KETIKA KEMARAU MENCEMBURUI HUJAN
Karya : Agusri Junaidi
Hatiku kemarau
kering meranggas
dan daun-daun layu
jatuh lunglai
terhempas ke bumi
siang menghantarkan terik matahari
pada atap rumah hatiku
hingga warnanya kelupas
dan pudar diam-diam
kemarau ini membuat Kodok
tak lagi bernyanyi,
aku rindukan dengkung berat itu
sampai padaku serupa simponi bersama angin,
bersama desau daun,
bersama harapan
adakah kemarau mengilhami puisi?
Tentu tapi diksinya
mungkin kering kerontang
dan tak mengilhami cinta
itukah sebabnya kemarau cemburu pada hujan?
karena itu kemarau
memanjangkan diri
ia bicara pada waktu
bermesra-mesraan,
dibawanya narasi dan diksi
yang sudah mempertentangkannya
dengan hujan
“aku sudah dihinakan,
hujanlah dambaan semua orang
mereka harap aku segera pergi,
tapi biarlah,
biar hujan saja merawat bumi
sampai ia kirimkan air bah
hancurkan rumah-rumah,
longsorkan bukit-bukit,
tenggelamkan kota-kota.
Hujan juga tak kompromi,
jatuh sesuka hati
dan orang-orang,
kuyup dijalanan”.
Hujan hanya diam,
kadang ia datang,
bersama rinai
yang tak sempat basahi tanah.
Ia biarkan penyair
menyapa kemarau
dalam sajaknya yang
paling puitis.
Hujan begitu baik,
ia ingin kemarau ikut
melahirkan cinta.
Lampung, 2019
Editor : Siti Saira. H