Penulis: Siska Hasra
Muaro Jambi, Oerban.com – Polemik kasus korupsi selalu menjadi perbincangan hangat di masyarakat. Korupsi sendiri seperti kanker yang menggerogoti Indonesia, mengingat selalu ada kasus korupsi pada tiap tahunnya.
Setiap orang pasti menginginkan sanksi yang sepadan untuk mereka para narapidana korupsi, tetapi realitas dari beberapa kasus akhir-akhir ini membuat masyarakat semakin menurunkan kepercayaannya terhadap hukum, ditambah dengan isu narapidana korupsi diangkat sebagai brand ambasador anti korupsi juga menjadi hal yang mengagetkan serta menimbulkan kontroversi publik.
Dalam pembahasan yang dilangsungkan melalui webinar yang diisi oleh IPDA Albert Ramza, S.H., M.H bersama dengan Dr. Erdianto Effendi, S.H., M.H, polemik ini dibahas dengan menarik.
“Memberikan hak kepada mantan Narapidana Korupsi terhadap hak yang sama dengan hak yang mereka punya sebelum mereka menjadi Narapidana Korupsi itu sah-sah saja, tapi rasanya terlalu berlebihan jika mereka ditunjuk untuk menjadi duta Antikorupsi,” ungkap Dr. Erdianto Effendi, S.H., M.H.
Jika mantan Narapidana Korupsi benar-benar diangkat menjadi Brand Ambasador Anti Korupsi maka kedepannya masyarakat bisa saja beranggapan bahwa tindakan korupsi adalah sebuah prestasi yang menguntungkan karena setelahnya mereka mendapatkan sebuah pengakuan atau jabatan sebagi seorang penyuluh antikorupsi, ibaratkan setelah mencuri mereka di angkat jadi polisi.
Tidak hanya itu bisa saja pada waktu kedepannya rasa takut akan korupsi bisa saja menjadi hal yang biasa saja karena anggapan bahwa korupsi bisa memberikan jalan baru untuk jabatan mereka kedepannya, padahal tindakan korupsi merupakan kejahatan Extraordinary Crime dan merugikan banyak pihak bahkan membunuh masyarakat secara tidak langsung.
Menjadikan mantan Narapidana Korupsi sebagai Brand Ambasador Anti Korupsi adalah tindakan yang kurang tepat untuk diambil sebagai suatu keputusan. Dampak kedepannya bisa menghancurkan harapan masyarakat atas kebijakan yang diambil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan menimbulkan ketidakpercayaan terhadap pihak berwenang dalam menanggulangi kasus-kasus yang merugikan masyarakat dan Negara.
Editor : Renilda Pratiwi Yolandini