di lahan petani, maka haruslah diberikan pupuk K dengan dosis tertentu, sehingga untuk musim tanam berikutnya produksi padinya dapat ditingkatkan.

Itu baru satu contoh kasus yang mungkin dihadapi oleh seorang penyuluh di lapangan, sehingga dengan kompleksitas masalah yang dihadapi oleh penyuluh diperlukan beberapa pendekatan, baik yang sifatnya pengetahuan dan teknologi, ataupun non pengetahuan, seperti persoalan kultur budaya, adat istiadat dan kebiasaan suatu kelompok masyarakat. Oleh sebab itu seorang penyuluh harus mampu beradaptasi dengan segala perubahan yang terjadi, baik itu perubahan pengetahuan, perubahan sikap dan budaya serta perubahan keterampilan karena sesungguhnya pekerjaan penyuluhan itu sendiri adalah pekerjaan perubahan.

“Perubahan adalah satu keniscayaan, yang tidak akan pernah berubah adalah perubahan itu sendiri”.

Ungkapan ini sudah sangat lazim terdengar, bahkan belum berubah untuk saat ini. Akan tetapi, akibat terlalu monotonnya pekerjaan penyuluh membuat mereka menjadi tabu untuk berubah. Hal tersebut sangat lumrah, karena hukum perubahan tidak berlaku bagi pekerjaan yang monoton. Padahal kesuksesan dalam pekerajaan terjadi akibat adanya dinamisasi bukan statisasi. Entah karena ingin mempertahankan kesuksesan, membangun kesusksesan yang terus berlanjut atau ingin meningkatkan kesuksesan menjadi lebih sukses lagi maka seorang penyuluh tidak hanya bersedia menerima perubahan akan tetapi juga mesti sigap dengan setiap perubahan yang sedang dan akan terjadi.

Baca juga  DI TENGAH COVID-19, SINERGI PENYULUH DAN PETANI TABIR ULU LAKUKAN PERCEPATAN TANAM DONGKRAK STOK BERAS

Pekerjaan perubahan ini adalah pekerjaan yang sangat mulia, sama mulianya dengan pekerjaan penyuluhan itu sendiri. Dalam sebuah insight Alquran disebutkan bahwa Tuhan tidak akan mengubah suatu kaum, sebelum kaum itu sendiri yang mengubahnya. Betapa hukum perubahan menjadi mutlak dalam setiap pekerjaan, sampai-sampai Leonardo Da Vinci pernah mengungkapkan “Sudah lama sekali saya menyimpulkan bahwa orang yang berprestasi jarang sekali hanya duduk dan membiarkan peristiwa datang menghampiri. Mereka berdiri dan menciptakan peristiwa.”

Urgensi Penyuluhan

Timmer (1982) mengemukakan pentingnya kegiatan penyuluhan dalam proses pembangunan pertanian baik sebagai jembatan antara dunia ilmu pengetahuan dan pemerintah sebagai penentu kebijakan, dan juga jembatan antara dunia penelitian dengan praktik usaha tani yang dilakukan oleh para petani.

Sebagai sebuah jembatan penghubung, tentunya kegiatan penyuluhan akan semakin mudah dilaksanakan manakala konstruksi jembatan tersebut betul-betul sesuai dengan standar. Jika diibaratkan demikian, maka bahan-bahan yang digunakan untuk membangun jembatan agar kokoh sangat ditentukan oleh kualitas bahan, termasuk proses pembangunan jembatan serta sumber daya yang kompeten sehingga tercipta sebuah jembatan yang kokoh dan tahan lama.

Kegiatan penyuluhan bisa terlaksana dengan baik apabila sarana dan prasarananya mendukung untuk itu. Di antara sarana dan prasarana yang diperlukan antara lain, kebijakan pemerintah sebagai payung hukum penyuluhan, dukungan alokasi anggaran, sarana dan prasarana, akses teknologi, organisasi yang menjadi wadah para penyuluh serta upaya peningkatan kompetensi para penyuluh.

Undang-undang nomor 16 Tahun 2006 tentang penyuluhan adalah payung hukum yang memberikan perlindungan bagi kegiatan penyuluhan di lapangan. Di samping sebagai payung hukum, UU No 16 tersebut juga memberikan ruang lingkup penyuluhan, tugas pokok dan fungsi (TUPOKSI) penyuluh dan lembaga penyuluhan serta aspek-aspek pendukung yang diperlukan penyuluhan.

Salah satu pasalnya menyebutkan bahwa kegiatan penyuluhan adalah penyuluhan pertanian, perikanan, kehutanan yang selanjutnya disebut penyuluhan adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumber daya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup, maka seorang penyuluh mestilah melakukan kegiatannya berdasarkan aturan yang berlaku sehingga akan tercapai maksud dan tujuan dari undang-undang tersebut.

Baca juga  Kementan Dorong Petani Bijak Mengelola Keuangan Usaha Tani Melalui Sekolah Lapang
Eksistensi Penyuluh

Keberadaan penyuluh sampai saat ini masih sangat penting karena perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan pelaku utama (petani) maupun pelaku usaha masih memerlukan pendampingan, bimbingan dan pengarahan dari para penyuluh. Sebuah riset terkait tingkat adopsi petani dalam budidaya SRI misalnya masih berkisar 69,23 % kemampuan petani dalam menerapkan teknologi SRI 71,18%. Data ini setidaknya memberikan gambaran betapa kondisi lapangan masih perlu sentuhan guna memacu perkembangan pembangunan pertanian, dan tentunya masih banyak lagi data yang menunjukkan betapa pentingnya peran penyuluh pertanian kini dan nanti.

Menurut Kartasapoetra (1993) mengingat sikap pandangan, keadaan dan kemampuan daya pikir dan daya tangkap para petani maka dengan sendirinya keberhasilan penyuluhan untuk sampai kepada tahapan yang meyakinkan para petani sehingga mau menerapkan materi penyuluhan akan melalui beberapa penahapan. Penahapan penerapan adopsi tersebut adalah sebagai berikut :
1. Awareness (Mengetahui dan menyadari)
2. Interesting (Penaruhan minat)
3. Evaluation (Penilaian)
4. Trial (Melakukan Pencobaan)
5. Adoption (Penerapan / Adopsi).

Berdasarkan cepat lambatnya para petani menerapkan inovasi teknologi melalui penyuluhan, dapat dikemukakan beberapa golongan petani yang terlibat di dalamnya antara lain :
1. Pelopor (Inovator)
2. Penerap inovasi teknologi lebih dini (Early Adopter)
3. Penerap inovasi teknologi awal (Early Mayority)
4. Penerap inovasi teknologi yang lebih akhir (Late Mayority)
5. Penolak inovasi teknologi (Leggard)

Luasnya wilayah kerja yang dikelola oleh seorang penyuluh tentulah akan berakibat tidak meratanya diseminasi teknologi terapan yang mesti dikawal oleh seorang penyuluh, ditambah lagi perbedaan topografi di Indonesia membuat tugas penyuluh semakin berat, itulah kenapa posisi penyuluh sangat penting dan makin beragam.

Untuk wilayah Jawa-Bali, barangkali sudah tidak terlalu bermasalah dalam diseminasi teknologi, tapi akan berbeda dengan wilayah di luar Jawa-Bali. Di Sumatera saja misalnya, akses menuju ke lokasi binaan membutuhkan waktu tiga sampai empat jam perjalanan, itu pun jika tidak ada halangan, seperti hujan. Kalau hari hujan, maka kubangan kerbau lebih baik daripada jalan, karena masih ada akses jalan yang belum dibangun oleh pemerintah setempat terutama wilayah-wilayah terpencil, kalaupun dibangun daya tahannya tidak lebih dari tiga tahun. Di konteks ini keberadaan penyuluh masih mutlak diperlukan agar percepatan pembangunan pertanian sebagai agenda utama pemerintah pusat dapat berjalan lancar.

Menuju Era Baru

Era baru sudah menanti, generasi milenial (gen y) ataupun gen Z sedang menjadi titik tumbuh dalam bonus demografi Indonesia. Kedatangan generasi ini seperti musim semi di tengah dahaga prestasi anak negeri. Harapan demi harapan pun muncul pada generasi emas Indonesia ini. Bagaimana tidak, usia rata-rata mereka 15 sampai 40 tahun, tidak punya masa lalu, tumbuh dalam teknologi digital, makan tidak mesti dengan nasi, semua serba instan, belajar instan, bekerja instan, dan banyak lagi poin positif yang dimiliki oleh generasi ini.

Baca juga  Dampingi Purnawidya melalui Bimbingan Lanjutan, Bapeltan Jambi Pastikan Peningkatan Kompetensi

Pada 2030-2040, Indonesia diprediksi akan mengalami masa bonus demografi yang berlimpah, di mana jumlah penduduk usia produktif (berusia 15-64 tahun) lebih besar dibandingkan penduduk usia tidak produktif (berusia di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun). Pada periode tersebut, penduduk usia produktif diprediksi mencapai 64 persen dari total jumlah penduduk yang diproyeksikan sebesar 297 juta jiwa. Agar Indonesia dapat memetik manfaat maksimal dari bonus demografi, ketersediaan sumber daya manusia usia produktif yang melimpah harus diimbangi dengan peningkatan kualitas dari sisi pendidikan dan keterampilan, termasuk kaitannya dalam menghadapi keterbukaan pasar tenaga kerja.

Generasi ini sangat berbeda dengan generasi yang lahir ditahun 80an, yang biasa disebut sebagai generasi X atau kelompok citizen. Citizen adalah kalangan ortodok yang sangat konservatif dalam segala hal. Lebih mengedepankan logika helenias, hidup teratur, statis, dan cenderung kolot. Sementara netizen sebutan bagi gen y betul-betul berbeda, mereka punya imajinasi yang sangat liar di luar nalar manusia. Cakupan wawasannya yang instan lebih mudah beradaptasi dengan setiap situasi yang terjadi. Apalagi pengetahuan instan yang mereka dapatkan bisa diakses 1×25 jam. Kenapa demikian? Karena jika ada penambahan waktu dari 1×24 jam menjadi 1×25 jam, maka generasi ini akan memilih 1×25 jam, karena persepsi mereka, kewajiban yang ada tidak tercukupi oleh waktu yang tersedia. Slogannya sederhana, “Tuhan berikan ku hidup seribu tahun lagi”, sebuah utopis yang realistis.

Ditahun 1995, Michel Hauben pernah menulis tentang kehidupan manusia di masa mendatang. Kata Hauben, “Nantinya, banyak orang yang akan menjadi bagian dari komunitas online, memberikan kontribusinya untuk menghidupkan dunia internet, dan membangun kesejahteraan lewat ide dan nilai-nilai yang terkandung dalam Netizenship”.

Prediksi Haubne ini kini menjadi bukti, hal itu lumrah karena Hauben adalah seorang futurolog yang mempunyai analisa berdasarkan forcasting yang dilakukannya. Bagi era baru, warga negara bukan lagi tersekat oleh geografis atau menjadi identitas kewarganegaraan (Citizenship) akan tetapi di saat yang sama menjadi entitas masyarakat global. Saat itu penyuluhan pertanian memasuki era baru yang berbeda dengan saat ini, dan semoga semua instrumen penyuluhan mampu menjawab tantangan di era tersebut.

*Penulis adalah Widyaiswara Ahli Madya Kementerian Pertanian

- Advertisement -

Artikel Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru