Jakarta, Oerban.com – Penyediaan alat kontrasepsi bagi remaja sebagai implementasi dari Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Kesehatan dinilai sebagian besar kalangan cenderung mempromosikan dari perilaku seks bebas.
Selain itu, penerapan salah satu pasal dalam PP ini tidak menyentuh substansi pendidikan kesehatan reproduksi yang semestinya, seperti yang disampaikan Dewi Rahmawati, Peneliti Bidang Sosial The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), dalam rilis pers di Jakarta (Selasa, 6/8/2024).
Dewi menyampaikan bahwa meskipun alat kontrasepsi menjadi alat peraga dan terkait dengan pendidikan tentang kesehatan reproduksi yang bisa saja diberikan dalam aktivitas pengajaran di sekolah, namun hal tersebut bukan satu-satunya materi dalam pendidikan kesehatan reproduksi.
“Pendidikan kesehatan reproduksi tidak hanya sebatas pengenalan alat kontrasepsi, penggunaan dan jenis-jenisnya. Hal tersebut merupakan bagian materi dan pengetahuan yang seharusnya dipahami oleh pelajar. Misalnya, terkait pengenalan alat reproduksi termasuk fungsi dari alat reproduksi tersebut melalui komunikasi, informasi dan edukasi (KIE),” tutur Dewi.
Dengan demikian, Dewi menyampaikan bahwa penyediaan alat kontrasepsi bagi remaja terutama pada pelajar menjadi hal yang tidak perlu dilakukan. Hal ini sebenarnya bisa dilakukan dalam bentuk video atau informasi visual, kreatif, dan informatif lainnya. Hal ini juga menimbang adanya potensi akan banyak disalahgunakan.
Jika ingin menekan angka perkawinan anak di bawah umur, pemerintah sudah seharusnya meningkatkan kesadaran pelajar melalui pendidikan kesehatan reproduksi yang komprehensif. Hal lain juga perlu dilakukan pemerintah secara komprehensif, termasuk dalam memastikan generasi muda Indonesia mengenyam pendidikan yang berkualitas dan terjangkau untuk menggapai cita-citanya.
Di sisi lain, penting juga untuk memberikan pendidikan untuk mencegah pernikahan dini. Dengan kata lain, pendidikan reproduksi bukan sebatas menyediakan alat kontrasepsi sebagai alat cegah kehamilan.
Pemerintah hendaknya menimbang ulang tentang penyediaan alat kontrasepsi ini, serta memikirkan mekanisme penggunaannya secara efektif dan tepat sasaran dalam pendidikan reproduksi. Selain itu, seharusnya lebih banyak disediakan alat peraga tubuh manusia (baik pria dan perempuan) dan metode pengajaran kreatif lainnya untuk memperkenalkan alat reproduksi dan perannya dalam perkembangbiakan manusia.
Lebih lanjut, Dewi menyampaikan dalam pelaksanaan kebijakan PP Nomor 28 Tahun 2024 ini hendaknya dilakukan dengan semangat pendidikan. Artinya, pendidikan kesehatan reproduksi yang komprehensif dilaksanakan sebagai bentuk upaya penyadaran kepada remaja/pelajar akan isu kesehatan (termasuk kesehatan reproduksi dan seksual).(*)
Editor: Ainun Afifah