email : [email protected]

23.7 C
Jambi City
Friday, November 22, 2024
- Advertisement -

Komite IV DPD RI Rapat Kerja bersama Menteri Keuangan

Populer

Jakarta, Oerban.com – Komite IV DPD RI melaksanakan rapat kerja dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani, membahas Kerangka Ekonomi Makro dan Kebijakan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal serta Dana Transfer ke Daerah dalam RUU APBN Tahun Anggaran 2023 pada Selasa, 7 Juni 2022 di Jakarta.

Rapat dipimpin oleh Wakil Ketua Komite IV DPD RI Casytha Arriwi Kathmandu dan dihadiri segenap anggota Komite IV DPD RI.

Dalam sambutannya Casytha mengungkapkan tujuan dari rapat kerja dengan Menteri Keuangan adalah untuk mendapatkan informasi komprehensif mengenai pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2022. Kemudian mendapatkan informasi komprehensif mengenai Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal tahun 2023.

Terkait dengan kepentingan daerah, Raker (Rapat Kerja) kali ini ditujukkan untuk memperoleh informasi bagaimana kebijakan Pemerintah menjawab tantangan di tahun 2022 terutama alokasi TKDD yang perlu mendapat prioritas untuk menjamin kebutuhan fiskal daerah dan 2023.

“Terkait dengan tupoksi DPD, raker kali ini  ditujukkan untuk memperoleh informasi mengenai arah kebijakan  Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) tahun 2023. Bagaimana TKDD untuk mendukung capaian prioritas nasional dapat mendorong percepatan pemulihan perekonomian nasional di tahun 2023,” terang Casytha.

Dalam paparannya terkait dengan transfer ke daerah dan dana desa (TKDD), Menteri Sri Mulani mengungkapkan kebijakan TKDD diarahkan pada pemerataan layanan dan kesejahteraan.

“Kebijakan dana TKDD 2023 diarahkan pada pemerataan layanan dan kesejahteraan”, papar Sri Mulyani.

Sri Mulyani mengatakan outlook penyaluran TKDD 2022 secara nominal meningkat dibandingkan APBN 2021.

“(Outlook) TKDD 2022 ditargetkan sebesar Rp804,8 triliun (4,3 persen PDB). Secara nominal lebih tinggi dibandingkan TKDD 2021 sebesar Rp785,7 triliun (4,6 persen PDB),” paparnya.

Sedangkan pada tahun anggaran 2023 besaran TKDD ditargetkan berada pada rentang 4 – 4,1 persen dari PDB.

Baca juga  Saham Terjun Bebas, Sultan Minta OJK Selidiki Dugaan Konflik Kepentingan Pemegang Saham Goto-Telkomsel

Lebih lanjut, dikemukakan oleh Menteri Sri Mulyani arah TKDD 2023 diselaraskan dengan implementasi UU UKPD, yakni pertama pagu DAU mempertimbangkan tingkat kebutuhan pendanaan dan target pembangunan, berbasis unit cost dengan memperhitungkan standar minimal layanan pemerintahan dan karakteristik wilayah.

Kedua, DBH berbasis pendapatan t-1,  ketiga DAK Fisik bersifat penugasan sejalan prioritas nasional dan fokus pada pencapaian target kinerja. dan keempat dana Desa menjadi bagian dari TKD dan pengalokasiannya memperhitungkan kinerja dan sesuai prioritas nasional.

Dalam rangka optimalisasi penyaluran TKDD 2023, Menteri Sri Mulyani mengemukakan ada lima hal strategi yang akan dijalakann. Pertama meningkatkan sinergi kebijakan fiskal pusat dan daerah serta harmonisasi belanja pusat dan daerah.

Kedua, memperkuat kualitas pengelolaan TKD yang terarah, terukur, akuntabel dan transparan. Kemudian memperkuat penggunaan TKD untuk mendukung sektor-sektor prioritas (kesehatan, pendidikan, perlindungan sosial, dan infrastruktur).

Keempat, meningkatkan kemampuan perpajakan daerah (local taxing power) dengan tetap menjaga iklim investasi, kemudahan berusaha, dan kesejahteraan masyarakat.

Kelima, mendorong pemanfaatan instrumen pembiayaan untuk mengatasi keterbatasan kapasitas fiskal dan kebutuhan percepatan pembangunan melalui: a) pemanfaatan creative financing (pinjaman daerah, penerbitan Obligasi Daerah, dan/atau KPBU); b) melakukan Integrated funding (kerja sama pembangunan antardaerah, hibah daerah, sinergi belanja pusat, TKD, dan APBD); dan c) pengembangan pembiayaan berkelanjutan.

Menanggapi paparan Menteri Sri Mulyani, anggota Komite IV DPD RI meminta penjelasan lebih lanjut. Ajiep Padindang, Senator Sulawesi Selatan mengemukakan dua poin utama terkait kebijakan TKDD.  Poin pertama. semua daerah tekor anggarannya karena kekurangan DAU untuk PPPK pendidikan dan kesehatan.

“Padahal semua hal tersebut sudah direncanakan sejak tahun 2021 sehingga pemotongan secara mendadak membuat pemerintah daerah kesulitan. Kami meminta tolong agar DAU 2023 bisa ditingkatkan. Atau, apakah bisa DBH pada 2022 digunakan pemerintah daerah untuk pembayaran P3K pendidikan dan Kesehatan”, ungkap Ajieb.

Baca juga  PKS Minta Pemerintah Tidak Memaksakan Pemindahan Ibu Kota Negara

Pada poin kedua, Ajiep menyoroti otonomi pengelolaan TKDD.

“Dana TKDD sudah cukup besar. Kenapa tidak efektif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi? Karena yang dikelola secara otonom oleh pemerintah daerah hanya sekitar 40 persen. Selebihnya dikendalikan oleh pemerintah pusat. Oleh karena itu, kedepan tolong berikan kewenangan pemda yang lebih besar untuk Dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa (DTKDD) dan berikan fleksibilitas bagi kepala desa untuk mengelola Dana Desa,” pungkas Senator Sulawesi Selatan ini.

Semantara itu, Senator asal Bali, Bambang Santoso mencurahkan unek-uneknya terkait dengan dana bagi hasil dan PMK 32/21.

“DBH Bali sangat sedikit. Sampai kini, Bali merupakan provinsi terbesar terkontraksi perekonomiannya. Apakah bisa memberikan relaksasi bagi korporasi? Seperti subsidi bunga korporasi pada PMK 32/2021. Apakah bisa memberikan relaksasi tenor penjaminan dari maksimal 3 tahun ke maksimum masa penjaminan? Apakah bisa kebijakan percepatan realisasi cluster pengusaha?” ungkap Bambang.

Senator Elviana asal Jambi membawa aspirasi dari petani kelapa sawit Provinsi Jambi.

“Jangan tutup sumber pendapatan petani. Dalam hal ini, adanya kebijakan stop ekspor hulu sawit menyebabkan terpukulnya tidak hanya petani sawit, tetapi semua orang yang bergantung pada perkebunan sawit, seperti tukang semprot, sopir truk, tukang racun, dll. Dampak dari kebijakan tersebut adalah tukang sawit, sopir truk, dll terkapar. Meski Pak Jokowi pada tanggal 23 Mei lalu dikabarkan telah membuka keran ekspor, namun nyatanya sampai kini sawit tidak bisa diekspor,” ungkap Elviana.

Elviana juga mempertanyakan sikap pemerintah terhadap BPDKS.

“Mengapa pungutan terhadap pengusaha sawit (dana sawit) tersebut tidak digunakan untuk memberikan minyak kepada rakyat? Saran kami agar pemerintah bertindak tegas terhadap para pengusaha kelapa sawit dan membuka keran ekspor sawit kembali,” jelas Elviana.

Baca juga  Upaya Pemulihan Dampak Bencana Harus Ditingkatkan

Haripinto Tanudjaja, Senator Kepulauan Riau mengkonfirmasi kebijakan fiskal di Free Trade  Zone Batam.

“Pada daerah FTZ di batam dan sekitarnya, beberapa komoditas konsumsi masyarakat di daerah tersebut masih diimpor. Apakah mungkin komoditas-komoditas tersebut tarifnya bisa diturunkan sehingga harga di publik bisa terjangkau?” tanya Haripinto.

Habib Said Abdurrahman, Senator Kalimantan Tengah menanyakan sikap pemerintah terkait opini penundaan IKN.

“Bagaimana sikap pemerintah terhadap respon sebagian publik yang ingin menunda atau membatalkan IKN? Apakah anggaran IKN mengganggu agenda pembangunan nasional?”, tanya Habib Abdurrahman.

Selain menanyakan IKN, Habib Abdurrahman juga menanyakan bagaimana kelanjutan food estate di Kalimantan Tengah yang dinilai tidak sesuai target.

“Apakah ada anggaran yang tersedat atau bagaimana?”, tanya Senator Kalimantan Tengah ini.

Leonardy Harmain, Senator asal Sumatera Barat, menanyakan terkait UU HKPD yang membuat Dana Desa terintegrasi ke dana Transfer ke Daerah.

“Apakah dengan adanya integrasi nomenklatur tersebut membuat Dana Desa tidak naik di tahun mendatang?” tanya beliau.

Selain itu, beliau juga memberi saran bahwa, Dana Desa 2023 jangan dijadikan BLT dan untuk kegiatan lainnya sebab akan berdampak pada tingkat daya beli masyarakat yang tidak cukup dari BLT DD tersebut.

“Akan lebih efektif apabila DD dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur sehingga mendorong perekonomian masyarakat” pungkas beliau.

Editor: Renilda Pratiwi Yolandini

- Advertisement -

Artikel Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru