Jakarta, Oerban.com – Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Taufik Basari mengkritik sikap Indonesia yang memberikan suara ‘No‘ tentang tanggung jawab untuk melindungi dan mencegah genosida, kejahatan perang, pembantaian etnis serta kejahatan terhadap kemanusiaan dalam Sidang Umum PBB beberapa waktu lalu.
Taufik dalam keterangan tertulisnya, Kamis (20/5), mengatakan sikap yang diambil pemerintah menunjukkan kurangnya komitmen Indonesia untuk secara konsisten dan bersama bangsa lain menghapuskan praktik kejahatan kemanusiaan dan genosida.
“Sangat menyayangkan sikap pemerintah untuk resolusi PBB ini. Indonesia yang harusnya secara konsisten dan penuh mendukung penghapusan praktik kejahatan kemanusiaan dan genosida, malah memilih untuk Vote No bersama dengan 14 negara lainnya,” tegasnya.
Di masa lalu Indonesia menjadi salah satu lokomotif gerakan global menentang kolonialisme. Kini dinamika dan tantangan telah berubah. Salah satu bentuk penindasan hadir dalam wujud kejahatan terhadap kemanusiaan.
Vote No dalam Resolusi Responsibility to Protect (R2P) merupakan kesempatan yang terlewatkan bagi Indonesia untuk menjadi yang terdepan menyuarakan penolakannya terhadap kejahatan kemanusiaan.
Legislator NasDem itu menjelaskan, R2P adalah prinsip dalam hukum internasional yang memungkinkan PBB dan negara anggotanya dapat merespon kejahatan kemanusiaan, kejahatan perang, pembersihan etnis, maupun genosida, dan mendukung PBB untuk mengembangkan deteksi dini mencegah meluasnya kejahatan-kejahatan tersebut.
Di tataran global R2P merupakan cerminan tanggung jawab kolektif komunitas internasional untuk menggunakan sumber daya diplomatik dan humanitariannya agar dapat menghindari memburuknya krisis kemanusiaan, selaras dengan Piagam PBB.
“Dalam konteks Indonesia, R2P juga senapas dengan Mukadimah UUD 1945 yang menegaskan komitmen Indonesia untuk aktif menjaga ketertiban dan perdamaian dunia,” kata Ketua Bidang Hukum dan HAM DPP Partai NasDem itu.
Taufik juga menekankan, alasan prosedural jangan sampai menghalangi sikap RI yang serius mendukung substansi R2P. Sebab jika hal tersebut terjadi maka akan menyulitkan Indonesia melakukan diplomasi perdamaian seperti berperan aktif dalam persoalan Palestina dan Israel.
“Langkah tersebut justru malah mengikis legitimasi moral maupun standing kepemimpinan Indonesia di arena global untuk memperjuangkan agenda hak asasi manusia dan perdamaian dunia,” jelasnya.
Bersamaan dengan itu, Taufik juga menekankan Indonesia harus menunjukkan komitmennya secara terang dan serius terhadap penegakan dan perlindungan HAM, baik di dalam maupun di luar negeri sebagaimana dapat tercermin dalam politik diplomasinya.
Editor: Renilda Pratiwi Yolandini