Kota Jambi, Oerban.com – Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 Days of Activism Against Gender Violence) merupakan kampanye internasional untuk mendorong upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia. Setiap tahunnya, kegiatan ini berlangsung dari tanggal 25 November yang merupakan Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan hingga tanggal 10 Desember yang merupakan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional.Dipilihnya rentang waktu tersebut adalah dalam rangka menghubungkan secara simbolik antara kekerasan terhadap perempuan dan HAM, serta menekankan bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM.
Sebagai lembaga perempuan yang aktif memperjuangkan hak-hak perempuan di Provinsi Jambi, Beranda Perempuan bersama 17 lembaga mitra kampanye Plan Indonesia akan memberikan ruang bagi anak-anak muda, khususnya anak perempuan untuk bersuara dan ikut partisipasi dalam upaya mendorong pemenuhan hak anak dan kesetaraan bagi anak perempuan melalui kampanye serentak dalam rentang waktu 25 November-10 Desember.
Perkawinan anak merupakan suatu perkawinan yang mana kedua mempelai ataupun salah satunya berumur dibawah 18 tahun. Provinsi Jambi berada di urutan ke 9 tertinggi se-indonesia tahun 2019 dengan persentase 14,8 persen, Meningkat dari tahun 2018 yaitu 12,1 persen. Angka tersebut menempatkan provinsi Jambi sebagai tiga provinsi yang harus menjadi perhatian dengan angka kenaikan signifikan dalam rentang waktu 2018-2019. dengan angka kenaikan 2,07 persen lebih tinggi daripada Papua Barat naik 2,04 persen dan kalimantan Barat berada di urutan pertama 3,54 persen (Sumber Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2018 dan 2019) Berbagai penelitian telah mengungkap rentetan dampak perkawinan dibawah umur 18 tahun dapat berisiko pada kesehatan reproduksi pada anak perempuan, tingginya angka perceraian, rentan mengalami kekerasan seksual serta juga terkait pada penurunan kualitas hidup anak perempuan dalam dimensi hidup layak.
Perkawinan anak merupakan isu yang kompleks. Hal ini ditengarai faktor kemiskinan, kurangnya akses pada pendidikan, ketidaksetaraan gender, konflik sosial, ketiadaan akses terhadap layanan dan informasi kesehatan reproduksi yang komprehensif, norma-norma sosial yang mengukuhkan stereotip gender tertentu, seperti perempuan seharusnya menikah muda. Budaya perjodohan, interpretasi agama, dan praktik tradisi lokal turut melegitimasi perkawinan anak (UNFPA 2015).
Beranda perempuan telah melaksanakan perlombaan cipta pantun dan puisi bertemakan dampak negatif perkawinan anak yang dilakukan rentang waktu 23 November hingga 3 Desember lalu, dengan total 20 karya pelajar se Indonesia. Berikut karya pantun yang mendapat juara pertama.
Pantun perkawinan anak karya Yulia Ramadani
Hendak ke sungai memancing ikan
Singgah sebentar di gubuk petani
Zaman sekarang sangat memprihatinkan
Banyak yang melakukan pernikahan dini
Padi ditanam para petani
Padi diolah menjadi nasi
Faktor utama pernikahan dini
Kurang pemahaman kesehatan reproduksi
Pergi belanja di akhir pekan
Singgah sebentar di rumah ibu rini
Masalah ekonomi dan pendidikan
Pemicu besar terjadinya pernikahan dini
Berwajah tampan namanya Dani
Pergi ke sekolah memakai dasi
Faktor lain pernikahan usia dini
Dinikahkan dan dijodohkan karena tradisi
Gadis Jambi menari kedidi
Gerakan indah kesana kesini
Kekerasan seksual banyak terjadi
Salah satu dampak pernikahan usia dini
Tukang sayur keliling si ibu tini
Selalu jualan tak kenal lelah
Dampak besar pernikahan usia dini
Banyak menjadikan anak putus sekolah
Pergi ke kebun menanam labu
Singgah sebentar memancing ikan
Banyak kasus kematian ibu
Mengaborsi kehamilan yang tidak diinginkan
Dokter hewan namanya Reyhan
Memeriksa kucing si ibu dini
Memberi pemahaman legalitas pernikahan
Solusi mencegah pernikahan usia dini
Puisi Perkawinan anak karya Ibnu Sabil
Bahwa Aku Menghapus Masa
Karya : M. Ibnu Sabil
Sayat – sayat bergemuruh
Titik – titik yang menggores hati
Seonggok tiang yang terjatuh menjalin cinta
Tetapi malah menjadi duka
Tubuh kecil tersenyum manis
kini berubah menjadi tangis
Bunga yang harusnya mekar pada waktunya
namun telah layu sebelum mencapai pucuknha
Rintis hujan dipipiku
Usap – usap wajahku
Tak sadar, selendang ungu pada diriku
ternyata ukiran lebam pada kulitku
Terlihat gadis kecil tertawa manis,
namun hanya tangis yang menghampiri
Tuhan
bolehkah aku mengulang hidup ini?
Editor : Renilda Pratiwi Yolandini