Oleh : Arridho Hakim*
Menanti sosok Kepala Daerah ideal pada Pilgub Jambi 2020, Pilkada secara langsung sejatinya merupakan bagian penting kehidupan bernegara Indonesia di era Reformasi. Penyelenggaraan Pilkada sebagai mekanisme demokrasi haruslah dilandasi semangat kedaulatan rakyat dan dilaksanakan secara demokratis. Salah satu yang harus ada dalam Pilkada yang demokratis adalah partisipasi warga negara.
Pilkada langsung secara serentak berdasarkan Perppu Nomor 2 Tahun 2020 baru akan diselenggarakan pada tanggal 9 Desember 2020. Mengingat Vaksin Covid-19 belum ditemukan, maka Pilkada Serentak sebagai sarana rakyat berdemokrasi secara Luber, efisien dan disentralisasi berlangsung masih dalam gelombang Pandemi Covid-19.
Mempertimbangkan Pandemi Covid-19 ini berdampak multidimensional dan mendorong masyarakat untuk hidup dengan “New Normal Life” dengan rambu-rambu Protokol Kesehatan disertai masing-masing daerah memiliki karakteristik yang beragam budaya, agama, adat istiadatnya dan masih terdapat konflik-konflik sosial, maka hasil Pilkada Serentak tahun 2020 diharapkan dapat menghasilkan Pemimpin dan kepemimpinan ideal yang mampu menangkal dan menyelesaikan konflik-konflik sosial dimaksud.
Namun demikian, masih dirasakan bahwa demokrasi melalui Pilkada, kendati sudah bersifat langsung bahkan serentak, bukan hanya belum menjadi faktor signifikan perubahan budaya politik elite lokal, tetapi juga cenderung menghasilkan pemimpin yang kurang berintegritas karena hutang budi disaat proses pencalonannya serta memfasilitasi menguatnya kembali politik identitas berbasis sentimen primordial, baik atas nama suku, agama, ras, maupun antargolongan (SARA).
Kendati demikian, Keempat calon yang diusung pada kontestasi Pilgub Jambi memiliki drama politik dan fenomena yang unik dan menarik jika diamati baik dari segi kandidat, mobilisasi, drama partai politik yang terjadi, serta tarik-ulur kepentingan parpol.
Keintegritasan calon-calon yang diusung seharusnya tampak jelas melalui visi-misi yang dicanangkan, program-program yang diangkat, prestasi, serta rekam jejak (track record) dari masing-masing paslon gubernur jambi.
Banyak kajian tentang Kepala Daerah yang menunjukkan bahwa kualitas dasar yang mutlak harus ada pada diri seorang pemimpin terutama kepala daerah adalah memiliki sikap tanggung jawab, memiliki visi, disiplin diri, memiliki kapabilitas yang menunjukkan kemampuan diri (baik intelektual maupun moral), sikap mau belajar, sikap melayani, berpendidikan baik, berakhlak yang baik, memiliki sifat Negarawan, Visioner, Berfikir Global bertindak Lokal, dan selalu Asah, Asuh dan Asih terhadap rakyat yang dipimpinnya. Maka Berhati-hatilah memilih pemimpin.
Dengan hadirnya gelombang Pandemi, Jambi membutuhkan Pemimpin Perubahan yang mampu meng-hadapi krisis Dampak Pandemi Covid-19. Menurut Dana Moneter Internasional (IMF) , dampak Pandemi global Covid-19 membuat ekonomi global mengalami penyusutan sebesar 3% tahun ini, dampak Pandemi Covid-19 tersebut berakibat luas terhadap kesehatan, kehidupan sosial, ekonomi, politik, hukum dan keamanan serta seluruh aspek kehidupan lainnya dan akan berimplikasi terhadap Ketahanan Nasional Indonesia dan Ketahanan Keluarga serta Ketahanan Individual.
Seharusnya ini menjadi ajang pembuktian para kandidat agar menyelesaikan persoalan dengan cara yang responsif, adaptif solutif, dan inovatif.
Kemudian, dalam memilih kepala daerah yang ideal dan berkualitas hendaknya memperhatikan aspek bahwa masyarakat harus jernih menyikapi persoalan politik uang (money politik), artinya pemilih tidak tergiur akan imbalan materi atau menerima suap sejumlah uang atau bentuk materi lainnya dari pihak atau paslon tertentu.
Kemudian walau anti politik uang, masyarakat seharusnya tak salah pilih. Hak suara diberikan secara selektif, visi, misi, dan platform yang diusung partai/koalisi partai dan calon kepala daerah menjadi pertimbangan pertama untuk memutuskan pilihannya, serta ada standar yang bisa digunakan untuk menyikapi apa yang “dijual oleh kandidat” dan tim suksesnya.
Artinya apa yang disampaikan nyata, konkrit bisa dilakukan pada saatnya memimpin. Memiliki kompetensi layak diandalkan ketika memimpin. Keandalan pada aspek kemampuan untuk membawa perubahan yang luar biasa. Jangan sampai ketika memilih kepala daerah hanya berdasarkan suku, agama, ras, maupun antargolongan (SARA), ikut-ikutan, atau boleh jadi mendapatkan sejumlah uang dan bentuk materi lainnya.
Pemimpin yang baik adalah yang mampu menyelesaikan problematika yang terjadi di semua aspek dan lini, lantas dalam melihat sosok kepala daerah sudah sepatutnya harus kita lihat rekam jejak (track record) yang ada. Bukan hanya sekedar melihat dari sudut pandang mobilisasi partai yang menjadi drama dewasa belakangan ini.
Masyarakat harus jeli dan hati hati dalam memilih keempat Calon Gubernur dan Wakil Gubernur jangan hanya berdasar kepopuleran tetapi berdasar hati nurani yang disesuaikan dengan kualitas Calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang mereka miliki.
Kepemimpinan Kepala Daerah Ideal seharusnya dalam mengatasi perubahan, menetapkan arah, menyelaraskan orang, memotivasi dan menginspirasi- serta mengawasi orang untuk bergerak ke arah yang benar menjadi hal yang sangat penting, meskipun hambatan utama untuk berubah sering muncul jika dikaitkan dengan kebutuhan manusia, nilai, dan emosi.
Menurut Grunig (1992), “pemimpin yang sangat baik memberikan visi dan arahan untuk organisasi, menciptakan ketertiban keluar dari kekacauan.” Selama peristiwa krisis gelombang Pandemi Covid-19, pemimpin harus menjadi katalis keberhasilan atau batu kilangan kegagalan.
Krisis adalah tentang ketidakpastian dan ketakutan. Kepemimpinan adalah tentang antisipasi, visi, fleksibilitas dan pemberdayaan.
Lantas, dari ketiga pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jambi, “Adakah” yang memiliki sifat dan kriteria kepala daerah ideal yang mampu menyelesaikan berbagai persoalan rumit jambi yang belum terselesaikan?
Penulis: Arridho hakim (Sekretaris jenderal KAMMI Daerah kota Jambi).