Oleh: Hendri Yandri
Indonesia baru saja menghelat dua even besar yakni Moto GP Mandalika Maret lalu dan Formula E Grandprix Jakarta 4 Juni kemaren. Dua even besar ini punya tujuan yang sama yakni mengenalkan Indonesia dikancah dunia. Setidaknya pihak penyelenggara ingin kabarkan bahwa Indonesia layak dijadikan lokasi even berkelas Internasional. Ibarat pesta, Indonesia baru saja pesta besar yang tentunya mengeluarkan biaya yang besar juga, bagaimana tidak untuk membangun landasan sirkuit membutuhkan material yang standarnya harus menggunakan tipe aspal PG 82 atau jenis aspal yang bisa bekerja hingga temperatur 82 derajat celcius dan tidak akan meleleh, sehingga tetap mampu mengikat batu, itu saja menghabiskan biaya 2 Triliun. Sirkuit Mandalika merupakan sirkuit kategori Kelas A dimana inovasi dan teknologi yang digunakan telah memenuhi persyaratan dengan spesifikasi tinggi oleh federasi Prancis yang disebut Federation Internationale de Motocyclisme (FIM). Berkat kualitas aspal yang digunakan, lintasan Sirkuit diklaim mampu digunakan pada kecepatan hingga 310 kilometer per jam dengan panjang lintasan sirkuit 2,4 km, lebar 16 meter, dan 18 tikungan membuat performa sirkuit semakin menarik untuk dilintasi. Sudah banyak komentar para pembalap yang memuji kualitas sirkuit Mandalika ini, meskipun satu dua masih memberikan kritikan terkait debu dan adanya batu-batu kecil yang dapat mengganggu jalannya perlombaan.
Selain Mandalika, Indonesia melalui Jakarta juga menggelar even internasional Formula E. Dibungkus dengan nama Jakarta International E-Prix (JIEP), para pembalap manca negara beradu skill diarena JIEP. Ajang ini juga mengeluarkan biaya, meski tidak sebanyak Mandalika, sekitar 190 Milyar uang digunakan untuk pembangunan lintasan balapan. Memiliki lintasan lurus sejauh 600 meter dengan jalur clock waste, pagelaran ini berlokasi di tengah-tengah Ancol. Kejuaraan Dunia Formula E digelar di jalanan Jakarta untuk pertama kalinya pada tanggal 4 Juni 2022. Melihat model lintasan, sekilas seperti kuda lumping yang barangkali punya pesan tentang khasanah budaya Indonesia. Baik Mandalika maupun Jakarta, kedua even itu menjadi pesta masyarakat Indonesia yang sedang haus pergelaran setelah hampir tiga tahun tidak menghadiri kegiatan publik seperti ini.
Setali tiga uang, kedua even besar dengan anggaran yang besar juga, publik kembali berfikir dibalik kedua even ini, apa yang hendak dicapai disamping promosi Indonesia kedunia luar? Sebab kedua even ini tidak hanya melibatkan rasa penasaran publik, tapi juga melibatkan emosi netizen terutama dimedia sosial yang mengaitkannya dengan persiapan pemilu 2024 mendatang. Rocky Gerung beberapa kali perang opini dengan netizen yang mengatakan kenapa di Mandalika BUMN begitu gelontoran menjadi sponsorship kegiatan, sementara Formula E Jakarta tidak ada? Pertanyaan ini jelas memicu perdebatan publik, karena memang Mandalika bertabur papan reklame BUMN sebagai penanda mereka menjadi pendukung even tersebut, sedang di Formula E tidak satupun, justru papan reklame dimeriahkan oleh perusahaan swasta dan luar negeri. Nama Erick sebagai Bosnya BUMN memang sedang disorot publik akibat aktivitasnya selamanya ini, yang dianggap tengah menyiapkan diri untuk ikut kontestasi pilpres 2024 mendatang. Erick terkesan jor-joran pada even Mandalika sehingga dianggap menjadikannya panggung terselubung. Sementara jika BUMN memberikan dukungannya pada Formula E, maka sama saja memberikan iklan gratis kepada Anies Baswedan yang juga tengah mencari panggung untuk pilpres.
Kedua tokoh ini secara tidak langsung sedang mendefenisikan pergelaran ajang MotoGP Mandalika dan Formula E Jakarta sebagai persiapan dan pemanasan sebelum kompetisi betul-betul dimulai. Ibarat kendaraan, keduanya tengah memanaskan mesin politik masing-masing sehingga pada saat pluit pemilu dimulai, mereka tinggal tancap gas.
Berbeda dengan Erick Tohir dan Anies Baswedan, Ridwan Kamil sebagai orang nomor satu di Jawa Barat yang namanya juga ditengah dilirik beberapa partai politik sebagai kandidat presiden 2024 mendatang, justru tengah dilanda musibah. Hilangnya Eril (Emmeril Kahn Mumtaz) di sungai Aare Swiss beberapa minggu lalu 26 Mei 2022 membuat publik Indonesia berduka, semua usaha sudah dilakukan untuk menemukan jasad Eril yang hanyut dibawa arus, sampai kini masih belum membuahkan hasil. Sebagai orang tua, Ridwan Kamil tentu mengalami duka mendalam akibatnya kehilangan anak sulung yang pergi ke Swiss dalam rangka persiapan melanjutkan studi S-2. Kehilangan anak yang hanyut dinegeri orang tentu saja membuat hati makin terenyuh, hanya doa yang bisa dipanjatkan agar sang anak dapat ditemukan. Setidaknya itulah yang sedang diinginkan oleh Ridwan Kamil.
Musibah yang dialami Ridwan Kamil menjadi duka rakyat Indonesia, ratusan bahkan ribuan karangan bunga, ucapan belasungkawa, datang dari mana saja, presiden, wakil presiden, para pejabat tinggi, masyarakat biasa memenuhi jalan menuju rumah duka. Musibah seperti ini tentu saja membuat simpati rakyat Indonesia, musibah ini dapat mencairkan suasana batin masyarakat yang telah lama dibumbui ketegangan akibat perbedaan pilihan politik. Pejabat diatas sana sudah lama berdamai dalam satu perahu kuasa, namun para pendukungnya masih sibuk saling caci dan cerca. Kini, musibah apa saja mesti menjadi perekat kembali semangat kesatuan dan persatuan anak bangsa agar tidak mudah diadu domba. Padahal dombanya tidak mau diadu! Indonesia : Pesta, Musibah, dan Doa berada dalam satu waktu yang sama, semoga semua pihak bisa merasa bahwa transparasi perlu atas setiap peristiwa.
*Penulis merupakan CEO Oerbanesia Cyber Media