Jakarta, Oerban.com – Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti memperingatkan soal bahaya penundaan Pemilu atau perpanjangan masa jabatan Presiden, hal tersebut disampaikannya dalam diskusi daring yang digelar KontraS pada Senin (21/3/2022) malam.
Bivitri menyampaikan, isu perpanjangan masa jabatan presiden dari 2 periode menjadi 3 periode dinilai bersifat inkonstitusional.
“Itu sudah diatur dalam konstitusi, pasal 7 sudah jelas-jelas bilang dan itu adalah salah satu pasal yang pertama kali diubah waktu amandemen tahun 1999,” ujarnya
Selain itu menurut Bivitri, isu mengenai penundaan Pemilu yang dinilai sebagai jalan tengah dari wacana perpanjangan masa jabatan presiden juga bersifat inkonstitusional.
“Itu pun dibatasi oleh konstitusi, ada pasal 22 E di Undang-Undang Dasar kita, yang bilang bahwa Pemilu harus dilaksanakan 5 tahun sekali untuk Presiden, DPR, dan DPD,” ungkapnya.
Akademisi STIH Jentera itu menambahkan, di luar dari persoalan yang telah disebutkan. Pembicaraan saat ini tengah mengarah kepada mengamendemen konstitusi agar wacana perpanjangan masa jabatan bisa dieksekusi.
Bivitri menyebut ide tersebut luar biasa ngaco. Dirinya merasa khawatir masyarakat akan termakan oleh wacana yang sebenarnya berulang.
“Ingat gak waktu Rektor UI itu bermasalah, yang diubah PP nya bukan Rektor UI nya yang dipecat, dan sekarang kayak gitu wacananya, kalau misalnya dihalangi konstitusi, konstitusinya diubah saja,” ucap dia.
Bivitri menjelaskan, ada kegagalan dalam memahami konstitusi hari ini. Konstitusi kata dia, bukan hanya sekedar teks, tapi gagasan tentang pembatasan kekuasaan dan hak asasi manusia, 2 hal itu saja.
“Jadi kalau ada ide secara tekstual yang mengakomodasi dilangkahinya 2 gagasan itu, maka sudah inkonstitusional, wacananya harus kita tolak,” tegas Bivitri.
Editor: Renilda Pratiwi Yolandini