Jakarta, Oerban.com – Pembentukan Bank Tanah sesuai amanat Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 64 Tahun 2021 tentang Badan Bank Tanah sampai saat ini masih terus bergulir.
Melansir pemberitaan dari laman Kompas, pada Jumat 12 November 2021, telah berlangsung rapat Pra Panitia Antar-Kementerian (PAK) Rancangan Peraturan Presiden di Malang. Pembahasannya menyinggung beberapa kelengkapan teknis terkait penyelenggaraan Bank Tanah.
Selain itu, menurut Staf Ahli Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Hukum Agraria dan Masyarakat Adat, Yagus Suyadi mengatakan, PP 64/2021 tentang Badan Bank Tanah perlu dilengkapi dengan beberapa regulasi, seperti peraturan presiden (perpres).
“Yang tengah bergulir sekarang ialah rancangan terkait permodalan. Kami sudah koordinasi dengan Menteri Keuangan dan Menteri Hukum dan HAM tentang ini,” kata Yagus.
Pembentukan Bank Tanah sendiri di kalangan masyarakat sipil mendapat respon yang kurang baik, salah satunya adalah sikap penolakan dari Serikat Tani Nelayan (STN).
Sekretaris Jenderal (Sekjen) STN Yoris Sindhu Sunarjan menjelaskan, pembentukan Bank Tanah bukan merupakan jalan keluar untuk melakukan reforma agraria.
“Itu bukan jalan keluarnya, kalau memang terpaksa mau dikerjakan, ini masih prematur, karena pekerjaan dan program pemerintah belum tuntas, bahkan saya bilang belum jalan,” kata Yoris saat diwawancarai pada Kamis (19/12/2021) siang.
Menurut Yoris, pembentukan Bank Tanah akan tumpang tindih dengan program-program yang telah ada, karena sampai saat ini sendiri program reforma agraria yang dikerjakan pemerintah terkesan jalan di tempat.
Kendati begitu, ia menegaskan bahwa pihaknya tidak menolak Bank Tanah secara mutlak begitu saja, tetapi menolak dengan syarat, yaitu reforma agraria harus diselesaikan terlebih dahulu.
“Kalau program reforma agraria itu sudah berjalan maksimal, masyarakat sudah sejahtera, dan distribusi aset itu adil dan merata, silahkan jika mau bikin semodel Bank Tanah seperti yang digariskan dalam peraturan pemerintah tersebut,” jelasnya.
Yoris menambahkan, syarat-syarat untuk menjalankan Bank Tanah dalam konteks keadilan agraria belum terpenuhi. Sehingga hadirnya Bank Tanah dinilai hanya akan menambah kerumitan dan masalah baru.
Oleh karena itu, jika pemerintah tetap memaksa untuk mengeluarkan perpres terkait Bank Tanah, Yoris memprediksi konflik agraria akan semakin meluas.
“Kita bisa memprediksi bahwa akan meluas itu konflik agraria di mana-mana. Karena masalah-masalah yang akan ditangani oleh Bank Tanah adalah masalah-masalah yang membutuhkan penanganan khusus,” terangnya.
Jika memang ingin mendirikan Bank Tanah, Yoris menegaskan, masalah konflik agraria harus diselesaikan terlebih dahulu. Karena jika tidak, kemungkinan besar Bank Tanah hanya akan menjadi alat untuk menyingkirkan masyarakat dari asetnya.
“Diselesaikan dulu konflik-konflik agrarianya, baru bikin Bank Tanah kalau mau,” pungkas Yoris.
Editor: Renilda Pratiwi Yolandini