Kota Jambi, Oerban.com – Setelah jatuhnya kabinet Ali-Roem-Idham, soekarno menunjuk Soewirjo sebagai Formatur kabinet yang baru, namun sayang, 2 kali soekarno menunjuk Soewirjo, 2 kali juga pemimpin PNI itu gagal membentuk kabinet dan mengembalikan mandatnya kepada presiden, karena tak ingin menunggu lebih lama lagi, akhirnya soekarno menunjuk dirinya sendiri sebagai formatur kabinet yang baru, lalu dengan segera memilih dan menetapkan Ir. Djuanda sebagai perdana menteri Indonesia.
Sekilas apa yang dilakukan oleh presiden Indonesia itu tampak biasa saja bagi orang awam, namun dibalik itu semua, ada beberapa golongan orang yang mulai berbisik-berbisik tentang apa yang telah dilakukan oleh Soekarno pada waktu itu, menurut Taufik Abdullah, “Dalam Ironi Sejarah: Dari PDRI Ke RPI”. Soekarno telah melakukan pengingkaran konstitusi yang pertama, karena ia telah mengambil alih kekuasaan ke tangannya. Setelah kejadian itu, beberapa gejolak ketidakpuasan mulai terjadi di Indonesia, dibuktikan dengan terbentuknya gerakan PRRI dan PERMESTA.
Memang bagi saya sendiri apa yang telah dilakukan Soekarno itu salah dari segi hukum maupun etika dalam berdemokrasi. Tapi di sisi lain, Soekarno tentunya punya alasan sendiri mengapa langkah itu harus dilakukan, karena memang di dalam kondisi-kondisi tertentu, ada hal yang memang harus melanggar hukum. Terlebih lagi Taufik Abdullah juga mengatakan “Jika saja ketika peralihan dari RIS ke NKRI sedang dibicarakan, usul Masyumi agar ada escape clausule yang memberikan kewenangan kepada presiden untuk menunjuk dirinya atau wakil presiden menyelesaikan kemelut politik tidak ditentang oleh partai pendukung setianya, PNI, tentu pelanggaran konstitusi tidak akan terjadi”.
Permasalahannya waktu itu hanya satu, yaitu pelanggaran konstitusi yang dilakukan oleh Soekarno, tapi jika seandainya itu bukan sebuah pelanggaran konstitusi, tentunya tidak akan ada golongan yang mempermasalahkan hal itu, karena memang situasi dan kondisi politiknya memungkinkan. Jika memang secara hukum Soekarno tak bisa di Toleran lagi, namun secara etika Soekarno sudah sangat baik hati dengan menunjuk Soewirjo sebagai Formatur Kabinet bukan hanya satu kali, namun dua kali, terlepas dari syarat-syarat yang diminta oleh Soekarno kepada Soewirjo.
Memang kondisinya pada saat itu indonesia belum lama Merdeka, masih banyak sekali PR-PR yang harus segera diselesaikan, seperti perbaikan ekonomi, pemerataan pembangunan, menyediakan pendidikan yang layak bagi masyarakat, dan masih banyak lagi. Sungguh disayangkan jika pemerintahan harus kosong meski hanya satu hari, mungkin itu salah satu penyebab Soekarno melakukan sesuatu yang bertentangan dengan Konstitusi, dan saya sangat yakin jika Soekarno punya niat baik dibalik itu semua.
Kalau kita berkaca dari sejarah, sebuah kekosongan itu sangatlah buruk dampaknya, terlebih lagi untuk kita yang berkecimpung di dalam dunia pergerakan, ketika kita kurang telaten dalam mengelola, maka kita akan semakin tertinggal jauh dari pergerkan lain.
Penulis: Zuandanu. PP
Editor : Tim Redaksi