Kota Jambi, Oerban.com – Penolakan terhadap kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% semakin menguat di berbagai daerah, termasuk di Kota Jambi.
Salah satu penolakan datang dari Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Kota Jambi yang menyoroti kebijakan ini sebagai bentuk “perampasan aset rakyat” secara sistematis, yang hanya membebani masyarakat kecil demi menyelamatkan anggaran negara.
Ketua Kebijakan Publik KAMMI Kota Jambi, Azizul, dengan lantang menyatakan, “Jika negara butuh uang cepat, kenapa bukan koruptor yang disasar dan aset mereka yang disita? Jangan sampai rakyat kecil menjadi korban atas kesalahan pengelolaan keuangan negara.”
Lebih lanjut, Azizul mengungkapkan bahwa PPN 12% merupakan solusi instan yang menekan rakyat. Kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% mungkin terlihat kecil, tetapi dampaknya cukup besar terhadap daya beli masyarakat.
Berdasarkan data BPS, hampir 70% pendapatan masyarakat dialokasikan untuk konsumsi kebutuhan pokok. Kenaikan PPN akan meningkatkan harga barang, memicu inflasi, dan pada akhirnya melemahkan konsumsi rumah tangga.
“Harga barang-barang kebutuhan pokok seperti beras, minyak, dan gula pasti akan naik karena proses produksinya dikenakan PPN. dan UMKM kami juga terpukul karena biaya produksi jadi lebih tinggi,” ujar Siti Nurhaliza, pelaku UMKM di Kota Jambi.
KAMMI Kota Jambi menegaskan bahwa ada solusi lain yang lebih adil dan tidak membebani rakyat kecil:
- Berantas Korupsi: Pemerintah harus lebih serius dalam menangani kasus korupsi besar yang telah merugikan negara triliunan rupiah.
- Sita Aset Koruptor: Aset hasil korupsi dapat digunakan untuk menutupi defisit anggaran.
- Timalisasi Zakat dan Wakaf: Sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim, zakat dan wakaf bisa menjadi instrumen pendanaan alternatif untuk program pembangunan.
“Jangan terus-menerus rakyat yang diminta berkorban. Saatnya pemerintah berani mengambil langkah nyata untuk mengatasi kebocoran anggaran dan memberantas korupsi. Bangsa ini maju bukan membebankan rakyat tapi melepaskan belenggu yang menahan rakyat,” tegas Azizul.
Editor: Ainun Afifah