Jambi, oerban.com – Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) sebenarnya menjadi kunci pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Pesatnya pertumbuhan ekonomi di tanah air diamini oleh Porfolio Leader dari Oxford Policy Management Ltd, Jonathan Mitchell. Ia menilai Indonesia termasuk dalam sepuluh besar negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat yang salah satunya dipicu oleh pesatnya pertumbuhan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Namun, UMKM masih sulit untuk mendapatkan modal usaha. Persoalan modal masih menjadi suatu kendala bagi pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) untuk berkembang. Mereka tidak dapat memenuhi jumlah pesanan atau permintaan konsumen karena kekurangan biaya untuk produksi. Permodalan yang bisa didapatkan oleh UMKM adalah melalui koperasi ataupun bank.
Pinjaman UMKM di bank biasanya memiliki beberapa jenis pinjaman. Yakni Kredit berdasarkan kegunaan seperti Kredit Modal Kerja dan kredit investasi, kredit yang menggunakan jaminan serta agunan. Namun, pinjaman diatas adalah pinjaman-pinjaman yang diajukan melalui bank konvensional yang amat erat kaitannya dengan penerapan Riba.
Pelarangan riba telah diatur secara tegas di dalam al-Qur’an, yaitu Surat Al-Baqarah ayat 275.
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (Q.S. Al-Baqarah: 275)
Sebagaimana telah diketahui bahwa kaidah hukum asal dalam syariah adalah ibadah dan muamalah. Ketika suatu transaksi baru muncul dan belum dikenal sebelumnya dalam hukum Islam, maka transaksi tersebut dianggap dapat diterima, kecuali terdapat implikasi dari dalil al-Qur’an dan Al-Hadist yang melarangnya, baik secara eksplisit maupun implisit. Jadi dalam bidang muamalah semua transaksi dibolehkan kecuali yang diharamkan. Disinilah peran lembaga islam dalam membantu mengembangkan UMKM dengan standar prinsip syari’ah.
Lembaga Keuangan Syari’ah hadir sebagai wujud perkembangan aspirasi masyarakat yang menginginkan kegiatan perekonomian dengan berdasarkan prinsip syariah, selain lembaga keuangan konvensional yang telah berdiri selama ini. Lembaga Keuangan Syari’ah tersebut diantaranya adalah bank syariah dan Baitul Maal wat Tamwil (BMT) atau lembaga keuangan mikro syariah. Bila pada perbankan konvensional hanya terdapat satu prinsip yaitu bunga, maka pada Lembaga Keuangan Syari’ah terdapat pilihan prinsip yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan nasabah, yaitu prinsip bagi hasil, prinsip jual beli, prinsip sewa, dan prinsip jasa.
Salah satu prinsip yang tepat diperuntukkan bagi pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) adalah prinsip bagi hasil. Secara umum prinsip bagi hasil dapat dilakukan dalam empat akad, yaitu mudharabah, musyarakah, muzara’ah, dan musaqah. Namun dalam praktiknya akad yang paling banyak dipakai adalah mudharabah dan musyarakah. Pembiayaan dengan akad mudharabah dan musyarakah pada dasarnya merupakan pembiayaan yang sempurna, pada pembiayaan tersebut digunakan prinsip bagi hasil keuntungan (profit sharing).
Selain menggunakan prinsip bagi hasil keuntungan (profit sharing), hal lain yang membuat ideal adalah adanya pembagian kerugian (loss sharing). Kerugian pada pembiayaan dengan akad mudharabah akan ditanggung sepenuhnya oleh bank, kecuali bila nasabah melakukan kelalaian dan kesengajaan yang menyebabkan dialaminya kerugian.
Kerugian pada pembiayaan dengan akad musyarakah akan dihitung sesuai dengan porsi modal masing-masing pihak, yaitu pihak bank dan nasabah. Pada dasarnya dengan prinsip bagi kerugian (loss sharing) ini, maka kedua pihak yaitu pihak nasabah dan pihak bank akan berusaha untuk menghindari terjadinya kerugian tersebut.
Ketua Asosiasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah Indonesia Ikhsan Ingratubun mengatakan teknologi finansial Syariah adalah jalan terbaik bagi usaha mikro kecil menengah (UMKM) di Indonesia. Asalkan label syariah tersebut benar-benar diterapkan dalam praktik bisnisnya.
Dia menjelaskan, sistem syariah akan memberi kesempatan penyaluran dana yang lebih fleksibel dan bertanggung jawab kepada pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Dalam proses pengembaliannya, sistem syariah juga lebih menunjukkan toleransi lebih tinggi, karena lebih memahami bahwa sektor UMKM bukan sektor yang dapat digunakan hanya untuk mendapatkan untung, tetapi sektor yang perlu mendapat bimbingan lebih intensif.
Untuk kedepannya diharapkan lembaga keuangan yang berbasis syari’ah dapat membantu mengembangkan dan memajukan perekonomian Indonesia salah satunya melalui pendanaan UMKM yang menjadi salah satu tombak kemajuan perekonomian Indonesia.
Penulis: Lian Undari Permata Sari, Adam Zedde, Fikri Asydiqi, Nisa Oktavia, Almudatsir Marion Attilla. Mahasiswa/i Prodi Akuntansi, Fakultas Ekonomi & Bisnis, Universitas Jambi.
Editor: Renilda Pratiwi Yolandini