email : [email protected]

26.7 C
Jambi City
Friday, November 22, 2024
- Advertisement -

IDUL ADHA : MOMENTUM MENGENANG CINTA KELUARGA IBRAHIM AS.

Populer

Oerban.com– Selepas salat Magrib pada 30 Juli 2020 bertepatan dengan 10 Muharram 1441 H suara takbir berkumandang di berbagai penjuru mesjid. Seperti itulah, penanggalan dalam kalender Islam dimulai saat Magrib sejak tenggelamnya matahari hingga ia tenggelam kembali di penghujung sore. Karena itu kumandang takbir menggema dimana-mana mengisyaratkan hari raya Idul Adha telah tiba dan esok hari selepas subuh salat Eid akan dilaksanakan.

Hari raya Iduladha tergolong hari besar Islam. Pelaksanaan haji dilaksanakan saat hari raya ini, sebab itu pula Hari Raya Iduladha disebut hari raya haji. Tidak luput pula pelaksanaan kurban juga dilaksanakan pada hari raya ini serta ibadah puasa yang dilaksanakan menjelang datangnya hari raya Iduladha. Beberapa ibadah tersebut menggambarkan keistimewaan Iduladha.

Di balik keistimewaan Idul Adha yang diisyaratkan dengan terhimpunnya induk ibadah seperti haji dan kurban serta puasa, terdapat kisah yang melatarbelakangi syariat ibadah tersebut yang mestinya patut direnungi untuk diambil ibrah atas kisah tersebut. Kisah yang dimaksud adalah sederet kisah keluarga Ibrahim as. Keluarga tersebut merupakan keluarga istimewa karena ibadah-ibadah umat setelahnya berkiblat kepada mereka. Dapat dibayangkan betapa mulia keluarga tersebut hingga pelaksanaan haji dan kurban yang dilakukan berabad-abad yang lalu menjadi acuan bagi umat hingga saat ini.

Keluarga Ibrahim as. begitu mulia hingga Allah menjaga keluarga tersebut, menjadikan beliau menjadi klalilullah (orang yang dicintai Allah), menjadi Bapak para Nabi, dan sederet kisah yang mengagumkan sebagai bentuk keistimewaan dalam kehidupan mereka. Pada kisah Ibu Ismail as. dapat kita ambil pelajaran tentang pejuangan seorang Ibu serta ketangguhan seorang istri yang ditinggal seorang diri mengasuh anak di tengah padang pasir. Sekelas manusia biasa mungkin akan terlintas rasa kecewa atau marah atas keadaan tersebut. Namun masih ingatkah apa yang disebut Ibu Ismail as. saat ia ditinggal di padang pasir nan tandus. Ia bertanya kepada suaminya, Ibrahim as., “Allah-kah yang menyuruhmu melakukan ini?” “Ya,” jawab ibrahim. Kemudian kemudian Ibunda Hajar berkata dengan penuh berserah diri, “Kalau begitu Ia tidak akan menelantarkan kami”.

Percakapan tersebut mencerminkan bahwa keluarga Ibrahim as. begitu mulia dihadapan Allah. Adalah terletak pada tauhid yang sebenar-benarnya dan berserah diri. Tauhid yang benar tentu didasari atas rasa cinta kepada Allah. Dalam kisah Ibrahim as. cinta itu sudah terlihat sejak sebelum Ibrahim as. menjadi Nabi. Beliau sanggat cinta kebenaran hingga beliau mampu mematahkan logika kaumnya yang menyembah berhala. Kecerdasannya itu membuat Ia semakin tunduk dan berserah diri kepada Allah hingga Allah menjadikannya khalilullah (kesayangan atau kekasih Allah) seperti firmannya dalam Surah An-Nisa ayat 125, “Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kabaikan, dan ia mengikuti agama ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya”.

Satu kisah lagi tentang kepasrahan total Ibrahim as kepada Allah. Ia diuji dengan perintah menyembelih anak semata wayangnya. Tanpa iman dan kecintaan kepada Allah tidak akan sanggup seseorang ayah menyembelih anak kesayangannya sendiri. Begitupun sang anak tidak akan rela mati disembelih sang Ayah, jika tidak ada iman di dadanya. Tetapi yang terjadi adalah Ibrahim as. melaksanakan perintah Allah begitupun anaknya dengan ikhlas dan pasrah berkata, “Hai Bapakku! kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.

Potongan-potongan kisah keluarga Ibrahim as. mengajarkan kita arti cinta kepada Allah yang direalisasikan dengan tunduk pada perintahnya serta sabar dan berserah diri total atas segala hal yang terjadi dalam hidup. Pada momentum Iduladha ini kita berusaha meneladani sifat dan sikap tersebut. Setelah berlalunya Iduladha seyogyanya kita mampu menjadi manusia yang sabar serta menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah hingga Allah menghadiahkan cintanya kepada kita agar kita dapat kembali dengan tenang dan berjumpa dengan Allah sebagai hamba yang ia ridhoi. Perubahan tersebut dapat kita mulai dari diri sendiri dan keluarga dengan harapan semoga kelurga kita dapat seperti keluarga Ibrahim as. yang dicintai oleh Yang Mahakuasa.

Penulis : Ainun Afifah

Editor : Siti Saira. H

- Advertisement -

Artikel Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru