Pagi ini saya terbangun, seusai shalat subuh dan Tilawah beberapa lembar menyelesaikan target harian. Rasanya mata berat sekali dan berujung tertidur lagi. Memang di saat-saat seperti ini sulit sekali mengendalikan mata. Hendak keluar rumah untuk sekedar lari pagi pun sulit.
Pagi ini ada banyak hal yang mengganggu pikiran saya. Rupiah yang tak jua menguat, hampir setara ketika Indonesia menghadapi Krisis moneter tahun 98 lalu. Omnibus Law yang entah bagaimana nasibnya. Kabar Corona yang tak kunjung membaik beberapa hari terakhir. Setelah dinyatakan satu orang positif Corona di Jambi justru keadaan semakin genting dan menakutkan. Semua serba sepi, tempat umum, masjid, para pedagang yang mulai menurun omsetnya. Kabar terakhir, kampus ditutup total. Semua kegiatan kampus dihentikan sampai waktu yang belum ditentukan. Kegiatan perkuliahan dialihkan menggunakan sistem daring.
Sejujurnya, sepakat atau tidak, hari ini kabar tentang Corona jauh lebih menakutkan dibanding Corona itu sendiri. Bukan meremehkan Corona, kendati pun demikian kita tetap harus waspada dan menjaga diri dengan cara menjaga kesehatan, menjaga pola makan dan tentu saja tetap tinggal di rumah kecuali jika ada hal yang benar-benar penting yang mengharuskan kita untuk keluar rumah. Tapi sadar atau tidak, hari ini kita disibukkan dengan kabar Corona. Media menggorengnya sedemikian rupa sehingga menjadi sesuatu yang sangat menakutkan. Membuat kita sibuk dengan hal-hal yang barangkali sebenarnya kita bisa hadapi dengan biasa-biasa saja. Tetap tenang dan tetap waspada.
Tapi Ikhwah, satu hal yang barangkali luput dari ingatan kita belakangan ini sebab kesibukan-kesibukan dunia kita, bahwa hari ini kita sudah masuk di awal pekan Bulan Sya’ban. Kurang dari 30 hari lagi kita akan kedatangan tamu yang mulia. Tamu yang hanya satu bulan dalam satu tahun akan mengunjungi kita. Tamu yang membawa berbagai macam kemuliaan dan keberkahan di dalamnya. Tamu yang di dalamnya terdapat ampunan. Bahkan tamu yang di dalamnya ada satu malam yang mulia yang apabila kita beribadah pahalanya sama seperti kita beribadah 1000 bulan. Tamu itu adalah Ramadhan.
Namun ironisnya kita, Ikhwah. Apa kabar Iman kita hari ini? Apa kabar amalan-amalan harian kita? Apa kabar Shalat-sahalat fardu dan shalat-shalat sunnah kita? Apa kabar Dzikir-dzikir kita? Apa kabar puasa-puasa sunnah kita? Apa kabar Tilawah-tilawah kita? Apa kabar targetan-targetan infaq dan sedekah kita? Demi Allah Ikhwah, persiapan apa yang sudah kita siapkan untuk menyambut tamu yang Agung dan mulia itu?
Adakah hari ini kita sibuk melatih dan mempersiapkan diri menyambut tamu yang mulia itu? Atau justru kita malah sibuk dengan urusan-urusan dunia dan tak sedikitpun rindu serta bergembira akan datangnya tamu yang mulia itu?
Adakah hari ini kita lebih banyak berinteraksi dengan Al-Quran sebagai persiapan datangnya tamu mulia dimana Al-Quran diturunkan untuk pertama kalinya ke muka bumi? Atau justru kita lebih sibuk berinteraksi dengan berita-berita harian yang justru membuat hati kita kian tidak tenang?
Adakah hari ini kita bercermin dan menyesali diri, tentang betapa banyaknya dosa dan kesalahan-kesalahan kita? Atau justru kita lebih sibuk mencari-cari kesalahan orang lain?
Ikhwah, betapa lemahnya hati kita. Iman kita kian compang-camping. Amalan kita tak menentu. Ironisnya bahkan kita tak sadar itu semua. Apalah arti kesibukan-kesibukan dunia kita jika kita lalai akan urusan-urusan akhirat kita. Apalah arti program-program harian kita jika hal itu justru menjauhkan kita dari Sang Khalik.
Ikhwah, Ramadhan sudah di depan mata kita. Namun, adakah jaminan umur kita bisa sampai di Bulan Ramadhan?
Demi Allah, bahkan adakah jaminan bahwa besok pagi kita masih bisa menghirup udara segar?
Mari perbaiki diri. Persiapkan diri untuk meyambut tamu yang mulia itu.
Allahumma Balighna Ramadhan..
Jambi, Awal Sya’ban 1441 H
Al fakir Agung Gunawan
(Penulis Buku ‘Menuju Senja’)
Editor: Renilda Pratiwi Yolandini