email : [email protected]

23.7 C
Jambi City
Friday, November 22, 2024
- Advertisement -

Legislator PKS Ingatkan Pemerintah Tidak Main-Main Urusan Pangan

Populer

Jakarta, Oerban.com – Anggota DPR RI, Johan Rosihan menolak tegas jika pemerintah berencana mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi bahan pangan pokok yang hal tersebut tertuang dalam revisi Undang-Undang No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Sebagaimana yang kita ketahui urainya, kata Johan, PPN merupakan pungutan yang dibebankan atas transaksi jual beli barang dan jasa yang dilakukan oleh badan yang telah menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan pihak yang membayar PPN adalah konsumen akhir.

“Atas rencana ini, patut disayangkan karena pengenaan PPN pada bahan pangan pokok akan menyasar seluruh lapisan masyarakat di Indonesia karena pangan merupakan kebutuhan dasar dan asasi bagi seluruh penduduk Indonesia yang saat ini angka kemiskinan telah meningkat 2,76 juta dibanding tahun sebelumnya. Alih-alih menekan angka kemiskinan, rencana kebijakan ini malah berdampak serius memburuknya ketahanan pangan nasional,” urai Johan seperti dikutip dari website Fraksi PKS, Sabtu (12/6).

Politisi PKS ini menjelaskan Pemerintah mestinya harus menyadari dampak serius terhadap pengenaan PPN bagi bahan pangan pokok atau sembako akan mengakibatkan naiknya persentase proporsi pengeluaran untuk pangan terhadap total pengeluaran bagi rumah tangga di Indonesia.

“Secara teori, pengeluaran pangan selalu dijadikan indikator untuk mengukur ketahanan pangan,” tutur Johan.

Dengan dasar ini, Johan melihat pengenaan PPN bahan pangan akan semakin memukul kerentanan pangan bagi jutaan rumah tangga yang saat ini mengalami kondisi rawan pangan akibat daya beli yang semakin lemah.

“Tingginya pengangguran dan krisis ekonomi akibat pandemi berkepanjangan,” paparnya.

Johan menegaskan pemberlakuan PPN sembako akan menimbulkan masalah kerawanan pangan bagi rumah tangga karena akan berpengaruh signifikan terhadap rata-rata agregat konsumsi pangan dan rata-rata pangsa pengeluaran pangan bagi setiap rumah tangga secara nasional.

Baca juga  Pemerintah Disebut Anomali Karena Izinkan TKA Berdatangan Saat PHK dan Meledaknya Kasus Covid-19

Di sisi lain lanjut Johan, jika akses pangan semakin lemah maka akan berdampak buruk dalam hal pemanfaatan pangan yang mengakibatkan banyak kasus seperti banyaknya kasus gizi buruk.

“Prevalansi stunting meningkat, anemia dan rendahnya asupan kalori dari penduduk yang hal ini akan berdampak pada kelemahan generasi jangka Panjang,” papar Johan.

Menurut Johan, Pemerintah harus mewaspadai semua dampak buruk dari rencana pengenaan PPN ini yang akan semakin meningkatkan angka kerentanan pangan dan kemiskinan secara nasional. “Apakah tidak ada solusi lain untuk pemulihan ekonomi nasional?,” tandas Johan.

Legislator Senayan yang duduk di Komisi IV DPR RI ini menjelaskan bahwa ketahanan pangan merupakan isu penting yang harus menjadi perhatian pemerintah dan secara ekonomi akan berpengaruh signifikan terhadap pembentukan iklim makroekonomi yang kondusif.

Karena itu tegas Johan, hendaknya ‘jangan main-main’ untuk urusan pangan sebab menyangkut hidup dan matinya negara ini.

Perlu diingat bahwa saat ini persentase pengeluaran pangan dari masyarakat kita lebih besar daripada pengeluaran non pangan maka ketika pengenaan PPN bahan pangan ini berlaku dan berakibat fluktuasi harga yang tidak terkendali serta inflasi yang banyak dipengaruhi oleh kelompok bahan makanan.

“Khususnya komoditas pangan pokok seperti beras maka yang terjadi adalah makroekonomi yang tidak kondusif dan banyaknya rumah tangga yang mengalami rentan pangan,” ucap Johan.

Menurut Johan, Rencana pengenaan PPN untuk bahan pangan ini wajib ditolak karena komoditas pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar yang dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat, dan negara harus hadir menjamin seluruh penduduk setiap saat memiliki akses secara fisik dan ekonomi untuk memperoleh kebutuhan konsumsinya untuk hidup sehat dan produktif.

“Saya tidak bisa membayangkan bagaimana kondisi ketahanan pangan rumah tangga Indonesia jika PPN bahan pangan pokok diterapkan. Sebagai gambaran saat ini saja terdapat 71 kabupaten atau 17,1% dari 416 kabupaten yang memiliki skor indeks ketahanan pangan yang rendah,” ujar Johan.

Baca juga  Buka Apkasi Otonomi Expo Tahun 2021, Jokowi Dorong Daerah Tingkatkan Volume Ekspor

Wakil rakyat dari Pulau Sumbawa ini berharap pemerintah segera membatalkan rencana pengenaan PPN untuk bahan pangan pokok dan berfokus memperbaiki indeks ketahanan pangan rumah tangga di seluruh wilayah nusantara dengan pendekatan memperluas akses individu atau rumah tangga terhadap pangan.

“Serta menerapkan prinsip ketahanan pangan berkelanjutan dengan cara menjamin dan melindungi semua rakyat untuk memperoleh pangan yang memadai,” tutup Johan Rosihan.

Editor: Renilda Pratiwi Yolandini

- Advertisement -

Artikel Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru