Jakarta, Oerban.com – Undang-undang TPKS yang telah disahkan pada era kepemimpinan Jokowi menjadi buah perjuangan kelompok masyarakat sipil dan penyintas yang patut kita apresiasi. Demikian hal itu disampaikan oleh Dewi Rahmawati Nur Aulia sebagai peneliti bidang sosial The Indonesian Institute dalam The Indonesian Forum seri ke-112.
Dalam diskusi virtual bulanan The Indonesian Institute tersebut, Dewi juga menjelaskan tentang catatannya terhadap laporan catatan tahunan (Catahu) tahun 2023 Komnas Perempuan. Dewi menjelaskan, meskipun data pelaporan kasus yang dihimpun merupakan angka penanganan kasus yang dilakukan pada tahun 2022, namun dalam konteks efektivitas kebijakan baru dapat dirasakan pasca dilaksanakannya peraturan turunan dari UU TPKS.
Novita Sari Novelis, Sekretaris Jaringan Nasional Forum Pengada Layanan (FPL), menyampaikan bahwa pada bulan April mendatang, UU TPKS akan memasuki usia tiga tahun, maka implementasinya perlu diseriuskan kembali. Ia menilai meskipun UU ini telah memberikan kerangka hukum yang kuat dalam penanganan kekerasan seksual, namun aturan turunannya masih menghadapi banyak hambatan dalam proses pelaksanaannya.
“Hambatan tersebut mencakup kendala birokrasi, kurangnya koordinasi antara institusi, serta keterbatasan sumber daya dalam mendukung penegakan hukum dan pemberian layanan kepada korban,” ujar Novita.
Novita menyoroti bahwa setelah disahkannya UU TPKS masih banyak aparat penegak hukum (APH) yang belum merujuk pada UU tersebut. Banyak di antara mereka yang mengemukakan alasan bahwa mereka belum dilatih secara khusus atau belum memiliki petunjuk teknis (juknis) yang jelas terkait pelaksanaan aturan turunan dari UU tersebut.
Terkait hal tersebut, Dewi menjelaskan pentingnya mendorong percepatan pelaksanaan kebijakan Perpres No.9/2024 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang diberikan kepada APH sebagai salah satu peserta yang dimandatkan. Hal ini penting untuk dilakukan menimbang pentingnya dalam membangun perspektif penanganan yang lebih peka terhadap korban.
Lebih lanjut, menjelang transisi pemerintahan pada bulan Oktober nanti, Dewi berharap bahwa pemerintah tetap berkomitmen dan konsisten untuk terus memproses peraturan turunan UU TPKS dan kebijakan terkait lainnya.
Begitu pula Novita yang menyampaikan pentingnya penyelesaian aturan tersebut agar implementasi undang-undang dapat berjalan dengan baik. Hal ini disebabkam bahwa penanganan kasus kekerasan seksual belum sepenuhnya merefleksikan kebutuhan korban.(*)
Editor: Ainun Afifah