Kota Jambi, Oerban.com – Pemerintah resmi menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa kebijakan ini bertujuan memperkuat ketahanan fiskal negara serta menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil dan berkelanjutan.
Namun, kebijakan ini menuai kritik dari berbagai pihak, salah satunya Kepala Departemen Kebijakan Publik KAMMI Sulthan Thaha, Zahran Sabdian.
Ia menilai kenaikan PPN justru akan membebani rakyat, terutama kelas menengah ke bawah, yang sebagian besar pendapatannya dialokasikan untuk kebutuhan pokok.
“Di saat daya beli masyarakat belum pulih sepenuhnya, kenaikan PPN akan semakin mencekik rakyat kecil. Kita harus ingat, hampir 70% pendapatan masyarakat Indonesia digunakan untuk konsumsi kebutuhan pokok,” ujar Zahran pada Minggu (22/12/2024).
Zahran menyoroti bahwa kenaikan ini dapat memicu inflasi besar-besaran karena peningkatan harga barang dan jasa.
Hal ini, menurutnya, akan melemahkan konsumsi rumah tangga, yang merupakan pendorong utama pertumbuhan ekonomi nasional.
“Ketika konsumsi masyarakat turun, dampaknya bukan hanya pada rakyat, tapi juga sektor usaha yang bergantung pada daya beli masyarakat,” tambahnya.
Ia juga mempertanyakan prioritas pemerintah dalam mencari solusi atas defisit anggaran.
Menurut Zahran, pemerintah seharusnya mengesahkan Undang-Undang Perampasan Aset untuk mengejar dana hasil tindak pidana korupsi ketimbang menambah beban pajak masyarakat.
Lebih lanjut, Zahran menekankan pentingnya kebijakan yang berpihak pada masyarakat. Ia menyarankan pemerintah untuk mencari solusi yang tidak hanya mengatasi defisit, tetapi juga melindungi daya beli rakyat.
Editor: Ainun Afifah