email : [email protected]

28 C
Jambi City
Friday, November 22, 2024
- Advertisement -

Bangkit Dengan Gerak Tari Melawan Bersama One Billion Rising

Populer

Kota Jambi, Oerban.com – Mengangkat tema mari menanam tanaman kehidupan dan melawan eksploitasi terhadap perempuan, mari bangkit, menari, bersolidaritas melawan diskriminasi di tengah pandemi COVID-19, gerakan perempuan lintas negara akan melakukan serangkaian kegiatan dalam rangka memperingati hari kasih sayang di bulan Februari 2021 ini.

Melalui rilis yang diterima oleh tim oerban.com, kegiatan ini memiliki makna secara filosofis. Dilihat dari sejarahnya,  kata One Billion Rising berasal dari hasil penelitian Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) yang menyebutkan bahwa 1 dari 3 perempuan di muka bumi ini pernah mengalami kekerasan semasa hidupnya. 

Jika dibandingkan dengan jumlah manusia di permukaan bumi sebanyak 7 miliar orang, maka ada 1 miliar perempuan dan anak gadis yang pernah mengalami kekerasan baik secara fisik atau seksual. Namun umumnya pelaku kekerasan umumnya adalah orang-orang terdekat, bahkan 73% hingga 78% perempuan mengalami kekerasan oleh pasangan mereka sendiri.

Namun fenomena yang terjadi saat ini seperti gunung es, yang terlihat hanya permukaan saja dan apa yang ada di bawah tidak kelihatan. Berbagai bentuk penindasan terhadap perempuan, mulai dari kekerasan seksual, psikologis, pengucilan, larangan mengekspresikan diri, tidak diberi akses, dan lain sebagainya tidak nampak sama sekali.

Perempuan rentan kekerasan karena budaya dan nilai-nilai masyarakat yang menempatkan perempuan sebagai nomor dua lebih rendah dari laki-laki. Hubungan timpang ini yang kemudian dijadikan pola pikir masyarakat dan diturunkan ke dalam hukum dan nilai-nilai sosial sehingga aturan-aturan yang ada tidak berpihak pada perempuan. Sejak kecil perempuan sudah diajarkan tidak berhak untuk memilih dan memegang kekuasaan atas hidup dan tubuhnya sendiri. 

One billion rising dalam bahasa Indonesia artinya “Kebangkitan Satu Miliar” ialah sebuah gerakan global untuk mengakhiri kekerasan terhadap perempuan melalui sebuah tarian yang serentak diadakan setiap tanggal 14 Februari di berbagai penjuru dunia. Kampanye tarian OBR pertama kali diluncurkan pada tahun 2012 dan kini sudah diikuti 200 negara di dunia. 

Gerakan ini semula dilatarbelakangi oleh penindasan dan eksploitasi. Penindasan adalah tindakan yang memperlakukan seseorang/komunitas secara tidak adil untuk mendapatkan keuntungan dari kerja atau sumber daya mereka, termasuk oleh perusahaan perusahaan multinasional yang menghisap di dalam negeri atau lintas negeri. Perempuan dan anak gadis lebih rentan terhadap penyalahgunaan kekuasaan di semua bidang (di rumah, di tempat kerja, dan di bidang ekonomi). Kekerasan struktural antara lain kemiskinan, rasial, gender, korupsi, penjajahan dan agresi perang, penjarahan lingkungan, kekerasan migrasi paksa, perdagangan manusia dan lain sebagainya.

Perempuan yang hidup di lapisan paling bawah seperti perempuan tani, miskin kota, suku pedalaman, pekerja rumah tangga, buruh, buruh migran dan sektor-sektor lain tidak punya pilihan untuk bertahan hidup. Mereka dieksploitasi sedemikian rupa demi keuntungan dan kekuasaan.

Ada beberapa bentuk penindasan terhadap perempuan migran Indonesia. Dalam bidang ekonomi seperti pemerintah mengekspor perempuan sebagai buruh migran dengan upah rendah dan tanpa hak, diperas gaji oleh P3MI/agen melalui potongan gaji, kerja migran tidak diakui dan dinilai rendah/bodoh, diubah usia/asal oleh P3MI/calo supaya laku di pasar, perdagangan manusia dan anak, tidak digaji dan diberi hak, pendapatanya dikontrol oleh keluarga atau pasangan, perempuan migran sering dipakai promosi produk, dan lain sebagainya.

Dalam hal politik diberi hak untuk memilih untuk proses atau masuk P3MI/agen, dilarang kontrak mandiri, dilarang memegang paspor sendiri, diwajibkan membawa surat ijin orang tua/suami untuk mendapat ijin pemerintah keluar negeri meski telah berusia 18 tahun dimana ini adalah kategori usia dewasa, dipersulit bercerai, disepelekan ketika mengadu, tidak dilibatkan dalam membuat peraturan, tidak diakui bisa memimpin, anak yang dilahirkan dari perempuan migran dipaksa punya status pernikahan dan lain sebagainya.  

Dalam segi sosial tidak berhak menentukan pengeluaran dan kebahagiaannya sendiri, dianggap gagal ketika pulang tanpa uang, usia tertentu dianggap tidak laku, tetap diharuskan ikut aturan suami meski terpisah jauh, disalahkan ketika suami selingkuh atau anak broken home, disalahkan ketika tidak bisa kirim uang, disalahkan anak karena tidak di rumah mendampingi mereka, tetap jadi pelayan rumah tangga meski dia penghasil pendapatan utama, selalu dikaitkan dengan pelacuran, free sex, dunia malam, narkoba, dsb dan dianggap mempermalukan bangsa, status janda dianggap negatif, sering dimanfaatkan laki-laki secara seksual dan ekonomi melalui hubungan asmara, dianggap tidak perlu berpendidikan tinggi, dsb.

Kondisi Perempuan Pekerja dan Perempuan Migran 

Pandemik COVID-19 semakin memperburuk kondisi rakyat di seluruh dunia. Pemerintah terbukti gagal menjawab dampak dari COVID19 yang telah menyebabkan krisis kesehatan dan krisis ekonomi. Kebijakan neoliberal globalisasi yang dijalan oleh pemerintah dengan membuka pintu selebar-lebarnya untuk investasi asing telah merusak alam dan kehidupan rakyat Indonesia.

Berbagai bencana alam terjadi di Indonesia di tengah rakyat melawan dampak dari Pandemik COVID19 yang belum berakhir. Penanaman investasi asing untuk pembangunan, perluasan hutan untuk perkebunan dan tambang adalah wabah sebenarnya yang dihadapi oleh rakyat. Berbagai kebijakan pemerintah untuk menyelesaikan pandemi COVID-19 semakin memperbesar rasisme, kekerasan militer, dan diskriminasi pada rakyat mayoritas. Setiap hari kita melihat orang yang sekarat bahkan sampai meninggal adalah mereka yang secara historis dieksploitasi, tertindas, terpinggirkan dan didiskriminasi karena jenis kelamin, ras, klas dan miskin.

Sepanjang tahun 2019 jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan terus meningkat. Kekerasan di ranah personal berupa kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT), kasus kekerasan terhadap perempuan pada ranah publik dan kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan oleh Negara, meliputi; kekerasan terhadap perempuan terkait dengan tindakan penggusuran lahan, kasus intimidasi kepada jurnalis perempuan ketika melakukan liputan, pelanggaran hak administrasi kependudukan terhadap perempuan, tuduhan berafiliasi dengan organisasi terlarang. 

Selama masa pandemi, aturan penanganan Covid-19 baik secara langsung maupun tidak langsung telah membatasi upaya layanan bagi korban kekerasan seksual dan juga membuka potensi risiko kekerasan terhadap perempuan yang lebih tinggi lagi. Hal ini dialami Beranda Perempuan saat mendampingi korban kekerasan seksual di wilayah Jambi. Selain itu, hubungan sakral yang dimiliki masyarakat adat dengan tanah telah dilanggar melalui penjajahan, pelanggaran perjanjian, dan pelanggaran hak asasi manusia yang terus menerus dilakukan terhadap masyarakat adat. Masih didapati fakta tersingkirnya perempuan adat dari tanah leluhurnya sendiri seperti yang terjadi pada perempuan adat Pubabu di Timor Tengah Selatan NTT.

Menurut International Migran Alliance (IMA) jumlah buruh migran di dunia tercatat ada 260 juta dan diantaranya adalah 160 juta buruh kontrak, sisanya imigran dan tidak berdokumen, 60 juta lebih status pengungsi, pencari suaka karena perang atau perubahan iklim. Pandemi COVID-19 digunakan sebagai alat penolakan terhadap pengungsi seperti di negara Amerika, Kanada, Eropa, Australia menggunakan COVID19 untuk menolak pengungsi.

Bagi buruh migran Indonesia pandemik COVID19 membawa kesengsaraan yang mendalam karena telah merombak secara ekstrim kondisi migran. COVID19 juga menjadi alat bagi negara-negara penempatan untuk melakukan penangkapan dan deportasi massal terhadap migran tak berdokumen. Buruh migran harus melakukan pekerjaan lebih banyak dan lebih panjang jam kerjanya, mengeluarkan uang lebih untuk membeli kebutuhan masker dan sanitizer serta makanan bergizi serta jam libur dibatasi bahkan tidak diberi libur sama sekali. Selain itu pemerintah mengkambinghitamkan buruh migran sebagai pembawa virus.

OBR Internasional mengundang satu miliar perempuan dan siapa saja yang peduli untuk menari, bangkit dan menuntut penghentian kekerasan terhadap perempuan. OBR adalah gerakan global yang akan menggerakan dunia, mengaktifkan perempuan dan laki-laki di setiap negara. Ajakan menari adalah seruan kepada semua tanpa terkecuali untuk menolak budaya kekerasan terhadap perempuan. Aksi solidaritas di dalam dan lintas negeri memperkuat semangat perempuan dan menunjukkan bahwa perempuan tidak sendiri.

Adapun tujuan OBR tahun 2021 ini diantaranya, untuk membangun dan memperkuat solidaritas antara perempuan migran dan perempuan pekerja lain, membantu perempuan untuk mengenali kekerasan yang mereka alami dan merangkulnya, membuat ruang yang lebih luas bagi perempuan untuk menjelaskan kekerasan yang dialaminya dan mengekspresikan perlawanannya melalui tarian, untuk mendorong partisipasi semua elemen masyarakat agar terlibat dalam kampanye mengakhiri kekerasan terhadap perempuan demi mewujudkan perdamaian dan kesetaraan, memberikan semangat membangun kehidupan baru terhadap komunitas dan perempuan ditengah situasi pandemik dan krisis, melawan kekerasan dan Diskriminasi di tengah pandemi COVID19, merayakan hari kasih sayang pada 14 Februari dengan memberikan dukungan terhadap kelompok perempuan dan migran serta keluarganya, membangun jaringan One Billion Rising Indonesia dan Jaringan OBR Migran

Adapun bentuk-bentuk kegiatannya pada Selasa, 02 Februari 2021 berupa forum virtual menyambut one billion rising bertema“Sejarah Gerakan One Billion Rising dan Aksi Menanam” yang akan disampaikan oleh direktur global min Que Wilson, APWLD, dan Komnas perempuan dan acara virtual concert pada 07 Februari 2021 yaitu, menari OBR Untuk Persiapan Virtual Concert OBR disus acara pada 14 Februari 2021 berupa virtual dan offline Perayaan OBR Perempuan Indonesia dan Perempuan Migran serta kegiatan pada 16 Februari 2021 yang berbentuk virtual Concert OBR Migran ( Sring, Sumber, Sekber ).

Editor : Renilda Pratiwi

- Advertisement -

Artikel Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru