email : [email protected]

34.7 C
Jambi City
Wednesday, December 4, 2024
- Advertisement -

Bagaimana Overlapping Claims Membawa Bencana sekaligus Manfaat bagi Indonesia

Populer

Oleh: Mika Grace Oktavia Gultom*

Oerban.com – Tidak asing lagi bagi dunia internasional mengenai perselisihan antara China dengan negara-negara ASEAN dan negara-negara besar atas klaim sepihak oleh China yang berlandaskan historis berupa Nine Dash Line atau Sembilan Garis Putus-Putus dalam petanya sehingga memotong ZEE beberapa negara ASEAN, terutama Indonesia.

Berdasarkan UNCLOS, Indonesia telah mendapat pengakuan internasional terhadap ZEE Indonesia di Laut Natuna Utara pada tahun 1982. Dengan adanya klaim sepihak oleh China, maka Indonesia menegaskan kedaulatannya dengan mengubah nama Laut China Selatan menjadi Laut Natuna Utara pada 14 Juli 2017. Dengan kebijakan tersebut, Indonesia jelas telah membingkai dirinya sebagai negara yang menolak klaim sepihak China karena tidak berlandaskan pada Konvensi Hukum Laut Internasional.

Akan tetapi, saat ini, pernyataan atas penolakan klaim sepihak China dari Indonesia bertentangan dengan pernyataan dari Presiden Indonesia, Prabowo Subianto pada tanggal 9 November 2024 dalam kunjungannya ke China selama 3 hari yang menandatangani “Klaim Tumpang Tindih” dalam butir ke-9 dari Joint Statement. Bagian tersebut menyatakan kedua negara telah “mencapai kesepahaman bersama yang penting tentang pengembangan bersama di area-area yang diklaim secara tumpang tindih”.

Baca juga  Samudra Lautan Sampah, Mengancam Biota Laut Indonesia

Kalimat ini jelas menuai berbagai pandangan terhadap Indonesia, yakni dengan kata lain, apakah secara tidak langsung Indonesia mendukung klaim Nine Dash Line oleh China? Dan bukankah itu akan membahayakan posisi Laut Natuna Utara yang sudah diperjuangkan kedaulatannya? Hal ini tentunya menjadi sorotan utama di isu internasional.

Setelah adanya tanggapan beragam, Kementerian Luar Negeri Indonesia mengklarifikasi bahwa Indonesia tidak mengakui klaim Laut Cina Selatan Cina dan hanya terbatas pada pembangunan maritim saja. Namun faktanya, Joint Statement ini terjadi apabila masing-masing negara saling mengakui adanya zona maritim yang saling tumpang tindih.

Tentunya dengan pengumuman Joint Statement tersebut, Indonesia terlihat memainkan kedaulatannya sendiri di kacamata Internasional sehingga ini dipandang sebagai kemunduran diplomatik karena tidak tegas dan konsisten mempertahankan ZEE-nya. Keberpihakan Indonesia dalam Klaim Tumpang Tindih ini jelas menjadi pintu terbuka bagi China untuk terus mengusahakan klaim sepihak Nine Dash Line agar mendapatkan pengakuan internasional dari negara-negara lain dan akan menjadikan pernyataan tersebut sebagai penyerahan diri dari Indonesia.

Baca juga  Tiongkok Luncurkan Satelit Uji Teknologi 6G

Maka dari itu, posisi Indonesia akan dipertanyakan oleh berbagai negara yang juga menolak atas klaim sepihak China tersebut, seperti Filipina, Vietnam, dan Malaysia. Hal ini juga akan membuat hubungan antara Indonesia dengan ASEAN serta negara-negara besar juga akan bersitenggang sehingga Indonesia tidak mendapatkan kepercayaan lagi dalam mewakili kepentingan negara-negara ASEAN dan menyelesaikan sengketa internasional ke depannya.

Namun di sisi lain, statement ini mendatangkan manfaat ekonomi dan pembangunan bagi Indonesia, terlebih dorongan Presiden Indonesia, Prabowo menandatangani Joint Statement ini adalah tujuan ekonomi yang disertai keinginan Indonesia untuk memajukan perekonomiannya, sehingga Presiden Indonesia melihat bahwa Joint Statement merupakan kerja sama ekonomi dengan China adalah kerja sama dengan negara yang paling berpengaruh dalam ekonomi dunia.

Tetapi, usaha dalam mendapatkan keuntungan ekonomi bukan berarti harus melukai kedaulatan karena sebelumnya. Tanpa Joint Statement pun pemerintah Indonesia memperoleh keuntungan ekonomi dari perdagangan internasional, ekspor, dan kerja sama ekonomi dengan negara-negara lain, tak terkecuali China sendiri.

Timbulnya berbagai pandangan dikarenakan pengumuman ini memang belum ada penjelasan lebih lanjut. Jika diteruskan seperti ini, hal ini akan membawa dampak yang luar biasa, yang di mana lama kelamaan, Indonesia menjadi bergantung dan China akan semakin mendominasi Indonesia.

Baca juga  China Menolak Permintaan WHO Untuk Penyelidikan Kedua Tentang Asal-usul COVID-19

Oleh karena itu, Presiden Indonesia harus segera mengklarifikasi dan mempertegas bahwa Laut Natuna Utara sebagai ZEE Indonesia tidak akan dilepaskan begitu saja, seperti pada kasus Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan dengan alasan karena ketidakhati-hatian dalam menyetujui pernyataan diplomatik. Apabila keputusan Presiden Indonesia masih tetap berada di posisi menyetujui Joint Statement, maka haruslah dipertegas bahwa pernyataan tersebut hanya sebatas tujuan ekonomi dan pembangunan serta harus diperhatikan dan diperinci batas-batas kerja sama yang telah disepakati untuk meredakan kekhawatiran nasional maupun internasional.

*Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jambi. 

- Advertisement -

Artikel Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru