Baku, Oerban.com – Pasukan Armenia melanggar gencatan senjata di Nagorno-Karabakh dengan membunuh satu tentara Azerbaijan. Pasukan Armenia tersebut melanggar gencatan senjata dengan Baku, ketika perdana menteri Armenia menghadapi tekanan untuk mundur dari posisinya karena kebijakannya yang gagal dan kekalahan di Nagorno-Karabakh. (28/12/2020)
Kementerian Pertahanan Azerbaijan mengatakan pada Senin (28/12) bahwa seorang tentara telah tewas dalam serangan di wilayah Nagorno-Karabakh.
Pernyataan kementerian mengatakan insiden itu terjadi pada hari Minggu di wilayah Khojavend ketika enam orang Armenia melancarkan serangan terhadap unit tentara Azerbaijan ke arah desa Aghdam. Seorang tentara tewas sementara seorang lainnya terluka dan dievakuasi ke sebuah institusi medis setelah menerima pertolongan pertama, kata kementerian itu.
Pihak kementerian menyatakan telah mengambil langkah antisipasi dengan melumpuhkan ke enam tentara Armenia tersebut, dan memberi peringatan akan mengambil langkah yang lebih tegas.
“Ini adalah pelanggaran kedua selama gencatan senjata di wilayah tersebut karena empat tentara Azerbaijan lainnya tewas dua minggu lalu ketika unit mereka diserang di daerah yang berdekatan dengan wilayah Nagorno-Karabakh,” ujar Kementerian Pertahanan.
Nagorno-Karabakh terletak di Azerbaijan tetapi berada di bawah pendudukan pasukan Armenia sejak perang di sana berakhir pada tahun 1994. Perang itu membuat Nagorno-Karabakh berada di tangan Armenia.
Dalam 44 hari pertempuran yang dimulai pada akhir September dan menewaskan lebih dari 5.600 orang di kedua sisi, tentara Azerbaijan mendorong jauh ke dalam Nagorno-Karabakh, memaksa Armenia untuk menerima kesepakatan damai bulan lalu yang membuat Azerbaijan merebut kembali sebagian besar wilayah tersebut beserta sekitarnya. Rusia mengerahkan hampir 2.000 penjaga perdamaian setidaknya selama lima tahun untuk memantau kesepakatan damai dan memfasilitasi kembalinya para pengungsi.
Di bawah perjanjian tersebut, membuat status politik masa depan Karabakh dalam ketidakpastian, Armenia kehilangan kendali atas sebagian daerah kantong serta tujuh distrik yang berdekatan yang direbutnya selama perang tahun 1990-an.
Kesepakatan itu telah memicu perayaan di Azerbaijan dan kemarahan di Armenia, di mana perdana menteri negara itu, Nikol Pashinian, menghadapi kritik yang meningkat karena menyetujui kesepakatan itu.
Oposisi Armenia pekan lalu mendesak Pashinian untuk mundur karena kekalahan memalukan negara itu di Nagorno-Karabakh.
Dalam kesempatan tersebut, Vazgen Manuktan, calon perdana menteri dari pihak oposisi, mendesak aparat penegak hukum untuk bergabung dengan para pengunjuk rasa yang turun ke jalan.
Mereka meneriakkan slogan-slogan yang menuduh perdana menteri sebagai “pengkhianat” dan menuntut agar dia mundur saat polisi mengambil tindakan pengamanan.
Sementara pendukung oposisi telah berkumpul selama berminggu-minggu, perdana menteri Armenia mengatakan pada hari Jumat bahwa dia siap untuk membahas kemungkinan mengadakan pemilihan parlemen lebih awal tetapi menolak tuntutan oposisi untuk mundur.
Namun, Ishkhan Sagatelyan, seorang pemimpin partai Federasi Revolusi Armenia, menulis di Facebook pada hari Sabtu bahwa tawaran pemilihan perdana menteri “tidak dapat diterima.”
Sumber : Daily Sabah
Penulis : Tim Redaksi