Penulis : Khadijah
(pegiat isu perempuan)
Muaro Jambi, Oerban.com – Maraknya penggunaan teknologi juga berdampak pada tingginya angka kekerasan terhadap perempuan. Sebagai subjek yang banyak menjadi korban, perempuan menjadi rentan dan kerap dibayang-bayangi kejahatan, tak terkecuali di sosial media. Ranah kekerasan di dunia maya disebut juga kekerasan berbasis gender online (KBGO). Terminologi ini muncul bersamaan dengan tingginya angka kekerasan yang mengancam perempuan di dunia maya.
Jika di dunia nyata kita mengenal bentuk kekerasan berupa sentuhan fisik, maka di dunia maya, berbentuk visual. Namun, efeknya juga tak kalah mengerikan. Sebaran video yang tak pantas, chat, telpon atau komentar yang merendahkan dapat dikategorikan dalam bentuk kekerasan berbasis online. Karena ia berbasis di dunia maya maka, sebagai perempuan/ laki-laki yang menjadi korban, persebarannya bisa jadi lebih masif dari dunia nyata Karena tak terbatas secara geografis.
Indonesia sebagai salah satu Negara di dunia juga termasuk Negara dengan anka kekerasan terhadap perempuan yang tinggi. Setiap tahunnya, angka ini selalu melesat tinggi, apalagi di masa pandemi. Situasi sosial ekonomi yang memburuk ditambah akses kesehatan yang sulit membuat ranah aman dalam lingkungan masyarakat juga yang berbasis online terdegradasi, padahal Negara sebagai institusi seharusnya dapat menjamin keamanan tersebut.
Dalam catatan tahunan Komnas perempuan tahun 2021 KBGO atau kekerasan berbasis siber mengacu pada tindakan kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan yang dilakukan sebagian atau sepenuhnya melalui teknologi informasi dan komunikasi (TIK) tindakan ini termasuk penguntitansiber, intimidasi, pelecehan siber, pelecehan di berbagai platform, serangan melalui komentar, mengakses, mengunggah atau menyebarkan foto intim, video atau klip audio tanpa persetujuan, mengakses atau menyebarkan data pribadi tanpa persetujuan, doxing (mencari dan mempublikasikan data pribadi seseorang) dan pemerasan seksual (sextortion).
Dalam catahu tersebut, komnas perempuan menerima pengaduan 940 kasus kekerasan terhadap perempuan berbasis siber dengan pelaku rata-rata orang terdekat korban seperti pacar, mantan pacar, dan suami korban. Luasnya akses ke ranah dunia maya juga memungkinkan adanya pihaklain yang menjadi pelaku kekerasan.
Ada beberapa cara yang menurut hemat penulis dapat dilakukan untuk mengatasi hal ini, meskipun tidak menutup kemungkinan masih banyak hal-hal lain yang bisa dilakukan, namun, dalam ranah dunia maya, kita dapat mencegah atau membantu, baik sebagai korban, pendamping, maupun hanya orang yang mengetahui kasus tersebut.
Sebagai korban yang perlu dilakukan diantaranya, tidak menyalahkan diri sendiri, menenangkan diri bahwa banyak orang yang menyayangi kita, berani berbicara karena dalam kasus dunia maya orang cenderung abai dan menganggap sebagai sesuatu yang remeh padahal bisa saja membuat depresi dll, lalu hubungi dan minta bantuan para pendamping korban kekerasan.
Sebagai pendamping, dengarkan cerita korban, sabar mengahadapinya, berikan pilihan (apakah korban ingin membawa masalahnya ke ranah hukum, psikolog, atau mediasi), selalu beri support pada korban, dan tidak menyebarkan permasalahan ini pada siapapun. Konsultasikan lebih lanjut hingga korban merasa aman.
Sebagai orang yang hanya mendengar permasalahan ini dari luar, jika anda tahu permasalahannya berikan simpati pada si korban, tidak ikut menyebarkan agar korban tak merasa terbebani, ciptakan juga lingkungan yang sensitif gender. Tidak ada orang yang ingin menjadi korban kekerasan, jika kita menemui orang semacam ini, berikan dukungan terbaik dan berusaha agar kita tak menjadi korban selanjutnya.