Kota Jambi, Oerban.com – Istri seorang penjual pisang keliling, Elida Chaniago kini harus merasakan dinginnya jeruji besi. Ibu tiga orang anak itu dipenjara karena dituduh menyerobot tanah yang telah lama ditempati keluarganya oleh Charles Robin Lie.
Anak tertua Elida, Yasin Agustin menjelaskan, kedua orang tuanya membeli tanah di Daerah Kota Baru pada tahun 2010. Tanah tersebut dibeli dari orang bernama Sukandar dengan cara melunaskan hutang.
Setelah proses pelunasan hutang selesai, keluar surat Roya dari bank dan sertifikat tanah berpindah tangan. Untuk melengkapi perpindahan sertifikat, Yasin mengatakan keluarganya segera menemui seorang notaris, Halijah SH untuk membuat akta jual beli.
Yasin menegaskan, dalam proses pembuatan akta jual beli, Halijah terlebih dulu mengecek dan memastikan kepemilikan tanah.
“Ibu Halijah tidak langsung membuat akta jual beli, tapi harus dicek terlebih dulu di BPN. Benar atau tidak tanah ini punya Sukandar, benar atau tidak tanah ini tidak sengketa. Alhamdulillah benar tanah itu punya Sukandar dan tidak ada masalah apapun pada tahun 2010 itu,” jelas Yasin saat ditemui Oerban pada Rabu (28/9/2022) sore.
Setelah 7 tahun menguasai tanah secara fisik dengan didukung SHM, Yasin mengungkapkan jika pada 2017 ada tiga orang oknum kepolisian yang datang menemui ayahnya, Arsil.
Tiga orang oknum kepolisian itu datang dan menanyakan soal kepemilikan tanah di Jalan Kolonel M. Kukuh, tanah milik Arsil yang dibelinya dari Sukandar 7 tahun silam. Selain itu, oknum tersebut juga meminta bukti-bukti kepemilikan.
“Namanya orang tua saya terutama ayah itu orang awam, dikeluarkanlah semua bukti-bukti sertifikat, akta jual beli, pajak bumi bangunan dan semua bukti-bukti lainnya dikeluarkan ke hadapan 3 oknum itu,” tutur Yasin.
Setelah melihat-lihat dan sempat memotret, ketiga oknum tersebut lalu meminta dokumen-dokumen milik Arsil di foto copy. Hal tersebut tentu saja menimbulkan kecurigaan dan langsung dipertanyakan oleh Arsil.
Ketiga oknum polisi itu menjawab kecurigaan dengan mengatakan, telah mendapat laporan bahwa ada orang lain yang memiliki tanah di tempat yang sama dengan Arsil. Saat ditanya mengenai bukti, mereka lantas mengelak dengan alasan bahwa hal tersebut adalah rahasia negara.
Sejak adanya kejadian tersebut, Yasin mengatakan jika hari berikutnya banyak upaya pengambilalihan tanah dari pihak yang mengaku memiliki hak atas tanah yang dikelola Arsil sejak 2010.
Menurut info yang diterima Yasin, pedagang yang mengontrak di tanah milik keluarganya sering didatangi oleh orang yang mengaku dari Ormas. Orang tersebut meminta agar pedagang yang mengontrak segera meninggalkan tempat tersebut karena bukan lagi milik Arsil dan Elida.
Di akhir tahun 2018, Yasin mengatakan, ibunya Elida di BAP di Polresta selama kurang lebih 6 bulan terkait persoalan tanah. Hingga pada akhirnya harus disidang di pengadilan negeri selama kurang lebih 5 bulan.
Elida sendiri akhirnya dipidana dan dikenakan pasal 385 ayat 4 KUHP, dengan hukuman selama 9 bulan penjara. Namun pasca putusan tersebut, berbagai macam upaya tetap dilakukan Yasin untuk mengajukan banding dan kasasi.
Untuk upaya banding, Yasin mengatakan keputusan Pengadilan Tinggi menegaskan jika urusan pidana dikesampingkan terlebih dulu.
“Karena putusan pengadilan itu mengatakan apabila perkara tanah, maka dahulukan lah perdatanya,” ucap Yasin.
Kendati begitu, pada saat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, keputusan pidana 9 bulan penjara terhadap Elida tetap tak berubah. Bahkan saat hendak melakukan PK terhadap keputusan tersebut, PK ditolak karena alasan administrasi tidak lengkap.
Hal tersebut membuat pihak keluarga Yasin menduga oknum pengacara lamanya juga ikut bermain. Tak patah semangat meski gagal melakukan PK, Yasin mengatakan pihaknya sampai saat ini sedang mengajukan perihal perdata, yang rencananya akan diputuskan pada 3 Oktober mendatang.
Meski perihal perdata belum putus sampai saat ini, nyatanya Elida tetap dijemput paksa oleh pihak kepolisian pada 23 Mei 2022 lalu. Dari penuturan Yasin, ibunya ditangkap sekitar jam 1 siang oleh kurang lebih 20 orang.
Elida yang tidak tahu apa-apa dan bingung sempat melawan pada saat itu, namun sayang, tak banyak yang bisa diperbuatnya.
“Saya pikir-pikir padahal kan perdata masih jalan, saya gak ngerti lah proses itu, gak paham. Intinya tanggal 23 Mei ibu ditahan, tanggal 24 Mei Surat Izin Penangkapannya datang sekitar jam setengah 11 siang,” terang Yasin.
Sementara itu, melansir dari laman hukumonline.com, berdasarkan Pasal 18 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), pelaksanaan tugas penangkapan dilakukan oleh petugas kepolisian negara Republik Indonesia, dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa. Oleh karena itu, surat penangkapan tidak boleh diberikan penyidik setelah 1×24 jam atau 1 hari setelah penangkapan itu dilakukan.
Selain itu, penahanan terhadap Elida juga tidak sesuai dengan keputusan Pengadilan Tinggi, yang menyebutkan jika di dalam perkara tanah harus mendahulukan perdata dibanding pidana. Namun pada kenyataannya kini, Elida telah mendekam selama 4 bulan di penjara. Sehingga timbul kecurigaan jika ada ketimpangan dalam proses pelaksanaan hukum sengketa tanah antara Arsil dan Elida melawan Charles Robin Lie.
Adapun bukti kepemilikan tanah Arsil dan Elida tertuang dalam Akta Jual Beli No 236 / 2010, yang tercatat di Kantor Notaris Halijah dari Sertifikat Hak Milik (SHM) No 418 Tahun 1983 dengan Luas 525 meter persegi, tertuang pada catatan peralihan Hak yang diterbitkan dan di tanda tangani Pejabat BPN Kota Jambi Kartono Agus Riyanto ST, Kasie Pendaftaran Tanah.
Sedangkan Robin Lie mengaku tanah tersebut milik Isterinya Lis Annawati dengan Sertifikat Hak Milik No. 2375 / Paal Lima 31 Oktober 2002 perolehan Akta Jual Beli Notaris Yandifson SH.
Editor: Renilda Pratiwi Yolandini