Penulis : Novita Sari
(Kabid. BP PW KAMMI Jambi)
Kota Jambi, Oerban.com – Menarik jika menyaksikan beranda berbagai platform sosial media hingga google yang merayakan hari perempuan Internasional, yang jatuh pada tanggal 8 Maret setiap tahunnya. Berbagai organisasi membuat flyer yang dibubuhi dengan kata-kata motivasi untuk perempuan. Memang mengenai perempuan akan menuai banyak simpati. Sensitifitas pada umumnya akan dengan mudah di dapat jika membahas tentang jenis manusia yang satu ini. Namun, apakah pemahaman kita sudah sesuai akan ini merupakan sesuatu yang lain.
Persoalan perempuan bukanlah sesuatu yang sederhana. Permasalahan penggunaan kata “perempuan” pada kamus besar bahasa Indonesia yang sempat dipermasalahkan, konsep ideal perempuan yang diperdebatkan berdasarkan ideologi tertentu, hingga hal-hal politis yang mengatasnamakan perempuan masih menjadi topik yang mendapatkan ruang khusus di masyarakat.
Jika marxisme menginginkan kehidupan manusia tanpa kelas, sosialisme menginginkan agar rakyat terjamin secara ekonomi, maka konsep tentang perempuan pun demikian. Peringatan hari perempuan internasional tidak akan pernah bisa dilepaskan dari sebuah gerakan perempuan global yang bernama Feminisme. Meskipun untuk mengurai ini memerlukan pembacaan yang tidak sedikit karena alirannya berbeda-beda, namun, secara umum gerakan ini memiliki tujuan yang sama, kesetaraan antara laki-laki dan perempuan.
Jika dianalisis secara bahasa, tidak ada yang salah dengan kata “setara” namun, mari kita bandingkan dengan konsep Islam yang secara historis telah dengan nyata menghancurkan belenggu ketidakadilan bagi perempuan di masa dahulu. Saya tidak ingin terburu-buru menyandingkan kedua konsep ini, lebih-lebih dinilai sebagai perbandingan yang tidak sepadan, hal ini juga akan membuat disparitas dalam memahaminya.
Sejarah hari perempuan internasional dan pemahaman kita
Hari perempuan internasional yang kita kenal hari ini adalah buah dari aksi massa para perempuan di Amerika Serikat, pasca itu, berbagai gerakan juga membuat aksi di tanggal tersebut, hingga akhirnya PBB menetapkan tanggal 8 Maret sebagai peringatan hari perempuan internasional dan menyebar ke berbagai Negara.
Jika sebagai masyarakat awam, melihat flyer peringatan hari perempuan internasional akan membuat kita merasa bangga sekaligus senang. Namun, sebagai seorang muslim, memahami konteks perempuan sesuai yang digambarkan dalam Al-Quran serta kedudukannya secara sosial merupakan sebuah keharusan.
Konteks hadirnya peringatan hari perempuan internasional yang awalnya ditujukan untuk menuntut hak penghapusan jam kerja dan kelayakan gaji bagi perempuan berbeda dengan hadirnya Islam sebagai asas penyempurna kemuliaan bagi perempuan. Jika kita simpatik terhadap tulisan pada flyer peringatan hari perempuan internasional, bagaimanakah sikap kita terhadap ketentuan Islam dalam mengatur hal-hal tentang perempuan?.
Allah SWT telah membuat aturan yang begitu manis untuk perempuan, lihat saja bagaimana Al-Quran begitu banyak menceritakan tentang perempuan, bahkan Allah SWT menurunkan satu surah khusus yang membicarakan tentang perempuan, yakni An-Nisa` yang berjumlah 176 ayat berisi pengaturan bagaimana ketentuan hak bagi perempuan, penghidupan perempuan hingga aturan menutup aurat bagi perempuan. Islam juga telah begitu rigid dalam memposisikan perempuan, sebagai anak, istri bahkan sebagai ibu, kedudukan perempuan begitu mulia hingga surga berada dibawah telapak kakinya.
Dalam hal ini, Islam tidak memberatkan perempuan dalam hal pemenuhan kebutuhan rumah tangga, namun, ia memiliki peran yang begitu mulia sebagai seorang pendidik dirumahnya. Dengan kondisi ini, Islam sebenarnya tidak mengenal hari khusus bagi perempuan, namun, setiap hari adalah hari yang baik dan penuh kemuliaan bagi perempuan.
Penuntunan hak yang dimaksud dalam semangat peringatan hari perempuan, tidak diafirmasi dalam Islam, sebab Islam sendiri telah dengan sempurna memiliki sistem dan tata aturan bagi perempuan. Hal ini yang tidak dipahami oleh sebagian orang, karena hanyut dalam euphoria semata.
Gagasan tentang perempuan sebagaimana digaungkan oleh kelompok tertentu, harus pula kita lihat dalam perspektif Islam. Konsep apa yang kita pahami akan menentukan sikap kita dalam menanggapi sesuatu. Meskipun tidak secara gamblang, apalagi dengan perkawinan konsep Islam yang disandingkan dengan Feminisme, konsep ini bukanlah secara kaffah merupakan konsep yang diwahyukan untuk para muslimah. Cukuplah bagi kita menerapkan islam dengan mentadabburi segala firman dan ketentuannya tentang perempuan, tanpa perlu latah dalam mengikuti perkembangan ideologi zaman.
Suara gerakan Islam tentang perempuan
Sekulerisasi ilmu, terbatasnya sumber dan pengkajian Islam hari ini seakan membuat orang-orang muslim tergerus dari landasan pandangannya. Perkembangan arus teknologi yang dengan mudah mempengaruhi opini public menambah sebab agama yang harusnya menjadi worldview terhadap sesuatu kini sedikit bergeser. Gerakan Islam, terutama pemudanya kini cair terhadap perkembangan ini, hingga seakan kehilangan arah.
Upaya pencarian bentuk gerakan, ditambah keterbatasan pemahaman harus berhadapan dengan masifnya gerakan perempuan yang hari ini semakin menjamur. Kemitraan dalam hal muamalah, menghadapi berbagai kasus tentu tidak dilarang, namun, kesatuan gerak serta arah perjuangan dengan menyesuaikan semangat zaman, ditambah keluwesan pergerakan menjadi catatan tersendiri. Bersyukur kita, karena dalam agama ini tidak membeda-bedakan derajat kemuliaan antara laki-laki dan perempuan. Namun sebaliknya, keduanya mendapat porsi yang sama sesuai ketakwaannya dihadapan Allah SWT.
Maka berkaitan dengan gerakan Islam tentang perempuan perlu mengcounter gerakan, pemahaman, serta aktivitas dakwah juga harus memperhatikan kebutuhan umat akan zaman yang penuh dengan perubahan ini. Sehingga umat muslim tidak ikut-ikutan dalam euphoria perayaan sesuatu yang tidak perlu.
Editor: Renilda Pratiwi Yolandini