Jakarta, Oerban.com – Anggota Komisi II DPR RI, Fraksi Partai Demokrat Mohamad Muraz menuturkan, Pemerintah, DPR dan seluruh lembaga negara memiliki kewajiban agar dasar dan ideologi negara Pancasila dimengerti, difahami, diyakini kebenaranya, dilestarikan dan diamalkan oleh seluruh warga negara.
“Pancasila adalah kesepakatan bangsa Indonesia dalam menata negara dan pemerintahan untuk mewujudkan NKRI yang jaya, makmur dan adil sesuai pembukaan UUD 1945,” beber Muraz, Senin (19/4).
Muraz melanjutkan, hasil survei LSI Denny JA pada 28 Juni-5 Juli 2018 publik yang pro Pancasila hanya 75,3%. warga muslim hanya 74%, segmen lulusan SD 76,3%. Sementara segmen lulusan SLTP 76,5%, segmen lulusan SMA/sederajat 74%, pendidikan kuliah keatas 72,8%.
“Saya yakin kalau tahun 2021 disurvei lagi akan lebih menurun. Ini adalah kesalahan Pemerintah dan kita yang sejak Orde Reformasi kurang mensosialisasikan Pancasila. Tak mungkin rasanya negara ini membangun dan maju sesuai cita-cita, bila kelompok tertentu dan sebagian masyarakat masih berkutat mempermasalahkan bahkan ada yg ingin mengganti Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara,” terangnya.
“Dalam situasi seperti itu Pemerintah harusnya segera mengembalikan Pancasila sebagai mata pelajaran wajib pada seluruh pendidikan formal dan non formal,” tegas Muraz menambahkan.
Menurutnya, sungguh aneh bin ajaib yang terbit malah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP), tertanggal 30 Maret 2021, yang menghilangkan Pancasila dan Bahasa Indonesia dari seluruh pendidikan formal dan non formal.
Karena penyesuaian standar nasional pendidikan terhadap dinamika dan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, serta kehidupan masyarakat untuk meningkatan mutu Pendidikan di Indonesia adalah kebutuhan, namun tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945 dan UU no 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
PP No 57 Tahun 2021 ini merupakan pengganti PP No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan PP Nomor 13 Tahun 2015.
Melihat itu Muraz Menjelaskan, bahwa Pasal 40 ayat (2) dan ayat (3) PP Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Naional Pendidikan, yang telah menghapus Kurikulum Wajib Pancasila dan Bahasa Indonesia di Pendidikan Dasar, Menengah dan Pendidikan Tinggi adalah bertentangan dengan, UU Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (2), yang menyatakan bahwa Pendidikan Nasional adalahPendidikan berdasarkan Pancasila dan UUD RI 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Sedangkan Pasal 2, lanjutnya, menyatakan bahwa Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD RI 1945. Pasal 33 ayat 1, menyatakan bahwa Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara menjadi bahasa pengantar dalam Pendidikan Nasional. UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Pasal 2, menyatakan bahwa Pendidikan Tinggi berdasarkan Pancasila, UUD RI 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Pasal 35 ayat 3, menyatakan bahwa Kurikulum Pendidikan Tinggi sebagai mana dimaksud pada ayat 1 wajib memuat mata kuliah, Agama, Pancasila, Kewarganegaraan, dan Bahasa Indonesia.
Dia juga menyinggung isi Pasal 37 ayat 1, yang menyatakan bahwa Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara wajib menjadi bahasa pengantar di Perguruan Tinggi. Sesuai dengan teori hukum bahwa pemberlakukan sebuah hukum di Indonesia harus memenuhi paling tidak tiga landasan mendasar yakni landasan Filosofis, Sosiologis dan landasan Yuridis,” ungkap Muraz.
Hal tersebut, kata Muraz, tentunya sesuai dengan penjelasan ayat 5 huruf di UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan. Bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan UUD 1945.
“Secara Yuridis bahwa peraturan yang dibentuk adalah untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat. Dan yang harus diingat bahwa peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi,” ujar Muraz.
Sehubungan PP No 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) telah bertentangan dengan UU No 20 thn 2003 jo UU no 12 thn 2012 juga telah menimbulkan kegaduhan dalam dunia pendidikan dan masyarakat pada umumnya.
Muraz meminta agar pemerintah segera mengambil langkah-langkah, mencabut PP No 57 thn 2021, atau merevisi PP tersebut dengan mengacu pada payung hukum yang dijadikan dasar rujukan yakni Pancasila, UUD 1945, UU Nomor 20 Tahun 2003 dan UU Nomor 12 Tahun 2012.
“Segera mengembalikan mata pelajaran/ kuliah Pancasila dan Bahasa Indonesia sebagai mata pelajaran/kuliah wajib dan mandiri di Pendidikan Dasar, Menengah dan di Pendidikan Tinggi. BPIP (Badan Pembina Ideologi Pancasila) sesuai sesuai tupoksinya segera membuat materi Pendidikan Pancasila untuk seluruh jenjang Pendidikan. Diharapkan Pancasila sudah menjadi mata pelajaran mandiri pada tahun ajaran 2021-2022,” pungkas Muraz.