Oleh : Muhammad Tegar Aditya Putra (Fakultas Hukum Universitas Jambi)
Dilansir dari kementrian pertanian, Setelah buah kakao dijual ke komoditas petani, buah kakao kini banyak diminati hingga ke sejumlah negara seperti Eropa, Amerika Serikat (AS), Asia (Singapura dan Malaysia), dan sejumlah negara lain cukup besar. Bahkan, sejumlah petani kakao di sejumlah daerah yang merintis usahanya dengan sistem korporasi pada tahun ini sudah mulai ekspor ke Timur Tengah, Prancis dan Belanda.
Sebagaimana dikutip dari wawancara dengan ketua asosiasi petani buah kakao Arief Zamroni mengatakan, potensi pasar dalam negeri dan pasar ekspor cukup besar. “Sayangnya, produktivitas kakao yang ditanam petani rendah sekitar 500-600 kg/ha. Karena itu, untuk memenuhi permintaan pasar dalam negeri dan ekspor, kami mendorong Dinas Perkebunan di provinsi untuk melakukan rehabilitasi dan peremajaan kebun rakyat di sejumlah daerah”.
Seperti dikawasan petani kako Lampung saat ini rata-rata bisa memproduksi kakao sebanyak 150 ton/bulan, DIY (Gunung Kidul dan Kulon Progo) sekitar 200 ton/bulan, Jatim 100 ton/bulan, dan Bali 50 ton/bulan. “Kalau di Bali sudah ekspor ke Prancis dan Belanda. Volume sekitar 15-20 ton/3 bulan. Kita baru rintis, mudah-mudahan ke depan bisa tiap bulan ekspor. Sebab, permintaan pasar unlimited,” kata Arief.
Dari peraturan kementrian pemerintah republik indonesia No.29 Tahun 2021 ayat 24 tentang Penjualan Langsung secara Multi Level adalah penjualan Barang tertentu melalui jaringan pemasaran berjenjang yang dikembangkan oleh Penjual Langsung yang bekerja atas dasar Komisi atau Bonus berdasarkan hasil penjualan Barang kepada Konsumen.
Dari undang-undang tersebut membuktikan kalau penjualan atau perdagangan buah kakao ini sudah masuk kedalam perdagangan pasar internasional. Dan diharap kan lagi petani di indonesia bisa terus mengembangkan sektor pertanian dan perdagangan sampai ke kancah dunia.