Oleh: Agustia Gafar
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jambi mencatat, kenaikan jumlah penduduk miskin di Kota Sungai Penuh cukup signifikan sejak 2017-2019 yang mencapai 2-8 % pertahun. Hal ini bertambah berat dengan efek pandemi, imbas inflasi, dan dampak permasalahan global secara tidak langsung hingga saat ini. Akan tetapi kondisi ini berbanding terbalik dengan praktik yang dilakukan oleh Walikota Sungai Penuh, Ahmadi Zubir.
Sebagai orang nomor satu di Sungai Penuh, ketimpangan kekayaan yang dimiliki oleh Ahmadi Zubir terlihat sangat kontradiktif dengan masyarakatnya. Pasca dilantik bersama wakilnya di Auditorium Rumah Dinas Gubernur Jambi pada 25 Januari 2021 oleh Pj. Gubernur Jambi, Hari Nur Cahya Murni, ia membeli sebuah aset SPBU milik pribadi.
Seperti yang kita ketahui, demokrasi merupakan sistem politik transaksional yang mahal. Dalam proses pengambilan dan peralihan kekuasaannya, memerlukan biaya yang begitu mahal. Korupsi dan kolusi adalah hal yang mungkin tidak terelakkan, sebagai konsekuensi lahirnya dari sistem demokrasi, sulit untuk diberantas. Miliaran bahkan triliunan rupiah digelontorkan demi memenangkan pemilihan pemimpin dan wakil rakyat di berbagai tingkatan. Sehingga ketika memimpin cenderung berorientasi untuk mengembalikan modal politik dan mempertahankan kursi.
Mengutip The Balance Money, aset adalah sumber nilai berwujud atau tidak berwujud yang dimiliki oleh pribadi, perusahaan, atau pemerintah dengan harapan akan memberikan manfaat ekonomi pemiliknya. Aset yang dimiliki Walikota Sungai Penuh, dalam tataran logika bertolak belakang dengan gelontoran suksesi pemilihan yang baru saja ia lalui. Lantas darimana pundi-pundi tersebut ia dapatkan?
Kota Sungai Penuh memiliki sejumlah masalah yang perlu mendapat perhatian, mulai dari masalah jual beli jabatan, permasalahan sampah kota yang tidak memiliki area tempat pembuangan akhir (TPA), proyek yang tidak sesuai SNI (standar nasional Indonesia), aset pribadi yang melimpah ruah, pemberhentian pejabat tidak sesuai aturan dan berbagai masalah lainnya. Kebobrokan Sungai Penuh hari ini tidak akan mampu ditambal jika pemimpinnya hanya mementingkan aset pribadi.
Diduga aset SPBU yang dimiliki Walikota Sungai Penuh tersebut berlokasi di jalan Kumun Kota Sungai Penuh Kumun, Air Teluh, Kec. Kumun Debai, Kota Sungai Penuh, Jambi, kini sudah berpindah tangan karena diperjualbelikan pada November 2021 oleh Amadi Zubir yang diperkirakan mencapai kurang lebih 15 milyar rupiah.
Pelantikan dan pembelian aset tersebut hanya berjarak 10 Bulan sejak Ahmadi Zubir dilantik. Angka yang fantastis tersebut belum diketahui publik darimana sumbernya. Perlu adanya penelusuran lebih lanjut mengenai harta kekayaan Walikota Sungai Penuh, sebab berdasarkan catatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kekayaan pejabat atau penyelenggara negara secara umum mengalami kenaikan selama pandemi Covid-19 lalu. Data tersebut berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) selama pendemi 2021, bahkan sejumlah pejabat negara hartanya mengalami kenaikan mencapai 70,3%. Apakah Ahmadi Zubir juga termasuk deretan tersebut?
Penulis merupakan anggota Ikatan Pemuda Kerinci Sungai Penuh (IPKS)