Oleh: Monas*
Oerban.com – Korupsi merupakan penyakit sosial yang sudah membudaya bukan hanya di Indonesia tetapi juga di negara lain. Korupsi di Indonesia telah ada sejak era kerajaan Nusantara dan terus berkembang hingga kini.
Menurut Asian Development Bank (ADB), korupsi merupakan tindakan yang melibatkan perilaku tidak etis dan melanggar hukum oleh pegawai di sektor publik maupun swasta untuk keuntungan pribadi atau kepentingan orang terdekat mereka. ADB juga menjelaskan bahwa individu tersebut sering mempengaruhi orang lain untuk melakukan hal serupa dengan menyalahgunakan wewenang yang dimiliki.
Korupsi sering dilakukan oleh individu dari berbagai latar belakang, baik dari kelas menengah ke bawah yang terdesak oleh kebutuhan ekonomi maupun dari kalangan kelas atas. Namun, di Indonesia pada praktiknya banyak korupsi yang pelakunya berasal dari kalangan atas, terutama pejabat pemerintahan ataupun pengusaha.
Hal ini sejalan dengan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari tahun 2004 hingga Juli 2023, terdapat 344 kasus korupsi yang melibatkan anggota DPR dan DPRD. Angka ini menempati posisi ketiga terbanyak, setelah kasus korupsi yang melibatkan kalangan swasta (399 kasus) dan pejabat eselon I-IV (349 kasus).
Berbagai pelaku korupsi kemudian mengungkapkan bahwa tindakan tersebut berakar pada kerusakan moral dan kurangnya integritas mereka sebagai individu yang hidup dalam sistem kenegaraan. Menurut Merriam Webster, moral berkaitan dengan pemahaman tentang apa yang benar dan salah dalam perilaku manusia, serta dianggap baik dan benar oleh mayoritas orang berdasarkan standar perilaku yang berlaku dalam suatu kelompok atau masyarakat. Kerusakan moral ini sering kali dipengaruhi oleh faktor eksternal, seperti budaya masyarakat, sistem pendidikan, dan lingkungan yang cenderung mendukung perilaku menyimpang (Harrison, 1999).
Maraknya kasus Korupsi terjadi karena adanya pelanggaran-pelanggaran terhadap etika, oleh para pemangku kekuasaan dinegara ini. karena untuk melakukan korupsi, seseorang harus bertindak dengan cara yang tidak jujur, tidak adil, mengabaikan tanggung jawab, tidak menghargai pekerjaan, dan bersikap egois. Tindakan ini bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar etika, yang menekankan kejujuran, keadilan, tanggung jawab, dedikasi terhadap pekerjaan, serta kepedulian terhadap kepentingan bersama.
Salah satu contoh nyata adalah kasus korupsi yang dilakukan oleh eks pejabat Mahkamah Agung Zarof Ricar yang berperan sebagai makelar kasus dalam pengurusan perkara kasasi Ronald Tannur dalam kasus penganiayaan yang menewaskan kekasihnya. Dalam kasus ini, terlihat jelas bagaimana korupsi tumbuh dari hilangnya moral dan etika, di mana seseorang menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan pribadi tanpa mempertimbangkan dampak buruk bagi masyarakat dan institusi hukum.
Kasus seperti ini mencerminkan bahwa korupsi bukan hanya masalah hukum, tetapi juga persoalan moralitas dan integritas yang rusak. Oleh karena itu, penting bagi kita semua untuk menanamkan nilai-nilai etika dalam kehidupan sehari-hari dan membangun budaya anti-korupsi yang kuat. Mari bersama-sama menjunjung tinggi kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab untuk menciptakan masyarakat yang bebas dari korupsi demi masa depan yang lebih baik.
Selain itu, peran masyarakat sangat dibutuhkan terutama dalam memilih pejabat negara, karena banyak kasus korupsi yang terutama juga melibatkan pejabat daerah. Peran masyarakat dapat dimulai dengan memilih pejabat daerah pada pemilihan 27 November 2024, yakni pilihlah pemimpin daerah Berdasarkan visi dan misi serta lihat rekam jejaknya. Kemudian, dengan tegas tolak Money Politik karena suara kita sangat berharga. Pilihan kita hari ini akan menentukan Nasib daerah kita 5 tahun yang akan datang.
*Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Mulawarman.